Mohon tunggu...
Pena ReSuPaG
Pena ReSuPaG Mohon Tunggu... Guru - "Jangan pernah ragu meniru penulis lain. Setiap seniman yang tengah mengasah keterampilannya membutuhkan model. Pada akhirnya, Anda akan menemukan gaya sendiri dan menanggalkan kulit penulis yang Anda tiru" (William Zinsser)

Penikmat Kertas-Pena dan Kopi-....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pewahyuan Diri Allah sebagai "Deus Humanissimus"

12 November 2021   16:54 Diperbarui: 12 November 2021   17:12 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deus humanissimus (tagar.id)

Schillebeeckx merekonstruksi isi dan wujud pewahyuan Allah dalam diri Yesus Kristus dan hal ihwal tentang-Nya dalam peristiwa Yesus Kristus, yaitu pribadi-Nya, hidup dan karya pewartaan (baik melalui perkataan maupun perbuatan), wafat dan kebangkitan serta kemuliaan-Nya.

Selama hidup dan berkarya di dunia, Yesus memaklumkan isi pewartaan-Nya dalam bentuk perumpamaan dan Sabda Bahagia mengenai kedatangan Kerajaan Allah. Karajaan Allah memiliki makna kasih yang universal dan tanpa syarat dari Allah sendiri kepada manusia. Kabar gembira yang diwartakan tersebut diwujudkan dalam praktik hidup Yesus sendiri: 

"Dalam mukjizat-mukjizat yang Ia kerjakan, dalam sikap kasih-Nya kepada para pemungut bea cukai dan pendosa, dalam tawaran-Nya kepada para pengikut-Nya untuk turut serta dalam perjamuan bersama, dalam sikap-Nya terhadap hukum, terhadap Sabat, terhadap Bait Allah, serta dalam hidup bersama dengan murid-murid-Nya".

Atas dasar hubungan yang sangat erat dengan Allah Bapa, Yesus menyatakan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat dan tidak terpisahkan antara diri dan hidup-Nya. Dengan perwujudan dan kedatangan Kerajaan Allah, dalam diri dan hidup-Nya Allah sendiri bertindak, Allah sendiri hadir.

Berkaitan dengan pengalaman penderitaan dan wafat-Nya, secara teologis harus dibedakan dalam bentuk dua pertanyaan mendasar: "Apakah Yesus Kristus menghayati pengalaman tersebut semata-mata sebagai nasib dan kegagalan atau apakah Dia menghayatinya dalam penyerahan diri yang bebas dalam iman akan kesetiaan Allah dan masa depan yang akan dianugerahkan-Nya?" 

Kedua pertanyaan ini patut diajukan sebab penderitaan dan kematiaan-Nya di salib dilihat sebagai nasib dan kegagalan dalam karya-Nya, maka kematiaan-Nya mungkin masih menjadi alasan bagi tindakan pewahyuan baru dari Allah dan kekuasaan-Nya dan peristiwa wafat itu sendiri tidak dapat dipahami lagi sebagai peristiwa keselamatan dan ungkapan kasih Allah kepada manusia.

Dengan membangkitkan Yesus dari alam maut, Allah mengoreksi apa yang diperbuat manusia terhadap Yesus. Yesus Kristus, dalam pewartaan dan praksis hidup-Nya dinyatakan benar oleh Allah. Dengan demikian, Allah menganugerahkan masa depan kepada Yesus Kristus, sebagai nabi eskatologis.

Yesus, melalui diri dan pelayanan publik-Nya menghadirkan dan menarik orang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah: "Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu" (Luk 11:20). 

Karena Kerajaan Allah akan hadir secara eskatologis, Yesus dalam pelayanan publik-Nya mempersiapkan Gereja dengan memilih dua belas rasul sebagai fondasi berdirinya Gereja sebagai kelanjutan karya keselamatan Allah di dunia setelah kenaikan-Nya ke surga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun