Mohon tunggu...
Reni Judhanto
Reni Judhanto Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dan wanita bekerja yang ingin mencoba menulis, meskipun sederhana saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siapa yang Harus Merasa Sungkan...?

21 Oktober 2010   15:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:13 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dapat dipungkiri bahwa makin hari kita makin 'familiar' dengan istilah perselingkuhan. Setiap hari kita disuguhi oleh berbagai berita tentang perselingkuhan, baik yang dilakukan oleh publik figur ataupun masyarakat biasa. Baik yang diberitakan lewat media cetak ataupun media elektronik. Singkat kata, tiada hari tanpa berita perselingkuhan.

Aku sendiri, dalam beberapa bulan terakhir ini, sering mendengar tentang kasus perselingkuhan di sekitarku. Sebagian besar, kasus perselingkuhan itu terjadi di tempat kerja dengan sesama rekan kerja. Rupanya intensitas pertemuan yang tinggi dan kesempatan untuk bersama sangat besar menjadi 'peluang' munculnya perselingkuhan itu. Menurut para 'pelaku' perselingkuhan bermula dari 'curhat' masalah rumah tangga. Kisah rumah tangga yang mengharukan seringkali berhasil memancing rasa iba dan simpati dan... ujung-ujungnya berubah menjadi rasa cinta.

Aku pernah mendengar sebuah kisah perselingkuhan yang terjadi di suatu instansi, antara seorang wanita yang sudah menikah dengan seorang jejaka. Kebetulan, mereka berada dalam satu divisi yang sama. Hubungan mereka yang bermula dari sekedar pertemanan berkembang ke arah hubungan percintaan. Semula, mereka berusaha untuk menyembunyikan hal itu dari rekan-rekan kerja yang lain. Namun, sebagaimana umumnya menyembunyikan bangkai, maka 'bau busuk' itu pun tercium juga.

Semenjak hubungan itu diketahui oleh rekan kerja yang lainnya, perubahan terjadi pada pasangan itu. Mereka jadi tak merasa perlu menutupi kisah asmara mereka dan tanpa malu-malu lagi mempertontonkan kemesraan itu di tempat kerja. Hubungan mereka semakin 'dalam' dan mereka makin tak terpisahkan.

Yang terjadi ketika mereka berdua berada dalam satu ruangan yang sama, satu per satu rekan kerja mereka meninggalkan ruangan itu. Mereka memilih keluar dari ruangan itu karena merasa sungkan melihat pasangan itu mengumbar kemesraan di depan mereka. Tak satupun dari mereka berani menegur pasangan itu saat mereka mengumbar kemesraan.

Siapa yang seharusnya merasa sungkan ? Menurutku, pasangan yang terlibat cinta terlarang itu yang harusnya merasa sungkan. Tapi mengapa yang merasa sungkan justru rekan kerja mereka ? Mengapa pasangan itu tak sungkan bermesraan di depan umum ? Mengapa justru yang melihat kemesraan itu yang merasa sungkan ?

Sikap menyingkir dari rekan kerja mereka dapat diartikan sebagai wujud sikap permisif atas perselingkuhan yang terjadi di lingkungan mereka. Bisa juga diartikan sebagai sikap tidak peduli dan tidak mau campur urusan orang lain. Lantas, jika semua orang bersikap begitu dan tak ada yang menegur pasangan yang terlibat cinta terlarang itu.... bagaimana kontrol sosial dapat ditegakkan ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun