Untuk kembali mengingat bahwa fungsi pers dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 adalah sebagai media kontrol sosial.
Pada hal ini maksudnya adalah bahwa pers memiliki fungsi untuk mengontrol, mengoreksi, mengkritik sesuatu yang sifatnya konstruktir, artinya adalah sesuatu yang membangun bukannya merusak (Sari, 2019).
Pelanggaran Akibat Mengintimidasi Kerja Jurnalis
Dari kronologi intimidasi di atas, warga sebagai pelaku tindakan intimidasi sudah jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, pada pasal 4 ayat (1) dan ayat (3). Adapun bunyi dari masing-masing ayat adalah sebagai berikut :
“Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara” pasal 4 ayat (1)
Sedangkan maksud dari ayat (1) tersebut menurut UU Nomor 40 Tahun 1999 adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Dari kasus tersebut terpampang jelas bahwa masyarakat berusaha untuk menghalang-halangi, memberikan tekanan dalam bentuk intimidasi, dan melarang aktivitas kerja wartawan.
“Untuk menjamin kemerdakaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi” pasal 4 ayat (3)
Sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, maka akan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
Dari laporan AJI kepada pihak kepolisian atas kasus tersebut, belum ada informasi lebih lajut terhadap proses hukum.
Peran Serta Masyarakat menurut UU 40 Tahun 1999 tentang Pers
Sebagai masyarakat pun, sudah ada pasal yang mengatur tentang peran masyarakat, yaitu pasal 17.
Apabila masyarakat merasa tidak terima dengan media maupun kinerja wartawan yang meliput kasus tersebut, pasal 17 ayat (2) menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional, jadi tidak dengan cara mengintimidasi wartawan di lapangan.
Bahkan dalam pembukaan Kode Etik Jurnalistik dijelaskan bahwa pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat dapat mengotrol pers, namun bukan dengan cara tindakan intimidasi.
Maka, kesimpulannya adalah, apakah tindak intimidasi yang sering kali dilakukan masyarakat terhadap terhadap jurnalis, merupakan kegagalan dari peran serta masyarakat sebagai pengontrol pers? Atau kah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi pers yang sesungguhnya?