Ditinjau dari fisiknya, ulos memiliki tiga bagian penting yang memiliki makna dan nilai masing-masing. Ketiga bagian penting itu adalah hapal, Sitoru Rombu, dan Ganjang. Hapal berarti ketebalan ulos. Kain yang tebal akan memberikan kehangatan bagi yang memakainya. Demikian pula  Hapal bermakna bahwa ulos memberikan kehangatan kepada pemakainya.Â
Sitoru Rombung berarti jumlah rambut-rambut yang berada di ujung ulos. Jumlah rambut-rambut itu mewakili banyaknya ramhat yang diterima atau rahmat yang mau diberikan melalui ulos.Â
Dalam perkawinan misalnya, rambut-rambut pada ujung ulos mewakili doa dari pemberi ulos agar mempelai mempunyai banyak keturunan (dalam filosofis orang batak dikenal "banyak anak banyak rejeki"). Ganjang berarti panjang ulos. Dengan ganjang mau diungkapkan doa agar dipenerima ulos memperoleh umur yang panjang.
4. Nilai-Nilai filosofis Ulos dan MangulosiÂ
    Mangulosi merupakan salah satu cara mengekspresikan kehangatan kekerabatan. Pemberian ulos atau mangulosi merupakan wujud kasih sayang. Hal ini tertuang dari falsafah Batak yang berbunyi, "ijuk pangihot ni hodong, ulos penghit ni holong" yang artinya 'ijuk pengikat pelepah pada batang, dan ulos pengikat kasih sayang antara sesama'. Maka ulos merupakan lambang dari keharmonisan, kesatauan dan keeratan relasi dengan orang lain[4].
    Selain itu ulos juga merupakan lambang sekaligus pengungkapan rasa empati dan seperasaan dengan kerabat. Saat seorang mengalami kejadian buruk dan kesusahan, ulos dijadikan tanda turut berbelasungkawa dan turut merasakan kesusahan. Saat dalam kebahagiaan, ulos juga dipakai sebagai tanda turut merasakan kebahagiaan.Â
Ikatan perasaan juga ditunjukkan keinginan agar orang yang dikasihi memperoleh hal-hal yang baik, Demikianlah ulos juga dijadikan lambang doa, berkat, dan dukungan kepada orang lain. Hal ini misalnya terdapat dalam acara pernikahan dimana ulos diberikan kepada pengantin sebagai bentuk doa dan dukungan oleh para kerabat.
    Pemberian ulos juga dapat berarti memberi perlindungan. Dalam hal ini, kehangatan ulos dianggap berasal dari pemberi ulos. Maka saat ulos diberikan, itu berarti juga memberikan kehangatan untuk mereka yang diulosi. Dan kehangatan yang diberikan merupakan lambang perlindungan. Ulos juga dipakai dalam ritus keagamaan. Parmalim sebagai agama tradisional Batak menggunakan ulos sebagai pakaian untuk beribadat.Â
Ulos dianggap membantu seseorang dapat sampai pada hal yang ilahi[5]. Saat agama parmalim semakin jarang ditemukan oleh masuknya agama-agama besar sepet kristen, ulos juga tetap dipakai. Corak ulos dipakai dalam pakaian-pakaian liturgi dan beberapa kain-kain liturgi lainnya.Â
    Dalam perkembangan, makna ulos dan mangulosi sebagai sumber kehangatan tubuh perlahan berkurang dan bahkan ditingalkan. Mangulosi bukan lagi dimaksudkan untuk menghangatkan tubuh melainkan lebih mewakili makna menghangatkan tondi si penerima. Kata kehangatan sendiri dalam falsafah Batak menunjuk kepada keadaan dimana seseorang berada dalam kemakmuran, ketentram, kesuksesan dan berlimpah berkat dalam hidupnya. Karena itu dengan mangulosi, seseorang mendoakan, merestui dan memohonkan kemakmuran, ketenteraman, kesuksesan dan limpahan rahmat bagi orang yang diulosi. Dengan doa restu serta berkat itu maka kehidupan seseorang akan menjadi lebih baik.
     Selain dalam kaitan seorang manusia Batak dengan kerabat dan  orang lain, ulos juga memiliki nilai spiritual dan magis tersendiri dalam dirinya. Karena itu sesungguhnya sejak dalam proses pembuatan, ulos sudahlah merupakan hal yang sakral. Pada jaman dahulu seorang penenun ulos harus memperhatikan dengan benar soal ukuran, desain dan waran ulos yang akan dibuat.Â