Secara aksioma, seseorang yang berpikir secara mendalam (radikal) berarti berfilsafat dengan sebutan filosof yang mencintai kebijaksanaan. Maka dengan berfilsafat, kita tidak perlu takut untuk belajar dan mencari pengetahuan baru. Justru, filsafat membantu kita untuk memahami dunia dengan lebih baik dan menjadi pribadi yang lebih bijaksana.
Jika dilihat dari segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat berarti sudah melakukan aktivitas didalam otak yang dinamakan berpikir. Namun tidak semua orang yang berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat merupakan tindakan berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh (sampai bertemu dengan akar). Sebuah semboya dikatakan bahwa "Setiap manusia adalah filosof".
Semboyan ini benar karena pada dasarkan manusia melakukan aktivitas otak 100% setiap hari klaim dari Dokter Ryu Hasan seorang ahli saraf (neurologist) terkenal di Indonesia. Ia dikenal melalui berbagai kontribusinya di bidang kesehatan, terutama neurologi. , namun tidak sepenuhnya terverifikasi kebenarannya. Namun tidak sepenuhnya dapat dikatakan benar secara umum bahwa "Setiap manusia adalah filosof", karena tidak semua manusia yang berpikir adalah filosof.
Jadi dapat kita simpulkan bersama, bahwa filosof hanyalah orang yang memikirkan "hakikat sesuatu" dengan sungguh-sungguh dan mendalam sampai keakar-akarnya.
Misalkan muncul pertanyaan yang sering diucapkan pada entitas komunal yang sebenarnya berminat menyelami filsafat namun merasa inferior dengan dogma agama tertentu. "Apakah berfilsafat bertentangan dengan dogma agama?"
Berfilsafat tidak bertentangan dengan agama. Keduanya dapat saling melengkapi dalam pencarian kebenaran dan pemahaman realitas. Filsafat justru menyediakan alat analisis rasional untuk memahami ajaran agama secara lebih mendalam. Sementara agama memberikan fondasi moral dan spiritual bagi pemikiran filosofis. Banyak pemikir muslim seperti Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd telah memadukan filsafat dengan agama dalam karya-karya mereka.
Al-Ghazali dalam "Tahāfut al-Falāsifah" mengkritik beberapa pandangan filsuf, namun tetap menggunakan metode filosofis. Ibnu Rusyd dalam "Tahāfut al-Tahāfut" berupaya mendamaikan filsafat dengan agama (Fakhry, 2004). Selanjutnya Al-Qur'an sendiri mendorong perenungan dan pemikiran, misalnya dalam Surah Ali 'Imran ayat 190-191 yang mengajak untuk merenungkan penciptaan alam semesta.
Maka mari kita berani berfilsafat dan membuka cakrawala pengetahuan kita!
Urgensi Atau Normalisasi: Perlunya Filsafat Untuk "Tahu Menuju Paham"
Di lautan informasi yang luas atau dalam bahasa sederhana secara kodrati lahiriah, kita semua merupakan penjelajah yang haus akan pengetahuan. Dalam perjalanan ini, kita sering menemui dua kata kunci: tahu dan paham. Meskipun terlihat mirip, keduanya memiliki perbedaan yang cukup besar dalam memengaruhi bagaimana kita memahami dunia di sekitar kita.
Bayangkan "tahu" seperti peta sederhana. Ia memberi tahu kita bahwa sesuatu ada, tapi tidak selalu menjelaskan apa artinya. Misalnya, kita mungkin tahu rumus fisika, tapi belum tentu bisa menjelaskan mengapa rumus itu penting atau bagaimana ia bekerja dalam kehidupan sehari-hari.