Mohon tunggu...
Reni DwiAnggraini
Reni DwiAnggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan Jurnalis Mahasiswa

Hanya seorang Ibu Rumah Tangga yang masih suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ironi Tani Masa Kini Vs Harapan Jadi Lumbung Pangan Dunia 2045

12 Agustus 2020   21:15 Diperbarui: 13 Agustus 2020   08:43 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi memaksaku untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, untuk mengurangi kebosanan salah satunya dengan "scrall-scroll' layar handphone. Mulai dari main media sosial, buka aplikasi belanja online, hingga baca-baca berita yang lagi trending topic.

Waktu itu ada satu artikel di-posting oleh salah satu media online yang membuatku cengar-cengir sendiri. Judulnya "Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045". 

Sebagai anak dari seorang petani, aku paham betul bagaimana sepak terjang kedua orangtuaku di dunia pertanian. Maka tidaklah heran jika melihat fenomena petani berlomba-lomba untuk menjual atau menyewakan lahan pertaniannya, guna mendapatkan keuntungan yang jauh lebih tinggi. 

Sektor industri yang merambah ke kawasan pedesaan, membuat para petani di daerahku banyak yang menyulap lahan pertanian mereka menjadi kos-kosan.

Mereka beranggapan membangun kos-kosan jauh lebih mudah, hanya modal sekali, tak butuh banyak biaya perawatan tetapi untungnya seumur hidup. Jauh berbeda dengan petani, setiap kali menggarap sawah selalu membutuhkan modal, butuh banyak juga biaya perawatan, itupun hasil panen kadang tidak sesuai harapan.

Fenomena tersebut seakan didukung oleh data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tentang pertumbuhan sektor ekonomi di Indonesia terutama dalam bidang pertanian. 

Data dari BPS menunjukkan selama 5 tahun terakhir ini pertumbuhan sektor pertanian cenderung mengalami penurunan. Tahun 2015 tumbuh sebesar 13,49%, tahun 2016 menurun menjadi 13,48%, dan terus mengalami penurunan hingga pada kuartal II tahun 2020 pertumbuhannya menjadi 2,19%. 

dokpri
dokpri
Jika melihat kenyataan tersebut rasanya jadi lumbung pangan dunia 2045 itu seperti mimpi dapat rejeki nomplok di siang bolong, pas bangun nyeseknya tuh di sini. Apalagi petani Indonesia saat ini masih didominasi oleh usia lanjut. 

Pertanyaannya adalah apakah pertanian masih tetap berlanjut untuk beberapa tahun ke depan jika petani yang ada saat ini usianya sudah lanjut? 

Menurut proyeksi BPS jumlah penduduk Indonesia di tahun 2045 diperkirakan mencapai 319 juta jiwa. Itu hanya indonesia loh, masih belum cakupan dunia. Jumlah populasi yang kian hari kian bertambah mau tidak mau membuat jumlah kebutuhan pangan juga ikut meningkat.

Selain masalah generasi penerus, masih banyak permasalahan pelik yang dialami oleh petani. Di antaranya adalah akses pupuk yang semakin sulit. Asal kalian tahu, petani kecil seperti bapakku sangat kesulitan untuk mendapatkan pupuk. 

Saat ini pupuk subsidi maupun non-subsidi menjadi barang langka di mana-mana. Harganya pun melambung tinggi, semakin jauh meninggalkan kami yang berpendapatan rendah. 

Bagi yang sudah tergabung di kelompok tani, kebutuhan pupuk memang sudah dijatah. Namun lagi-lagi pupuk hanya untuk mereka yang beruang. Kelompok tani tidak menerima utang, hanya melayani pembelian secara tunai. Akibatnya yang tidak mampu membeli pupuk berhutang dulu kepada para bos-bos pengepul hasil pertanian. 

Nantinya semua hasil panen akan diserahkan ke pengepul dengan harga yang lebih rendah, alasannya sebagai balasan karena sudah memberikan fasilitas utang. Hal ini juga berlaku untuk obat-obatan pertanian. 

Kita tentunya tahu, bahwa hama dan penyakit tanaman semakin tidak terkendali. Jika petani tidak menggunakan pestisida dan hanya mengandalkan bahan organik alamat gagal panen. Bisa ludes dimakan hama dan serangan berbagai macam penyakit tanaman.

Bayangkan saja, kita udah capek-capek merawat tanaman selama hampir 4 bulan, dan hasilnya nihil, ambyar son, ambyar.

Saat musim kemarau tiba, bagi kami yang masih bergantung dengan air hujan sangat membutuhkan tenaga ekstra untuk merawat tanaman. Kebetulan musim kemarau tahun ini bapakku menanam tembakau. 

Kami tanam bibit tembakau di tengah 'telo' begitu kami menyebutnya. Telo adalah rekahan tanah yang terjadi akibat musim kemarau, kondisi tanah sangat kering dan keras. 

Bayangkan saja kamu menanam tanaman di tempat kering tanpa air setetes pun. Harus mengambil air dari sumur kecil yang jaraknya 2 kilo dari lahan pertanian. Menyiram satu demi persatu bongkahan tanah yang sebelumnya sudah disiapkan. 

Masihkah ada generasi muda yang mau melakukan hal ini? Karena frustasi banyak sekali petani yang membiarkan lahannya 'bera'. Bera adalah istilah untuk menyebut lahan yang sengaja tidak ditanami.

dokpri
dokpri
Selain irigasi, upah buruh tani juga semakin tak tergapai. Seringkali penjualan hasil panen tak bisa menutup biaya produksi, minus terus boos. Karena apa?

Ketika musim panen ketersediaan barang melimpah sehingga harga cenderung murah.. Yahhh itulah berbagai permasalahan pelik yang terjadi di dunia pertanian.

Sebenarnya Indonesia sah-sah saja punya keinginan jadi lumbung pangan dunia. Tetapi sebelum itu selesaikan dulu hambatan-hambatan yang menghentikan langkah para petani yang masih berjuang meski tahu bahwa nasib petani jauh dari kata sejahtera. Tantangan pertanian di Indonesia semakin berat. 

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian harus berupaya lebih untuk bisa menarik minat generasi millenial terjun di sektor pertanian.

Generasi Millenial adalah generasi yang tidak bisa lepas dari teknologi digital, dan mereka terbiasa dengan kepraktisan dari segala segi kehidupan. Generasi ini lebih memilih sektor yang menjanjikan dari sisi upah dan kelayakan kerja. 

Oleh karena itu menjadi keniscayaan bahwa untuk menarik generasi millenial terjun ke pertanian perlu konsep pertanian digital (digital farming), yaitu mengelola sektor pertanian berbasis bantuan digital agroteknologi. Era digitalisasi ini akan turut mengubah pola kegiatan pertanian, hingga pada pola distribusi atau pemasaran hasil.

Sektor pertanian di Indonesia butuh implementasi teknologi 4.0 untuk bisa menjadi terobosan baru. Era Revolusi Industri 4.0 dicirikan dengan operasionalisasi sistem usaha pertanian berbasis Artificial Intelegence (AI), Internet of Things (IoT), serta Cyber Physical Systems (CPS). 

Implementasi teknologi 4.0 di sektor pertanian sangat bermanfaat bagi konsumen dan petani untuk mendekatkan distribusi serta memotong rantai pasok yang panjang. Hal itu dapat meminimalisasi terjadinya permainan harga di antara para tengkulak atau pengepul.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa maju melalui modernisasi pertanian menuju industri 4.0 perlu insentif dan dukungan politik lewat regulasi dan aturan dari penguasa.

Apa ada yang pernah dengar aplikasi informasi Kalender Tanam (KATAM)? Aku sendiri yang asli anak petani baru tahu setelah keresahan yang kualami sekitar dunia pertanian kutuangkan dalam sebuah tulisan. Aku jadi sering membaca artikel atau jurnal-jurnal seputar pertanian. 

Aplikasi berbasis android ini bisa memudahkan para petani untuk mengetahui kapan waktu tanam yang tepat waktu, rekomendasi pupuk, dan penggunaan varietas.

Ada pula aplikasi SIMOTANDI (sistem informasi monitoring tanaman padi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi, Smart Farming berbasis android, ada juga Autonomous Tractor. 

Kemudian dari IPB ada PreciPalm (Precision Agricluture Platform for Oil Palm), sebuah aplikasi yang ditopang oleh satelit Sentinel 2, datanya diolah menggunakan Decision Support System Fertilizer (DSSF) yang akan memberikan rekomendasi pemupukan kelapa sawit.

Seharusnya aplikasi ini juga gencar disosialisasikan di masyarakat. Bukan sekadar untuk mengisi kekosongan memori handphone android.

Pemerintah memang sudah meluncurkan sejumlah program untuk menggerakkan kaum muda agar tertarik di sektor pertanian. Seperti program Gempita (gerakan pemuda tani), dan Santri Tani Millenial. Mungkin program-program semacam ini bisa ditambah lagi intensitasnya.

Atau membuat terobosan program baru seperti pertukaran petani Indonesia dengan luar negeri, yahh semacam pertukaran pelajar. Bisa jadi hal ini semakin menarik minat generasi muda kan. Tidak ada salahnya belajar dari negara lain.

Banyak negara lain yang telah berhasil menggarap pertanian sebagai sektor yang menjanjikan. Misalnya Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Beberapa strategi jitu bisa kita petik dari keberhasilan negara tersebut dalam memajukan pertanian. 

Pangan harus disiapkan sejak dini agar dunia tidak terancam kelaparan. Sudah menjadi keharusan untuk memberi peran kepada generasi muda untuk mulai ambil alih tongkat estafet untuk menjadikan pertanian menjadi sektor yang menjanjikan.

Pemuda adalah harapan bangsa, masa depan bangsa dan pemuda adalah harapan pertanian masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun