Orang tuamu tak kreatif.
Memberikan anak dengan nama yang mudah.
Mudah ditulis
Mudah diucap
Mudah diingat
Terlalu mudah. Keterlaluan.
Ingin kutemui mereka.
"Gantilah nama anakmu dengan simbol realitas lain."
Aku penasaran apa jawaban mereka.
Apa aku dikata setan, ataukah dijadikan keluarga mereka
Tanyalah aku sesekali,
"memangnya, kemudahan ini sebuah masalah?"
Tentu kan ku jawab dengan mudah
"Tentu." Dengan tegas
Kemudahan itulah yang merepotkanku saat di kamar mandi.
Memperbanyak tagihan listrik, karena lampunya harus selalu nyala lebih lama.
Dia harus rela melek menemaniku saat berkhayal dengan realitas namamu yang terlalu mudah.
Masalah bukan?
Tak puas?
Memang yah, realitas tak semudah nama.
Kuberitahu.
Gara-gara namamu.
Uang ku habis untuk sekedar membeli produk coklat tiap harinya.
Mencoba mengalihkan lagi dan lagi.
Tapi tak kunjung membaik.
Dosis kutambah lagi.
Uangku makin habis.
Tapi namamu terus menjadi jadi
patogen ganas dan sinis
gerogoti kewarasanku lagi dan lagi.
Gara-gara namamu
Aku cemas besok  harus pakai baju apa.
Kesulitan pemecahannya
seolah setara dengan soal kalkulus integral.
Padahal, kalau sudah dipikir, hasilnya itu-itu saja.
Setelah berjam-jam baru bisa waras aku sedang apa.
Setan harus berterima kasih
Atas namamu dia bekerja lebih giat untuk menyesatkan rasional
Itulah.
Gara gara namamu
tiap hari ku harus selalu merasa berdosa
Di tiap sujudku, diakhir salamku.
Aku berisgtifar dengan helaan nafas yang dalam
Aku mengkhiananti Tuhan untuk apapun yang sedang aku kerjakan
karena namamu lebih banyak dari nama-Nya
Ku ganti dengan nama yang lain.
Tapi tak kunjung reda pula.
Ingin aku bertanya pada ibumu.
Punyakah ia penawarnya.
Ingin ku tanya pula pada bapamu.
Bisakah aku kembali waras?