Dalam menjalani kemudaan-Nya, Yesus menatap Yerusalem untuk menyempurnakan misi penyelamatan-Nya bagi manusia. Di tengah perjalanan menuju Yerusalem, Yesus bertanya kepada para murid-Nya mengenai pendapat orang banyak dan pendapat mereka sendiri, siapakah diri-Nya yang sesungguhnya. Para murid berkata, "Ada yang mengatakan Elia, Yeremia atau salah seorang dari para Nabi. (Mat 16:14). Yesus tidak puas dengan pendapat orang banyak mengenai diri-Nya. Sebagai orang muda, Yesus tidak mau diri-Nya disamakan dengan orang lain. Karena itu, Yesus bertanya, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?
Pada saat itu, Allah yang meletakkan kata-kata-Nya di mulut Simon Petrus berkata, "Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup" (Mat 16:16). Yesus adalah Mesias yang hidup. Dia pun menyatakan identitas-Nya sebagai Mesias dengan berani beranjak ke Yerusalem untuk menyempurnakan misi-Nya, yaitu menyelamatkan semua manusia melalui jalan penderitaan dan kematian. Sebagai Orang Muda, Yesus menjadi diri-Nya sendiri, yaitu Mesias yang Hidup. Sikap Yesus ini mengajarkan orang muda untuk kembali pada maksud Allah di saat menciptaan diri mereka, yaitu menjadi diri sendiri dalam terang kemudaan Yesus, Mesias, Putra Allah sendiri.
Paus Fransiskus mengakui bahwa salah satu ketakutan "mendasar" dalam diri banyak orang dewasa terhadap orang muda adalah "merasa tidak mencintai, tidak menyukai dan tidak menerima diri apa adanya". Apabila sikap ini sedemikian menguat dalam diri orang muda, maka mereka akan cenderung mencari dan mengubah gambaran diri mereka, bersembunyi di balik topeng dan identitas palsu, bahkan menjadi diri yang palsu. Banyak juga orang muda yang terobsesi dengan godaan untuk mendapatkan sebanyak mungkin "likes" dari media sosial.Â
Ketakutan yang bertubi-tubi dan ketidakpastian muncul dari perasaan tidak cukup ini. Ketakutan lain terhadap orang muda adalah mereka tidak akan bisa mendapatkan perasaan aman dan mereka akan mengalami kesendirian selamanya.Â
Kenyataannya, saat ini ketakutan yang paling menguat dalam diri orang muda bertautan dengan rasa percaya diri. Rasa takut yang sedemikian menghantui orang dewasa ini dipandang wajar karena walaupun orang muda menerima dan memiliki karunia iman serta memiliki jalan untuk menemukan panggilan mereka, namun mereka tetaplah seorang manusia yang mudah dipengaruhi oleh arus zaman.
Menurut Paus Fransiskus, ketika keraguan dan ketakutan membanjiri hati orang muda, diskresi menjadi penting. Diskresi menyanggupkan mereka untuk mengatur semua kebingungan yang menguasai pikiran dan perasaan mereka agar mereka mampu bertindak dengan cara yang tepat dan bijaksana. Dalam proses ini, langkah pertama dalam mengatasi ketakutan adalah mengidentifikasikannya dengan jelas sehingga mereka tidak menyia-nyiakan waktu dan energi karena diikat dan dikuasai oleh hantu-hantu yang kosong dan tidak berwajah. Karena itu, Paus mengundang mereka untuk melihat ke dalam diri dan memberi "nama" pada ketakutan-ketakutan tersebut.
Berkaca pada terang kemudaan Yesus, Paus Fransiskus dengan tegas mengundang orang muda untuk berani menjadi diri sendiri. Bagi Paus, menjadi diri sendiri berarti menyatakan yang terbaik dari dalam diri, terutama melalui perkataan, tindakan, kesederhanaan hidup, kerendahanan hati, dan kekudusan hidup.Â
Apabila mereka mampu menyatakan yang terbaik dari diri mereka sendiri, maka mereka akan mampu menerima seluruh keutuhan diri yang diberikan Allah secara cuma-cuma. Paus menambahkan bahwa menjadi diri sendiri bukan berarti meniru gaya hidup orang lain atau berusaha agar menyamakan diri serupa dengan orang-orang yang diidolakan. Sebaliknya, menjadi diri sendiri berarti dengan rendah hati, mensyukuri rahmat kehidupan yang luar biasa yang dianugerahkan Allah dari isi cinta-Nya.
Paus Fransiskus menghendaki agar orang muda hidup seturut jati diri sendiri sebagai masa kini Allah. Dengan meneladan Yesus yang menjadi Diri-Nya sendiri, orang muda dituntut agar berani hidup dalam teladan dan terang kemudaan-Nya "masing-masing melalui jalannya sendiri." Bagi Paus, hidup yang dianugerahkan Allah kepada mereka merupakan sebuah rahmat yang hidup dan menuntut mereka untuk menerima serta menghidupinya dengan berani menjadi diri sendiri. Dengan demikian, mereka tidak akan merasa takut dan mampu menyatakan yang terbaik dari diri sendiri serta berani mewujudkan kasih Allah kepada keluarga, Gereja, komunitas dan sesama.
Paus Fransiskus yakin bahwa orang muda tidak akan jatuh dalam ketakutan-ketakutan yang tidak jelas atau kultus kemudaan apabila mereka membuka diri dan bersedia bertumbuh sesuai rencana unik yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Mereka harus yakin bahwa Allah memiliki rencana yang luar biasa bagi mereka. Namun jalan yang harus mereka lalui adalah hidup dalam terang kemudaan Yesus supaya hidup mereka menghasilkan buah yang berlimpah.
Karena itu, orang muda harus mengenakan terang kemudaan Yesus di dalam diri mereka. Teladan kemudaan-Nya menghantar mereka dengan kuasa Ilahi-Nya untuk mampu menerima diri serta mampu menyatakan sukacita hidup mereka dengan cinta kasih Allah dalam diri mereka. Dengan demikian, seluruh harapan, mimpi, visi-misi, dan sukacita hidup mereka dilimpahi dengan kasih yang berlimpah dari Allah.