Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Writer

Tulisan yang baik, adalah tulisan yang dibaca, direnungi, dan direduksi sejauh mana rasionalitasnya bukan hanya sekedar menulis untuk dikutip namun tidak mengerti isinya - halalkiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pancasila dan Pluralisme Spiritual: Ruang Bagi "Bertuhan Tanpa Agama" dan "Beragama Tanpa Tuhan" di Indonesia

8 Juli 2024   11:00 Diperbarui: 8 Juli 2024   16:54 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tidak Mewakili Keyakinan dan Mahzab Apapun Tentang "Bertuhan Tanpa Agama" dan "Beragama Tanpa Tuhan". Sumber gambar: Bing image creator

Makadari itu, konsep "bertuhan tanpa agama" dalam kerangka Pancasila mencerminkan fleksibilitas dan inklusivitas dasar negara Indonesia.

Meskipun masih ada tantangan dalam implementasinya, perkembangan hukum dan interpretasi Pancasila yang lebih inklusif membuka ruang bagi ekspresi spiritual yang beragam, sambil tetap menjaga kohesi sosial dan nilai-nilai bersama bangsa Indonesia.

"Beragama tanpa Tuhan" dan Toleransi Pancasila

Ilustrasi Toleransi Beragama. Sumber gambar: Bing image creator
Ilustrasi Toleransi Beragama. Sumber gambar: Bing image creator

Sebaliknya, "beragama tanpa Tuhan" merujuk pada praktik spiritual yang mungkin tidak mengakui keberadaan Tuhan. Contoh dari praktik ini dapat ditemukan dalam tradisi agama-agama tertentu seperti Buddhisme atau Jainisme yang lebih menekankan pada filsafat dan etika daripada konsep ketuhanan (Harvey, 2013). Pancasila, dengan penekanan pada kemanusiaan dan persatuan, mendukung keberadaan kelompok-kelompok ini dalam masyarakat Indonesia. Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan Indonesia mendorong penghormatan terhadap perbedaan keyakinan dan praktik spiritual (Hidayat, 2019).

Analisis lebih lanjut mengenai konsep "beragama tanpa Tuhan" dalam konteks Indonesia perlu mempertimbangkan kompleksitas sejarah dan keragaman budaya negara ini. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, namun juga memiliki enam agama resmi yang diakui negara, menghadapi tantangan unik dalam menyeimbangkan kebebasan beragama dengan identitas nasional yang kuat.

Melalui dasar hukum yang berlaku, yaitu Pertama, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Meskipun UUD 1945 menjamin kebebasan beragama, interpretasi dan implementasi hukum ini telah menjadi subjek perdebatan, terutama terkait dengan pengakuan terhadap kepercayaan yang tidak mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 membuka jalan bagi pengakuan aliran kepercayaan dalam dokumen kependudukan, yang merupakan langkah signifikan menuju pengakuan yang lebih luas terhadap keragaman spiritual di Indonesia. Namun, implementasi putusan ini masih menghadapi tantangan di tingkat masyarakat dan birokrasi.

Selanjutnya dalil agama di Indonesia dalam konteks Islam, yang merupakan agama mayoritas di Indonesia, konsep toleransi beragama dapat ditemukan dalam Al-Quran Surah Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." Ayat ini sering ditafsirkan sebagai landasan untuk menghormati perbedaan keyakinan.

Adapun dalam tradisi Hindu, konsep "Ekam Sat Vipra Bahuda Vadanti" (Kebenaran itu satu, orang bijak menyebutnya dengan berbagai nama) dari Rig Veda menekankan pada pluralisme dan pengakuan terhadap berbagai jalan menuju kebenaran spiritual. Buddhisme, yang tidak menekankan pada konsep ketuhanan personal, mengajarkan tentang cinta kasih universal (metta) dan welas asih (karuna) terhadap semua makhluk, yang dapat ditafsirkan sebagai dasar untuk toleransi dan penghormatan terhadap keragaman keyakinan.

Selanjutnya adanya relevansi teori:
1. Teori Pluralisme Agama dari John Hick:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun