Warna warna untuk saling menghiasi alam bukankah harus beda-beda? Coba kalau kita hanya hidup dalam satu warna. Putih misalnya. Lalu? Alam semesta hanya satu warna. Bumi ini warna putih. Langit putih. Daun putih. Tanah Putih. Ikan Putih. Air got putih. Air minum putih. Jangan dibayangin ada shade gradasi putihnya, dari putih terang sampe ada putih gading. Yaudah satu. Bayangin aja semua putih. Ga kebayangkan?
Coba amati, kalau semua materi alam semesta, sifatnya sama. Mungkin gak akan ada termometer, karena raksa bentuknya harus padat kaya logam lainnya. Atau mungkin gak ada yang namanya matahari, kalau bintang harus sama-sama mengorbit bareng-bareng planet lain. Atau mungkin gak akan ada daratan, kalau semuanya harus sama sifatnya kaya lautan. Fatalnya, gak akan ada gorengan, kalau minyak dipaksa sama titik didihnya kaya air minum kalian.
Contoh lain lagi ditegaskan juga oleh driver online yang ngobrol dengan saya beberapa waktu yang lalu. Katanya, " Alhamdulilah kalo orang mikirnya beda-beda, apalagi saat musim mudik, semua berpikiran akan pergi di jam, hari dan jalur yang sama, itu akan jauh lebih menguras energi, lebih menguras waktu juga perasaan.Â
Misalnya saja, 1/10 warga Jakarta ingin mudik ke arah lebih timur. Tapi dari 1/10 semuanya ingin menggunakan kereta di hari yang sama, gerbong yang sama, jam yang sama. Kaga bisa ketampung wong sekali perjalanan paling berapa ribu orang, sedangkan 1/10 warga Jakarta hampir kurang lebih 900 ribu warga. Atau semuanya naik mobil pribadi, di jam, hari, dan rute yang sama.
Insyaallah, neng.Jasa marga akan merasa sangat gagal dalam menunaikan kerjanya."
Sulit bukan kalau harus serba sama?
Jadi mending sama atau beda?
Serba sama, ya sulit. Seba beda, juga gakalah sulit.
Tapi sebenarnya kitalah sendiri yang membuat sulit. Saya percaya Tuhan Maha Adil. Mengadakan alam semesta sebegitu rapinya hingga, tiap materi punya ciri khasnya masing-masing. Dan hebatnya, dengan perbedaan-perbedaan dari tiap materi ciptaan-Nya, mereka saling berkaitan dengan materi yang lainnya menjadi satu sistem yang seimbang. Alam semesta, Galaksi, Tata surya, Bumi, Ekosistem, hingga yang terkecil seperti sel dan juga atom.Â
Andaikata, manusia tak ada. Alam semesta ini tetap pada keseimbangannya. Tiap aspeknya selalu menuju pada titik yang adil. Bagian bagian yang beragam saling bahu membahu menciptakan ekosistem yang seimbang. Tanah selalu dibawah, sebagai alas tempat satwa dan tanaman darat untuk hidup. Pohon menjadi sumber oksigen untuk binatang dan pengikat tanah di sekelilingnya. Dan satwa sebagai pengisi rangka ekosistem tersebut, membantu reproduski tumbuh-tumbuhan atau sekedar menyuburkan tanah. Sekecil apapun perannya, mereka jalani, beriringan dengan mahluk-mahluk lain yang berbeda.
Lalu manusia?