Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Konseling dengan Psikolog Itu Beda dengan Curhat!

27 Juli 2023   09:16 Diperbarui: 27 Juli 2023   09:23 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya ampun, ngapain ke psikolog bayar mahal-mahal cuma buat curhat doang!"

Tentu kita nggak asing mendengar kalimat semacam ini ketika ada orang yang tahu tentang rincian biaya konseling ke psikolog. Saya pribadi juga termasuk alumni manusia yang sempat berpikiran seperti itu. Ngapain coba ketimbang cuma curhat harus bayar mahal, mending ke temen aja yang gratis.

Hingga akhirnya, di awal tahun 2021 saya memutuskan untuk datang ke psikolog. Tidak ada misi tertentu awalnya. Saya masih merasa baik-baik saja dan tidak ada indikasi mengalami gejala gangguan kejiwaan. Hanya saja saat itu saya merasa hidup kok gini-gini aja ya, lalu saya tertarik buat menjalani konseling dengan salah satu psikolog yang juga merangkap sebagai seorang content creator yang sudah saya ikuti cukup lama.

Saat tahu biaya konselingnya 400 ribu per sesi (60 menit) sempat mau putar balik. Tapi akhirnya tetap maju juga, soalnya saya juga makin penasaran. Masa iya sih, harga segitu hanya buat dengerin curhat doang. Sebenarnya harga pergi ke psikolog itu bervariasi ya, ada banyak kok yang jauh lebih murah dari ini dan bahkan tak sedikit kegiatan konseling gratis. Hanya saja saya kala itu ingin memberi pengalaman yang apik di konseling pertama saya, sehingga saya memastikan sekali psikolog yang akan mendampingi saya. Nah, berhubung saya sangat menyukai konten-konten dan sering ikut acara webinar beliau, maka saya pikir hal ini sudah tepat.

Awalnya saya juga bingung, nanti pas konseling mau ngomong dan cerita apa ya. Jujur kala itu nggak ada gambaran sama sekali. Namun siapa sangka, pas sesi konseling saya justru bicara begitu banyak padahal psikolognya hanya memberi umpan sedikit saja. Saya curiga psikolog saya ini kayaknya penganut Freud, soalnya teknik konselingnya menggunakan asosiasi bebas. Saya bicara banyak hal tanpa terstruktur, namun semuanya saling bertautan dan ada benang merahnya. Hal-hal di bawah alam sadar yang selama ini tidak saya sadari, bisa terangkat ke permukaan.

Saya yang tadinya sempat mengumpat kenapa biaya ke psikolog mahal, justru merasa sedih pada diri sendiri. "Kenapa nggak dari dulu sih ke psikolog!" Hal itu yang terus saya sesali setelah selesai konseling.

Kalau ada yang bilang pergi konseling ini seperti ajang curhat sama teman, itu salah sekali. Mungkin kita sudah terbiasa curhat atau cerita pada teman, memang kadang didengarkan dan kadang dapat bonus saran, nasihat, dan tak jarang mendapat drama dari kaum, 'Kamu mah mending'. Nah, ke psikolog ini kita nggak bakal dapat nasihat ataupun penghakiman. Kita bisa menceritakan semua hal tanpa takut, cerita itu akan bocor. Kita bisa menceritakan banyak hal yang tak bisa kita ceritakan ke orang di sekitar kita tanpa khawatir kita akan dihujat, disalahkan, atau dihakimi atas perilaku atau sikap kita.

Psikolog di sini hanya berperan sebagai pemandu. Mereka yang menunjukan kunci dari pintu-pintu yang tertutup rapat di alam bawah sadar kita. Kitalah yang sebenarnya berperan aktif dari konseling ini. Saat kita tahu kuncinya, maka psikolog itu akan memberi arahan apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau mau mencoba membukanya. Siapa yang bisa membuka kuncinya? Yah, tentu kita sendiri.

Makanya pergi ke psikolog untuk menyelesaikan masalah itu sebenarnya memberi arti yang berbeda. Mereka itu hanya sekadar membantu mengarahkan, namun yang benar-benar bisa menyelesaikan masalah itu ya kita sendiri. Mereka hanya memberi gambaran atas konsekuensi yang akan kita hadapi. Misalnya, kalau kita tetap memilih tidak mau membuka pintu maka ada konsekuensinya, kita terlalu buru-buru membuka pintu ada konsekuensinya, dan kita menunda membuka pintu pun juga ada konsekuensinya.

Psikolog di sini membantu kita untuk lebih mengenal diri sendiri. Apa potensi yang kita miliki, apa yang sebenarnya kita rasakan dan pikirkan, atau apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup ini. Semua itu bisa tersaji dalam cerita yang nggak bakal kita sadari sebelumnya. Makanya, pergi ke psikolog seperti ini tak harus ketika kita sudah mengalami gejala gangguan kejiwaan, pada kondisi yang menurut kita baik-baik saja pun tak masalah untuk pergi ke psikolog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun