Keren! Mas Dwi, Sang Pembuka Usaha Telur Puyuh di Desa Blacanan
#KknTematikUndip #p2kknundip #lppmundip #UkmTelurPuyuh #undip
Pekalongan -- Mahasiswa KKN Tematik Undip Semarang di Desa Blacanan. Desa Blacanan adalah salah satu desa di Kabupaten Pekalongan yang mengalami transisi pada mata pencaharian penduduknya. Bermula dari agraris menjadi desa usaha, hal tersebut tidak terlepas dari dampak global warming dan penurunan tanah yang terjadi beberapa tahun belakangan.
Dari hal tersebut itulah mata pencaharian masyarakat mau tidak mau harus menyesuaikan keadaan wilayah. Masyarakat yang semula menekuni pekerjaan di bidang pertanian memutar otak untuk mendapatkan penghasilan di luar bidang pertanian, mereka memilih untuk membuka usaha rumahan seperti konveksi, rengginang, telur asin, dan telur puyuh.Â
Berbicara lebih lanjut mengenai usaha rumahan di Desa Blacanan, Penulis tertarik untuk mengulik lebih dalam mengenai usaha telur puyuh. Maka dari itu, tulisan ini akan bermuatan informasi mengenai usaha telur puyuh yang diambil langsung dari pemilik usaha telur puyuh di Desa Blacanan.
Global Warming atau pemanasan global yang terjadi di Desa Blacanan, Kabupaten Pekalongan berdampak pada pembaharuan mata pencaharian masyarakat. Salah satunya yaitu usaha telur puyuh yang ditekuni oleh salah satu masyarakat muda di Desa Blacanan, yaitu Mas Dwi.Â
Ketika dijumpai teman KKN di rumahnya guna kepentingan survei UMKM di Desa Blacanan, Mas Dwi menceritakan awal mula dirinya terjun di dunia usaha telur puyuh.Â
Usaha Telur Puyuh yang ditekuni Mas Dwi sudah berjalan sekitar 2 tahun, dimulai setelah dirinya menyelesaikan kontrak kerja di tanah rantau, Jakarta. Jiwa pengusaha yang dimiliki Mas Dwi melihat bahwaasannya produksi telur puyuh sangat berpotensi untuk dijalankan di Desa Blacanan sebagai usaha rumahan. Awal mulai terjun di dunia usaha telur puyuh, Mas Dwi menyiapkan 60 ekor burung puyuh sebagai langkah awal.Â
Namun sangat disayangkan semua burung puyuh tersebut mati karena perawatan yang dilakukan masih belum maksimal, hal tersebut tidak terlepas dari pengalaman pertama beliau dalam dunia usaha telur puyuh.Â
Sempat dikatakan juga bahwa beliau mengalami trauma karena hal tersebut, semua burung puyuh yang disiapkan mati. Namun demikian, Mas Dwi tidak putus semangat untuk terus melanjutkan usaha telur puyuhnya.
Berlanjut ke pembicaraan lebih jauh mengenai proses pembuatan telur puyuh. Mas Dwi mengungkapkan bahwa burung puyuh yang siap menetas adalah burung puyuh yang sudah berusia 45 hari.Â
Dalam produksi telur puyuh ini, beliau memilih membuat inkubator sebagai tempat reproduksi burung puyuh secara mandiri, karena harga inkubator yang dijual di luar terbilang mahal.Â
Dalam Produksi telur puyuh tidak diperlukan burung puyuh jantan untuk membuahi, hal tersebut karena akan mempengaruhi produksi telur yang terlalu banyak dan menjadikan telur-telur cepat busuk. Kemudian, dalam pemberian makan burung puyuh menggunakan makanan pabrik, dan pembersihan kandang dilakukan setiap hari.
Proses pendistribusian telur puyuh awalnya dilakukan dengan cara ditawarkan ke warung-warung di Desa Blacanan. Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu pendistribusian dilakukan secara eceran dan kardusan ke pedagang pusat yang datang atau bisa dikatakan sudah ada pembeli langganan. Sistematis penjualan ecer perkilonya dipatok dengan harga Rp35.000,00 dan kardusan dipatok harga Rp260.000,00 dengan isi 750 butir telur puyuh.
Produksi telur puyuh dalam proses pembuatannya juga harus menghadapi beberapa kendala. Satu kendala datang dari kondisi ketika perubahan cuaca, seperti suara petir yang teramat keras akan mengakibatkan telur-telur burung puyuh pecah.Â
Selanjutnya, perubahan cuaca juga mampu membuat kondisi burung puyuh menjadi rentan terkena penyakit dan berakhir mati. Kedua, yaitu belum adanya peran dan dukungan pemerintah desa dalam pengembangan usaha telur puyuh. Resiko dalam produksi telur puyuh itulah kiranya yang mengakibatkan masih sedikitnya minat para masyarakat untuk ikut terjun di usaha telur puyuh.Â
Di samping belum ada pengalaman tersendiri dalam produksi telur puyuh, resiko banyaknya burung puyuh yang mati karena perubahan cuaca atau kesalahan perawatan juga menjadi ketakutan masyarakat ketika akan mencoba usaha telur puyuh.
Terlepas dari resiko dalam produksi telur puyuh, permintaaan masyarakat akan telur puyuh terbilang cukup tinggi. Namun, permintaan tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan produsen telur puyuh.Â
Hal tersebut mampu membuat keteteran produsen telur puyuh dalam hal ini Mas Dwi, sehingga dalam pemenuhan pesanan telur puyuh harus distok dari produsen luar kota.Â
Seperti halnya Mas Dwi yang mendapat stok telur puyuh dari daerah Solo. Keadaan semacam ini tidak seharusnya bertahan lama, dari itu harapan yang datang semoga masyarakat Pekalongan khususnya Desa Blacanan tergerak hatinya dan berani untuk terjun ke dunia usaha telur puyuh.
Penulis: Reni Indrawati     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H