1. Pengantar
     Setiap kebudayaan memiliki berbagai kegiatan adat, tradisi, ataupun karya seni yang mengekspresikan kebudayaan itu sendiri. Melalui berbagai sarana ekspresi itu, masing-masing kebudayaan menyalurkan nilai-nilai tradisional yang dianut oleh kebudayaan itu. Nilai-nilai itu merupakan kepribadian dari kebudayaan itu sendiri yang khas dan berbeda dengan kebudayaan lainnnya.Â
Dalam masyarakat Batak, Ulos merupakan salah satu perwujudan dari pengekspresian nilai yang dianut oleh masyarakatnya sendiri. Mangulosi merupakan salah satu bagian acara yang ada di hampir semua kegiatan kebudayaan (acara adat). Mangulosi terdapat dalam adat perkawinan, adat orang meninggal, dan berbagai acara adat lainnya. Acara adat Batak tidak pernah lepas dari mangulosi[1].
     Suatu sarana ekspresi yang tidak terlepaskan dari berbagai acara adat tentulah mengandung nilai-nilai filosofis yang sangat melekat dengan kebudayaan yang dimaksudkan. Nilai-nilai itu pastilah sangat kaya dan urgen.
     Penulis akan mengkaji nilai-nilai yang diekspresikan lewat ulos dan mangulosi pada masyarakat Batak Toba. Demi keterfokusan, penulis membatasi pembatasan mengenai ulos. Penulis hanya akan sedikit membahas tentang berbagai variasi ulos, dan penjabaran penggunaan dalam kegiatan/pesta adat.
2. Ulos dan Mangulosi
    Menurut Kamus Budaya Batak Toba karya M. A. Marbun, ulos merupakan kain adat yang ditenun dalam masyarakat Batak. Ulos juga berarti kain yang digunakan untuk melindungi dan menghangatkan tubuh. Sedangkan mangulosi adalah menyelimuti atau memberikan dan menyerahkan kain Ulos dalam acara adat.
     Asal-usul kata ulos menurut para leluhur orang Batak berasal dari sebuah cerita kuno. Pada dahulu kala dikatakan ada seorang anak yang merasa kedinginan hingga menggigil dan mengerang sambil mengeluarkan suara mirip huruf 'u' panjang, "Uuuu...". Lalu melihat anaknya menggigil, ibu dari anak itu mengambil selembar kain tenunan dan menyelimuti anak itu.Â
Setelah menerima kain itu sang anak berkata, "Las" yang berarti panas/hangat. Namun karena ucapan bersambung antara erangan menggigil dan seruan hangat tadi maka terdengar seperti "Uuuu... Las". Maka kain yang dipakai untuk mengahagatkan tubuh itu disebut ulos.
     Menurut pandangan masyarakat Batak ada tiga hal yang mendasar agar seorang dapat hidup yaitu, darah, nafas dan panas. Darah dan nafas merupakan anugerah yang diterima langsung dari Allah pada tubuh manusia sendiri, sedangkan panas tidak. Panas diperoleh manusia dari lingkungan dan alam sekitarnya.Â
Pada siang hari matahari merupakan sumber panas yang dibutuhkan oleh semua mahluk hidup termasuk manusia sendiri. Sedangkan pada malam hati tidak terdapat matahari. Sementara itu para leluhur Batak merupakan penghuni dataran tinggi sehingga memiliki suhu yang relatif lebih dingin, khususnya pada malam hari. Karena itu orang Batak harus mengusahakan agar tubuhnya tidak kekurangan panas.