Â
Pada hari Minggu ke empat saya pergi ambulation ke Pajak Parluasan sekedar untuk refresing dan sekaligus membeli perlengkapan pribadi seperti: pakaian, sandal dan peralatan mandi. Dipajak Parluasan, saya mengelilingi berbagai lorong sambil membeli apa yang menjadi perlengkapan pribadi saya.ÂSesudah saya selesai belanja, saya melihat kondisi uang saya ternyata tinggal Rp. 4000, lagi. Segera saya kembali ke Seminari. Ditengah perjalanan tepat pada pukul 16:00 WIB Sore, hujan turun lebat dan dihiasi dengan petir yang saling sambar-menyambar di atas kepala saya.Â
Didalam angkot saya melihat seorang gadis tengah duduk didekat pintu sambil mencari perlindungan dari serangan hujan yang ingin membasahi seluruh tubuhnya.Â
Tanpa banyak pikiran, saya mencoba meminta untuk berganti tempat duduk dengannya. Melihat reaksinya, dia merasa malu dan enggan melihat saya, mungkin karena saya memperhatikannya sejak naik.
Di dekat SMA N 5, angkot yang saya naiki mogok tepat di air yang meluap. Sekejab mata saya melirik kebelakang. Waow,,, begitu banyak kendaraan yang mogok!. Semua orang yang ada disitu sibuk mendorong kendaraannya masing-masing. Sementara supir angkot yang saya naiki itu sibuk memperbaiki kemogokannya.Â
Pak supir bingung mau berbuat apa sementara mesin angkot tidak bisa menyala karena kabulatornya sudah basah dan angkot itupun harus didorong ke tempat yang tidak digenang air. Pak Supir mencoba mencari bantuan kepada orang-orang yang ada di sekitar situ, namun ia tidak mendapat satu orang pun. Ia mencoba mendorongnya sendiri, akan tetapi ia tidak mampu.Â
Melihat kondisi Pak Supir dan para penumpang yang sedang cemas dan gelisah, saya tergerak untuk membantu mereka dan menjauhkan perasaan cemas mereka itu. Saya menyuruh Pak Supir agar tetap saja menyetir sementara saya akan mendorong angkot. Pak Supir sangat senang dan bangga atas tindakan saya.
Ketika mau turun, saya kaget melihat air yang semakin meluap dan air itu setinggi lutut saya. Dengan perasaan bimbang saya takut tambah kedinginan dan juga takut pada petir yang selalu tak henti-hentinya berkilat diatas kepala saya dan sambil mengeluarkan suara yang keras seperti baru terjadi peperangan. 'Huuh... sungguh suara yang sangat menakutkan'.Â
Rasa inisiatif muncul kembali untuk membantu Pak Supir. Saya mendorong angkot ketempat yang tidak digenang air. Dengan kekuatan yang saya miliki ketika mendorong angkot itu, banyak orang yang memperhatikan saya sehingga seorang Bapak datang menghampiri saya meminta bangtuan untuk mendorong mobilnya. Sikap rendah hati muncul kembali dari hati saya untuk membantu Bapak itu.Â
Mobilnya adalah Mobil Pick Up L300, yang bermuatan barang-barang perlengkapan dapur. Ketika mendorong mobil itu, tenaga saya terkuras habis dibandingkan mendorong angkot yang tadi. Sesudah itu, Bapak itu memberi saya uang sebesar Rp. 5000 sebagai ucapan terimakasih.Â
Memang nilai uang ini pada zaman sekarang cukup kecil namun bagi saya nilainya sangat tinggi. 'Karena saya tidak punya uang lagi,,, hehehhe'. Memang saya sama sekali tidak mengharapkan uang itu namun bagaimana saya untuk menanggapi ucapan terimakasihnya.Â