Kita juga bisa kita melihat, bahwa harga diri yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Banyak sekali para orangtua terutama para wanita karier yang suda mempunyai anak yang lebih cinta kepada pekerjaannya daripada kepada anaknya sendiri. Dia lebih banyak meluangkan waktu untuk mencari uang dan uang. Dia lupa kalau di rumah ada anak-anaknya yang membutuhkan kasih dan sayang dia. Pergi kerja disaat anaknya masih tertidur pulas, lalu pulang ketika anaknya sudah tertidur pulas lagi. Sehingga, anak-anak lebih mengenal pembantunya daripada sosok ibunya sendiri. Contoh lain adalah orangtua yang sangat otoriter. Biasanya orangtua yang otoriter cenderung menempatkan anak di posisi yang tertindas yang tidak punya hak.Â
Jika anak tidak menuruti, kekerasan menjadi jawabannya. Beberapa orangtua, apalagi di NTT cenderung mengikuti gaya ini, yaitu mendidik anak secara otoriter dan menggunakan kekerasan. Pengasuhan ini menciptakan anak yang hanya taat kepada orangtua jika ada orangtuanya dan melakukan kekerasan itu terhadap adik atau teman mereka yang lebih lemah; pada anak yang perasa, biasanya menjadikan mereka anak yang semakin penakut, tidak berani mengambil keputusan dan tidak percaya diri.
Dari keempat model pengasuhan diatas, pola asuh demokratislah yang paling baik. Karena pola asuh ini menempatkan anak dan orangtua sejajar. Tidak ada hak anak yang dilanggar juga hak orangtua yang dilanggar; kewajiban anak dan orangtua sama-sama dituntut dalam pola asuh demokratis ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H