Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Panggilan Menjadi Pastor

15 September 2021   10:09 Diperbarui: 15 September 2021   10:17 2813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fr. Renghad S. Pasaribu (Dok.Pri)

Awal saya menanggapi Panggilan Tuhan disaat saya duduk di kelas 5 SD. Ketertarikan saya untuk menjadi sosok imam ketika seorang imam memimpin Perayaan Ekaristi di Stasi saya di Gereja Katolik St.Yohanes Rasul. Melihat penampilan dan kewibawaannya saya menjadi terinspirasi untuk menjadi seperti dia (seorang imam).

Ketika saya mengatakan mau seperti imam kepada Orangtua, mereka merasa kaget akan perkataan saya itu. Melihat rauk muka mereka, mereka kurang percaya terdahap saya. Mereka hanya bicara bahwa " kalau ingin mau menjadi imam harus rajin belajar, sering berdoa dan sering pergi ke gereja". Inilah syarat yang diberikan oleh orangtua kepada saya apabila ingin menjadi seorang imam.

Dikala itu, saya sangat senang mendengar jawaban dari orangtua walaupun mereka tidak secara langsung menyakininya juga. Dihari esoknya, saya memberitahukan kepada Paman bahwa saya ingin menjadi imam. Paman langsung menjawab dengan nada senang dan bahagia akan kata-kata saya dan ia pun segera memberikan saya doa-doa dasar katolik yang harus saya hafal, sebab syarat utama menjadi imam itu harus tahu doa-doa dasar katolik yakni Syahadat, Bapa kami, Salam Maria, Kemuliaan dan doa-doa lainnya.

Disaat saya mulai melanjutkan sekolah di SMP, panggilan ingin menjadi seorang imam sudah tidak ada lagi. Panggilan Tuhan sudah tidak terdengar dari dalam hati. Saya mulai terinspirasi menjadi seorang tentara, karena selama SMP, saya sering menghabiskan waktu untuk bermain perang-perangan dengan teman-teman. Walaupun saya sangat rutin pergi ke gereja bahkan dalam seminggu kadang ada 4 kali ke gereja, baik itu sepulang sekolah maupun jadwal yang diumumkan oleh Ketua Dewan stasi. Itupun tidak membuat saya untuk semakin tertarik menjadi imam lagi.

Setelah tamat mengikuti pendidikan di SMP, saya bingung hendak lanjut kemana, apakah di kampung atau keluar kota. Satu  minggu setelah Ujian Nasional (UN) Paman datang ke rumah dan ia kembali menanyakan apakah saya masih tetap mau menadi imam atau tidak. Saya menjadi bimbang mau bilang apa kepada Paman dan Orangtua. 

Melihat orangtua yang tetap masih diam membisu dengan nada pelan saya menjawab "YA" mau menjadi imam.  Mendengar keputusan ini orangtua sangat bahagia akan pilihan saya, sehingga membuat mereka mengeluarkan air mata karena kebahagiaan. Saat ini, orangtua tidak meragukan saya lagi akan pilihan ini, sebab kini saatnya saya akan melanjutkan sekolah di Seminari Menengah-Sibolga.

Beberapa hari kemudian, Paman membawa saya ke Seminari Menengah St. Petrus, Aektolang- Sibolga untuk mengikuti tes. Pertama saya menginjakkan kaki di Seminari Menengah saya berkata dalam hati bahwa saya pasti bisa tinggal disini. Selama 3 hari di Seminari saya mengikuti beberapa tes yang dipandu oleh seorang Frater OSC. Tes yang saya ikuti ialah Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Agama, IQ, EQ dan Wawancara. 

Dalam 3 hari itu, saya tidak merasa nyaman, sebab teman berbicara atau mengobrol tidak ada. Selama disitu saya selalu sendirian tanpa seorang pun teman yang bisa diajak bicara. Tahun pertama di seminari saya duduk di kelas Gramatica. Sekitar tiga minggu saya mulai krasan. Banyak teman-teman yang suka diajak bicara bahkan bermain-main. Di tahun pertama ini banyak suka-duka yang saya alami. Di tahun kedua kelas Syntaxis, hidup panggilan saya hanya begitu-begitu saja tidak ada perkembangan. Saya hanya mengikuti aturan seperti mana layaknya tinggal di Asrama. Selama tahun ini saya tidak mengalami panggilan Tuhan dalam diri. Semuanya berjalan begitu saja tanpa makna.

Di tahun ketiga, melihat perkembangan pribadi saya yang sudah mulai dewasa, banyak pergulatan-pergulatan yang saya alami dalam memenuhi panggilan Tuhan, baik itu soal lawan jenis maupun pergaulan diluar Seminari. Dengan kecerobohan hati saya ingin meninggalkan panggilan Tuhan, karena pergaulan dengan lawan jenis. Saya masih belum mempertimbangkannya secara sehat dan matang. Keputusan ini muncul secara mendadak dari pikiran demi untuk si dia. 

Dikala itu, saya mencoba memberitahukan kepada orangtua bahwa saya ingin keluar dari Seminari dengan berbagai macam alasan. Soal lawan jenis saya tidak memberitahukannya. Setelah saya menyampaikan keputusan saya ini kepada orangtua melalui hp, mama merasa sedih bahkan menangis. 

Mama pun bingung mau bilang apa, dia hanya berkata bahwa "dulu kamu yang bilang mau menjadi imam, sekarang kamu mau keluar dari Seminari", selesaikanlah belajarmu di situ, setelah itu terserah kamu mau lanjut kemana. Disaat saya mendengar ucapan dari mama dengan nada suara lemah, saya mulai kembali merenungkan akan panggilan yang jalani, mencoba untuk mendengar suara hati, apakah saya benar-benar mau menjadi imam atau tidak. 

Satu minggu saya mengalami banyak pergumulan-pergumulan, bimbang apa yang hendak saya pilih, keluar atau masih melanjut. Selama satu minggu itu saya terus-menerus merenungkan panggilan saya. Sesudah itu sebuah suara muncul dari hati saya, saya tahu itu pasti suara Tuhan. Maka dengan tenang saya meresapi suara itu, memetik suatu yang bermakna dalam hidup saya.  Setelah meresapi suara itu, saya tidak lagi bertindak sesuai dengan pikiran melainkan sesuai dengan hati nurani. Maka pada saat itu, saya tidak jadi lagi untuk meninggalkan panggilan Tuhan. Saya mencoba untuk tetap berjuang dan setia pada panggilan Tuhan.

Setelah tamat dari kelas Poesis, saya mencoba untuk menemukan panggilan Tuhan di Biara Kapusin. Pada tanggal 26 Juni 2014, saya memurnikan panggilan saya di LPTK Kapusin Mela-Sibolga. Selama disana saya mengalami berbagai macam pergumulan terhadap panggilan saya. Sekitar 1 bulan lebih di Postulan Kapusin, saya merasa tidak ada perkembangan hanya Salib Tao yang selalu tergantung dileher. Selama tiga hari saya kembali merenungkan panggilan saya. 

Dalam permenungan itu, saya merasa tidak terpanggil menjadi seorang Biarawan. Maka pada tanggal 09 September 2014 saya memutuskan untuk keluar dari Postulan Kapusin dan kembali lagi ke Seminari Menengah di mana saya dididik selama tiga tahun sebelumnya. Pada tanggal 10 September 2014 pagi, saya tiba di Seminari Menengah, disana saya kembali mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung.

Tahun keempat di Seminari Menengah saya duduk di kelas KPA/Rethorihca. Selama menjalani tahun keempat ini, saya merasa bahwa panggilan Tuhan berkembang dalam diri saya. Dengan hati yang teguh untuk menjadi seorang imam, maka saya membuat surat lamaran kepada (Alm) Mgr. Ludovikus Simanullang, OFMcap untuk menjadi Imam Diosesan Sibolga kelak. Berbagai macam persyaratan yang diberikan oleh Bapa Uskup untuk melanjutkan study menjadi imam, dengan hati yang berkobar-kobar saya selalu siap dalam memperlengkapi persyaratan itu. 

Satu minggu kemudian P. Rosindus J M Tae, Pr, sebagai Rektor Seminari Menengah, memanggil saya datang ke kantornya. Di dalam ruangan yang kecil itu, terjadi beberapa tanya-jawab, saya merasa ketakutan disaat Pastor itu berkata bahwa "apabila saya tidak diterima oleh Bapa Uskup, apa yang hendak saya lakukan dan lanjut kemana."  Mendengar ucapan dari Pastor itu, saya merasa takut. 

Bersama dengan rasa takut saya, saya menjawab pertanyaan Pastor itu dengan nada suara pelan bahwa, "aku akan lanjut kuliah ke UNRI Riau". Seusai bercakap-cakap, dengan perasan bangga Pastor itu berkata bahwa saya diterima sembari menyalam saya dan memberikan sebuah amlop yang berisi surat rekomendasi dari Bapa Uskup. Ketika itu, saya merasa bahagia bahwa saya masih memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah saya untuk menjadi seorang imam kelak.

Pada tanggal 20 Agustus 2014, bersama dengan teman-teman pra-unio sibolga datang ke TOR St. Markus-Pematang Siantar untuk memurnikan Panggilan Tuhan di sana. Sekitar 8 bulan di TOR St. Markus, saya menjalani pemurnian panggilan saya sesuai dengan anjuran para formator walaupun diselang waktu saya mengalami kegagalan menurut anjuran mereka. Namun, para formator tetap memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan dalam menjalani panggilan imamat dan masa formatio di Seminari Tinggi St. Petrus.

Di Seminari Tinggi St. Petrus ini saya sungguh-sungguh menapaki jalan panggilan imamat. Mulai sejak tingkat 1 hingga sampai tingkat 6 ini saya selalu berusaha untuk tetap setia pada panggilan Tuhan. Di tempat ini begitu banyak cara atau kegiatan yang dapat saya dilakukan untuk mengembangkan panggilan saya, seperti mengekspresikan diri lewat olahraga, bekerja, membuat kreativitas, dan sebagainya. Selain itu, ada juga saat-saatnya saya menerima pengembangan motivasi panggilan dari para formator, yaitu ketika lectio brevir, rekoleksi komunitas, ret-ret pra unio dan tingkat, bimbingan rohani, pertemuan-pertemuan lainnya. Ini semua tentu saya sadari melalui refleksi-refleksi saya.

Dari hati yang mendalam, selama saya berada di komunitas ini saya selalu siap sedia memberikan diri seutuhnya untuk dibina dan dibentuk, agar menjadi imam yang berguna bagi umat, secara khusus di Keuskupan Sibolga. Oleh karena itu, yang menjadi usaha saya saat ini adalah semakin menguatkan motivasi panggilan dan komitmen diri, agar panggilan Allah yang ada dalam diri saya semakin kuat dan nyata dalam perjalanan hidup dan karya saya di komunitas ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun