Hari ini statusku bukan siswa lagi yang mengabdi dengan tidur hanya 4 jam sehari dan setumpuk jurnal laporan yang menanti, entah besok dikoreksi oleh pembimbing laboratorium atau bahkan dikembalikan untuk diperbaiki. Tak ada lagi bentakkan pembimbing yang tegurannya berisikan kalimat yang mendeklarasikan betapa teledornya diri ini. Tak ada lagi keluhan pembimbimbing yang tak tahan dengan pekerjaan serba tak teliti.
Dampaknya, dulu aku sering mengumpat baik terhadap jam biologis yang luar biasa keterlaluan atau siklus hidup yang membuat diri hanya ingin berdiam sejenak di rumah. untuk anak sekira 17 tahunan. Apakah harus hidupku sekuli ini? Â Bangun sebelum subuh. Menyelesaikan laporan yang didesain oleh pena dan tanganku sendiri di kala laptop sudah bukan barang langka. Pergi selagi langit masih berwarna biru tua bersama samar-samar awan dan embun pagi Kota Bandung yang menusuk ke sendi-sendi.
Hidup dengan pikiran yang berkutat dengan konsentrasi larutan, senyawa dan campuran-campuran kimia. Bernafas di bawah langit-langit laboratorium bersama orang-orang yang kebanyakan hidup segan mati tak mau. Lalu pulang di kala langit sudah redup. Dan duduk lagi di kamar sendiri menyelesaikan tugas yang tak pernah usai hingga dosis kopi habis, aku terlelap. Berlanjutlah lagi aku bangun di sepertiga malam, bukan untuk shalat tahajud. Tapi, lagi lagi jurnal dan laporan.
Ibuku kasian betul terhadap hidupku. Tapi aku lebih kasian terhadap ayahku yang harus ikut mengawal hidupku, mengantar dan manjemputku sekira jaraknya 7 km. belum terhitung jarak tambahan dari tempatnya Ia bekerja. Tapi namanya orang tua mereka sabar.
Kemudian 4 tahun perjuangan itu berhenti. Orang bilang aku membuang, 4 tahunku.Aku bilang, bukan karena aku tak kuat.Tapi aku tak  bahagia bekerja dengan benda mati.
Gaji memang terjamin. Tapi uang bukan persoalan inti. Idealis yang dulu pernah dikubur-kubur hidup sekarang menjadi harapan. Tak ingin lagi jatuh ke lubang yang sama.
Ku pertimbangkan secara rasional, tak ingin lagi dibuai material.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H