SIMPANG
Di simpang jalan itu
Ada kata yang melangkah berlalu
Lalu dia menjelma air di matamu
Mengaliri resah dan membawa luka
Turun ke merah pipimu
Di simpang jalan itu
Dimana kisah bersembunyi di balik rindu
Anak-anak bermain hujan dalam kelabu
Mata mereka arahkan awan yang berbaris di langit
Agar membentuk namamu
Di simpang jalan itu
Semuanya dipulangkan oleh waktu
Embun membeku karena terlalu lama menunggu
Entah datang di sore ini atau nanti sabtu
Kau masih tabuh di depan hatiku
Dan mengenangmu, seperti langit sore
Tak bertahan lama, tapi sulit diabaikan
Mendaktlah pada takdirku
Siapa tahu Tuhan sudi mendorongmu jatuh
Dalam pelukku di simpang itu
18/01/19
-
DI SELAT ROSENBERG HATI KITA
Katamu senja itu ungu warnanya
Sedang beta lihat dia lebih kelabu
Tapi beta putuskan tidak membawamu
Tenggelam dalam debat panjang
Sebab kita tak boleh berpisah,
Hanya karena berbeda warna
Kelebat awan bermain di langit Tumbalaka
Berlari berkejaran di atas kepala kita
Beta coba tetap sabar nikmati mereka
Dan juga dirimu yang masih berkata,
senja itu ungu warnanya
Resah mengaliri celah hati nelayan tua
Dia dengan tabah melepas air dari matamu
Membisiki bibir pantai Ngadi yang telanjang
Lalu jatuh ke peluk senjamu yang ungu itu
Beta tak pernah lelah,
Bersandar pada selat yang resah
Dalam birunya beta titipkan duka
Dalam arusnya beta istirahatkan luka
Di selat Rosenberg hati kita
Ada sebentuk hati patah terbagi dua
Membelah memisah Pulau Dulla dan Nuhu Roa
Langgur dan Kampung Raja
Serta ungu senjamu dan resah kelabu beta.
Untukmu Arafura.
Fair, 16 September 2018
-
CERITA
Setiap orang mencintai cerita
Awan kepada langit tentang hujan
Sore kepada malam tentang senja
Air kepada mata tentang luka
Jarak kepada waktu tentang kenangan
Aku kepada Tuhan tentang dirimu.
Yogyakarta, 18 Maret 2019
-
KEMEJA TERAKHIR
Beta labuhkan hati sekali lagi di jendela itu
Tempat beta bisa mengintipmu di masa lalu
Kau peluklah tanpa alasan jelas
Lalu jahitlah kancing kemeja beta yang terlepas
Maukah kau melepas kembali kemeja ini
Tambal tiap luka di tubuh dengan bibirmu
Dan basuh semua resah dengan peluh keringatmu
Beta nanti sembunyi, atau menghilang setelahnya.
Pada rintik air mata beta lempar doa, kalau boleh tuhan,
Jangan jatuhkan beta kembali di hati yang salah
Sebab, tiada yang lebih luka dibanding kecewa,
karena orang yang sama
Kepada hati itu,
Ada beta yang coba kubur semua cerita
Susun doa dengan berbagai cara
Lalu menjahitnya lagi menjadi kemeja
kelak jika beta mati,
Kafani saja dengan kemeja itu
Sebab hanya kau yang pernah menjahit dan melepasnya terakhir kali di malam liar itu.
09-01-19
-
PERGI SENDIRI
Putih kabut kulit langit
Menyiram jantung kota
Rerumput berjejer bersama cita
Beta melesat menyalip waktu
Hidangan tersaji di meja
Ada sepiring doa dan segelas cinta
Beta cecapi semua tak ada sisa
Mengejar mimpi itu butuh banyak tenaga
Beta kembali menyimpan rindu
Selipkan dalam - dalam di saku baju
Hidup antara ketenangan sejati
Hanya ada di luar rumah
Beta ingin pergi sendiri
Tanpa air mata, tanpa pelukan
Dan tanpa lambaian tangan
Sebab, itu terlalu wanita bagi beta.
Ngawi, 06 April 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI