Sementara itu, "paham" lebih seperti kompas yang membimbing kita ke pemahaman yang lebih dalam. Ketika kita paham tentang fisika, kita tidak hanya bisa menggunakan rumus, tapi juga bisa menjelaskan fenomena alam, memprediksi hasil percobaan, bahkan mungkin menciptakan teknologi baru.
Perbedaan ini menjadi lebih jelas jika kita lihat dari segi ontologi (hakikat sesuatu), epistemologi (cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologi (nilai dan keyakinan). Orang yang paham biasanya lebih kritis dalam menerima informasi, lebih fleksibel dalam berpikir, dan lebih objektif dalam menilai.
Penelitian terbaru mendukung pentingnya pemahaman mendalam ini. Misalnya, Schank & Cleary (2015) menemukan bahwa orang yang benar-benar paham suatu konsep bisa menggunakannya dalam berbagai situasi yang berbeda. Ini berbeda dengan orang yang hanya tahu, yang mungkin kesulitan jika dihadapkan pada situasi baru.
Brookfield (2017) juga menekankan pentingnya refleksi kritis dalam proses pemahaman. Menurutnya, kita perlu terus mengevaluasi asumsi dan nilai-nilai kita sendiri untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.
Dalam dunia pendidikan, McDermott (2020) menganjurkan metode pembelajaran yang fokus pada pemahaman mendalam, bukan sekadar menghafal informasi. Ini penting untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks.
Begitu pentingnya belajar berfilsafat sejak dini, karena filosofi memberikan alat yang kuat untuk mengembangkan pemahaman mendalam ini. Lipman (2017) dalam bukunya "Philosophy Goes to School" menegaskan bahwa mengajarkan filsafat kepada anak-anak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan etis mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Gorard et al. (2015) menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam program filsafat untuk anak menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan penalaran dan keterampilan sosial.
Lebih lanjut, Trickey & Topping (2014) dalam studi meta-analisis mereka menemukan bahwa pendidikan filosofi untuk anak-anak memiliki dampak positif pada kemampuan kognitif, termasuk pemahaman bacaan dan matematika. Ini menunjukkan bahwa belajar berfilsafat tidak hanya meningkatkan kemampuan berpikir abstrak, tetapi juga membantu dalam bidang akademik lainnya.
Dalam konteks dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, kemampuan untuk berpikir secara filosofis menjadi semakin penting. Nussbaum (2018) dalam bukunya "Not for Profit: Why Democracy Needs the Humanities" berpendapat bahwa pendidikan filosofi penting untuk mempertahankan demokrasi dan mengatasi tantangan global. Ia menekankan bahwa kemampuan untuk berpikir kritis, berempati, dan memahami perspektif yang berbeda - semua keterampilan yang dikembangkan melalui filosofi - sangat penting dalam masyarakat yang beragam dan saling terhubung.
Jadi, perjalanan dari tahu menuju paham adalah proses yang terus berlanjut, dan filosofi menyediakan alat yang berharga dalam perjalanan ini. Kita terus belajar, bertanya, dan menghubungkan informasi. Dengan memahami perbedaan antara tahu dan paham, serta mengembangkan kemampuan berpikir filosofis sejak dini, kita bisa menjadi penjelajah pengetahuan yang lebih baik, siap menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.
Referensi:
- Brookfield, S. D. (2017). Becoming a critically reflective teacher. John Wiley & Sons.
- Gorard, S., Siddiqui, N., & See, B. H. (2015). Philosophy for Children: Evaluation report and executive summary. Education Endowment Foundation.
- Lipman, M. (2017). Philosophy goes to school. Temple University Press.
- McDermott, L. C. (2020). A perspective on teacher preparation in physics and other sciences: The need for special science courses for teachers. Science Education, 104(2), 188-205.
- Nussbaum, M. C. (2018). Not for profit: Why democracy needs the humanities. Princeton University Press.
- Schank, R. C., & Cleary, C. (2015). Making machines smart. Cognitive Science, 39(7), 1543-1552.
- Trickey, S., & Topping, K. J. (2014). Philosophy for children: a systematic review. Research Papers in Education, 29(3), 349-378.
Semoga bermanfaat. Masalah setuju atau tidak silahkan diview beberapa referensi yang dijadikan basis analisis argumen dalam redaksinya, dan jangan lupa tinggalkan komentar yang konstruktif baik berguna atau tidak berguna, sebagai sarana refleksi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H