Mohon tunggu...
Reni Dwi Lestari
Reni Dwi Lestari Mohon Tunggu... -

MULIALAH BERSAMA TULISANMU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Strategi Belajar Mengajar untuk Membentuk Siswa Aktif dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Melalui CBSA

31 Maret 2019   13:41 Diperbarui: 31 Maret 2019   13:47 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liputan6.com/tekno/read/3535840/siapkah-indonesia-menghadapi-revolusi-industri-40-di-era-digital

Pendidikan adalah salah satu tolak ukur yang masih menentukan keberhasilan sebuah bangsa. Dari generasi ke generasi, pendidikan pun yang masih menjadi pembicaraan hangat antar masyarakat. "Oh, anak ini pintar ya. Boleh lah nanti ngajar anak saya." Begitulah kira-kira yang menjadi perbincangan positif. Atau "Anak ini loh, nakal banget sih, ga sopan juga, pantes sekolahnya ga lulus-lulus."

Sungguh miris sekali bukan? Bahkan banyak masyarakatpun menitikberatkan semua aspek pada pendidikan. Aspek tersebut mencakup: pengetahuan, sikap, etika, cara pandang, bahkan cara berpakaian sekali pun.

Oleh karena itu, pendidikan yang  berhasil mencetak generasi-generasi yang unggul tentu berdasarkan cara belajar dan mengajar yang berkualitas. Kegiatan belajar dan mengajar yang berkualitas harusnya bukan hanya sekedar menyampaikan dan menerima informasi, tetapi mengolah informasi sebagai masukan pada usaha peningkatan kemampuan. Kalau diperhatikan arus perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat, rasanya tidak mungkin lagi semua informasi dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah untuk disampaikan kepada peserta didik. Yang dibutuhkan ialah peningkatan kemampuan peserta didik untuk proses informasi yang ditemukannya.

Strategi pengajaran seperti ini menurut Eggen mempunyai tujuan ganda, yaitu "one is to help students acquire bodies of useful information; the other is to help them develop the thinking skills which will allow them to learn on their own." Strategi pengajaran yang demikian menitikberatkan pada usaha pengembangan keterampilan berpikir untuk memproses informasi yang berguna. Belajar seperti inilah yang disebut cara belajar siswa aktif.

Guru melihat peserta didiknya sebagai peneliti yang aktif terhadap lingkungan sekitarnya dan bukan penerima yang pasif terhadap stimulus yang diberikan. Cara mengajar seperti ini disebut CBSA.

Belajar adalah aktivitas manusia di mana semua potensi manusia dikerahkan. Kegiatan ini tidak terbatas hanya pada kegiatan mental intelektual, tetapi juga melibatkan kemampuan-kemampuan yang bersifat emosional bahkan tidak jarang melibatkan fiaik. Rasa senang atau tudak senang, tertarik atau tidak tertarik, simpati atau antipati, adalah dimensi-dimensi emosional yang turut terlibat dalam proses belajar itu.  "Membenci kejahatan, dan mencintai perdamaian" tidak hanya dipahami secara intelektual, tetapi juga dihayati secara emosional.

Kegiatan fisik seperti menulis, mengatur, meragakan, dan sebagainya juga turut terlibat. Mengetik, berpresentasi, praktikum adalah contoh-contoh bahwa aktivitas fisik itu mempunyai peranan penting. Semua kegiatan inilah yang dimaksud dengan istilah aktif dalam CBSA, sehingga CBSA adalah cara mengajar dengan melibatkan aktivitas siswa secara maksimal dalam proses belajar baik kegiatan mental. Intelektual, kegiatan emosional, maupun kegiatan fisik secara terpadu.

Menurut Conny Semiawan, CBSA selalu diharapkan kepada isi atau pesan yang terarah pada tujuan tertentu. Karena itu, menurut beliau "CBSA yang dipraktikkan adalah cara belajar siswa aktif yang mengemangkan keterampilan memproseskan perolehan"

Komponen-komponen untuk menyusun aktivitas siswa secara maksimal dengan arah yang tepat, antara lain: materi disajikan secara merangsang, kemampuan siswa diperhitungkan, guru yang berfungsi sebagai motivator, organisator, pengarah, dan media pengajaran yang cukup komunikatif. Di dalam sistem yang demikian siswa memperoleh pengalaman belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Siswa live-in di dalam proses belajar-mengajar sehingga mereka menikmati pengalaman belajar itu dengan asyik. Keasyikan dalam pengalaman belajar dapat membuat pengalaman belajar tidak terikat pada ruang dan waktu. Siswa tidak lagi merasa terkurung di dalam ruang kelas yang dibatasi oleh tembok karena imajinasi mereka menembus batas-batas itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun