Haaii, namaku Nana Paramitra dan biasanya dipanggil Nana oleh temen-temenku dan keluargaku. Saat ini aku baru berusia 17 Tahun. Aku seorang yang berkulit sawo matang, manis dan berambut ikal. Tinggiku hanya sekitar 160cm dan berat badan sekitar 46kg, yah cukup ideal bagi remaja seusiaku. Aku cukup pemalu jika dengan orang yang tak ku kenal dan juga tidak dengan mudah aku bisa berbaur dengan orang yang baru ku kenal. Hal itu mungkin karena sesuatu yang telah aku alami dan menjadi beban metal yang kutahan selama bertahun-tahun.
Aku tinggal disebuah rumah yang sangat sederhana dan mungkin terlalu kecil untuk dihuni oleh 5 orang. Ayah, Ibu, Kakak, Aku dan Adik. Ya mau bagaimana lagi. Hanya rumah ini yang kami punya dan bisa kami jadikan tempat tinggal. Rumah yang hampir roboh dimakan usia. Tapi, dengan keadaan yang seperti ini, tak sedikitpun orang tuaku mengeluh dengan keadaan ini. Mungkin akulah yang selalu mengeluh dan merasa dunia ini tidak adil untukku. Taukah kalian kenapa aku selalu merasa dunia ini sangat sangat tidak adil untukku ???
Lingkungan tempat tinggal yang aku tinggali bersama keluargaku saat ini dulunya adalah sebuah tempat dimana prostitusi besar-besaran sedang terjadi disini. Tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan di tempat yang mungkin bagi kalangan orang luar dianggap sebagai tempat yang menjijikkan dan tak layak untuk dijadikan tempat tinggal. Aku dan keluargaku terjebak dalam situasi yang begitu menyulitkan selama berpuluh-puluh tahun. Namun apa boleh buat, hanya ini yang kami punya. Sabar, Ikhlas dan menerima apa yang diberi Tuhan untuk kami. Semangat untuk hidup yang kami jadikan motivasiuntuk menjalani kehidupan yang sulit seperti ini. "Bu, kenapa kita tinggal disini?? kenapa tidak pindah rumah saja?? Aku nggak mau tinggal disini." itulah rengekan yang selalu aku utarakan kepada ibuku dan ibuku hanya menjawab dengan satu senyuman kecil tanpa mengatakan satu katakapun untukku. Aku selalu berfikir kenapa ibuku selalu hanya tersenyum dan apa maksut dari senyum ibuku itu. Setelah lama berselang, aku sedikit sadar mungkin karena rengekanku terhadap ibuku tadi hanya akan menambah pikiran ibuku saja. Yasudahlah mau gimana lagi. Inilah takdir kehidupanku dengan keluargaku. Mungkin Tuhan masih mempunyai rencana lain yang lebih baik lagi untukku dan keluargaku dimasa mendatang.
Dan sekali lagi aku diuji oleh Tuhan. Beban mental yang terus bertambah dalam diriku ketika teman-temanku selalu bertanya, "Kenapa rumahmu disitu?? Apa kamu betah tinggal disana?? Kenapa kamu tidak mengajak pindah rumah saja??" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang selalu ditanyakan berulang-ulang kali seakan-akan mereka akan menghardikku karena aku bertempat tinggal disini. Ditempat yang menjijikkan dan penuh dengan aura hitam  yang mungkin hanya orang-orang "nakal" yang mau memasukinya. Setiap pertanyaan yang ditanyakan kepadaku, aku hanya bisa membalas dengan senyum palsu dan menjawa, "nggak apa-apa" dan pergi berlalu meninggalkan temanku itu. Ketika sampai dirumah dengan segera aku masuk kamar dan menangis karena hal itu.
Usiaku terus bertambah dan akupun beranjak remaja. Dimana tekanan yang aku dapat semakin berat. Tidak hanya dari teman-temanku saja, tetapi oleh orang-orang "nakal" yang sekali-kali menggodaku ketika aku lewat. Rasa takut dan malu yang terus aku rasa. Seringpun terjadi kerusuhan karena orang-orang yang minum-minuman keras saling adu jotos karena kesalah pahaman karena mereka tengah terpengaruh alkohol. Hal itu menambah ketakutanku untuk keluar dari rumah dan bermain bersama teman-temanku. Tak pernah seorangpun dari temanku yang pernah datang kerumahku, mungkin mereka sangat dilarang oleh orangtuanya untuk bermain kerumahku yang seperti ini. Sedih??? yah sangat sedih yang aku rasakan. Bagaimanapun aku hanyalah seorang anak yang terjebak dalam kehidupan yang begitu menyakitkan.
Setiap hari aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan untuk kehidupanku dan keluargaku yang lebih baik dari ini. "Tuhan, berikan yang terbaik untukku dan orangtuaku. Baik untuk didunia dan untuk diakhirat kelak". Ya hanya itu yang bisa aku minta dari Tuhan. Selebihnya aku pasrah dengan apa yang diberikanNya.
Hingga suatu hari Tuhan mengabulkan doaku. Tempat prostitusi ini resmi ditutup oleh pemerintah. Hari dimana aku sekali lagi mengucap banyak syukur kepada Tuhan. Senang?? Bahagia??? tentu itu yang aku rasakan. hari ini adalah hari yang aku nanti-nanti, yang aku damba-dambakan selama ini. Dimana tidak akan ada lagi orang-orang "nakal" yang menggodaku, tidak akan ada lagi orang-orang mabuk yang berkelahi, Tidak akan ada lagi hiruk pikuk keramaian negatif dihadapanku, tidak akan ada lagi cemooh an dari masyarakat, tidak akan ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang menusuk pikiranku, dan yang paling membuatku senang, dengan hal ini teman-temanku mungkin akan diperbolehkan datang dan bermain kerumahku oleh orangtuanya.
Setelah beberapa hari dari penutupan, aku merasa ada yang hilang dari kehidupanku. Hampa dan sepi yang kurasakan. tak ada lagi keramain dedipan rumahku. Tak ada lagi lalu lalang orang-orang. rumah-rumah yang dulunya dihuni banyak orang, sekarang sudah ditinggal penghuninya yang entah pindah kemana. Hanya menyisakan beberapa kepala keluarga termasuk keluargaku yang notabene asli orang sini.
Terima kasih Tuhan. Engkau sudah memberiku dan keluargaku kehidupan yang lebih baik lagi. Aku janji Tuhan. Aku tidak akan merengek lagi kepada Ibu dan membuatnya tersenyum palsu lagi kepadaku. Dengan kehidupanku ini aku yakin aku dan keluargaku akan lebih bersemangat dan lebih lagi berusaha untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Aku berjanji Tuhan. Aku akan menjadi yang terbaik untuk keluargaku.
Memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi untuk ujian yang diberikan oleh Tuhan. Tapi dibalik ujian itu akan datang sebuah hasil dari kesabaran kita. Tinggal menunggu hari datangnya hasil itu. Tetap semangat menjalani kehidupan dan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik. Jangan lupa terus berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. :)
Â