Mohon tunggu...
Reni P
Reni P Mohon Tunggu... Buruh - Saintis yang lagi belajar nulis

Seneng guyon Visit renipeb.medium.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Golput adalah Keputusasaan Tak Bertanggung Jawab

27 Juni 2018   10:23 Diperbarui: 27 Juni 2018   11:03 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terhitung kemarin, saya menemukan terlalu banyak hate speech sampai suara keputusasaan yang bernada golput. Kalau boleh terus terang, saya lebih bisa menahan diri untuk tidak berkomentar terhadap black campaign atau serangan-serangan licik dari satu paslon ke paslon lainnya. 

Saya percaya bahwa orang Indonesia (harusnya) sudah lebih dewasa dalam memilih, siapa yang punya gagasan dan program, itulah yang layak untuk memimpin. Apalagi untuk melihat rekam jejak calon pemimpin kita hari ini, jauh lebih mudah dengan media yang serba digital. Jadi, alasan apalagi untuk tidak memilih?

Memilih siapapun tak akan menyelamatkanmu dari upah yang murah dan penggusuran

Saya sempat mengikuti akun Instagram seorang seniman cantik yang pandai dalam melukis. Saya senang sekali mengikuti kirimna-kirimannya karena saya pikir dia cukup cerdas dalam mengkritisi fenomena-fenomena yang ia alami, hingga ia tuangkan menjadi karya seni yang super uapik! Tapi, kagum saya terhenti dan berubah menjadi kecewa ketika si cantik ini mengirim satu foto mural bertuliskan "memilih siapapun tak akan menyelamatkan kami dari penggusuran". Jujur saja, saya baper dan saya berhenti mengikutinya lagi.

Kenapa sebegitunya sih saya?

Golput untuk alasan apapun adalah keputusasaan yang tak bertanggung jawab

Demokrasi seyogyanya dijalankan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, siapapun itu rakyatnya, tak hanya rakyat kelas perlente, tapi ada keringat buruh, ada nasib nelayan, ada harapan petani yang ditaruh dalam perjuangan pengelolaan peradaban ini. 

Salah besar bila Anda menilai demokrasi ini sebagai pesta untuk memilih tiran dan memberinya keleluasaan untuk mendikte yang ada di bawahnya. Ini perjuangan bersama, untuk hak kita semua yang lebih baik, kesetaraan tanpa kesenjangan yang berarti, keterjaminan dan kesejahteraan, hingga kita makmur lahirmaupun batin. 

Saya heran, orang yang golput, ngoceh sana sini, ngeluh tanpa solusi, itu dia pegen punya negara sendiri atau bagaimana sih?

Bukan maksud saya tidak empati terhadap orang-orang yang pernah digusur dari tempat tinggalnya, saya pun tidak akan pernah bisa menjamin siapa paslon yang bisa mempertahankan kebijakan tanpa ada instruksi gusar gusur. Tapi, dengan Anda bersikap golput, bukankah anda sudah memasrahkan diri  Anda sendiri, "terserahlah, mau digusur oleh siapa pun yang terpilih"? Seperti perempuan pms saja ini.

Terlepas siapapun yang akan menang nantinya, bukankah jauh lebih terhormat bila ada sikap menilai terlebih dahulu, membandingkan, tidak sampai sebegitu sempitnya menyimpulkan bahwa golput adalah solusinya? Saya menjadi teringat aksi kamisan yang sering digelar di Jakarta untuk memperjuangkan hak-hak aktivis yang direnggut secara tragis. Sudah beratus kali aksi digelar, rasanya seperti tak mungkin mendapat keadilan. Tapi itulah sikap yang dihadirkan, pantang putus asa! ikhtiar dulu ketimbang nihil pikir dan usaha untuk sebuah solusi perubahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun