Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Writer from STKIP PGRI NGANJUK

Yang biasa bilang Salam LITERASI seharusnya perlu introspeksi sejauh mana berliterasi, apa jangan-jangan hanya sekedar ucapan tanpa aktualisasi agar mendapat apreasiasi? - Rengga Yudha Santoso (a.k.a halalkiri)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguji Eksistensi Civic Values dan Civil Society: Bagian #2

7 Juli 2024   18:00 Diperbarui: 8 Juli 2024   03:30 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rechtsvinding Hingga Rechtvorming: Peran Hakim Dalam Menggali Kebenaran dan Keadilan

DISCLAIMER:

  • Tulisan ini di dedikasikan sebagai respon dan bentuk kepedulian dan empati penulis sebagai akademikus untuk memberikan sedikit sumbangsih pemikiran dalam kasus kematian Afif Maulana (siswa SMP usia 13 tahun - Jasad Afif ditemukan di bawah Jembatan Kuranji oleh seorang pegawai cafe pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Temuan mayat bocah tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Kuranji - Padang Sumatera Barat) yang meninggal dunia "diduga" dianiaya "oknum" Polisi.
  • Karya penulis akan disajikan dalam berbentuk Tetralogi. Tetralogi merupakan serangkaian 4 (empat) karya seni yang saling berhubungan, namun akan saling terkait dalam bentuk essai. Selamat membaca.

Tulisan ini sebagai lanjutan dari tulisan sebelumnya melalui pendekatan filosofis/filsafat dialektika kesadaran hegel. Maka saat ini penulis mengajak pembaca pada bagian selanjutnya dengan pendekatan Rechtsvinding dan Rechtvorming.

Kasus kematian Afif Maulana telah menarik perhatian masyarakat luas dan menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana sistem peradilan kita bekerja untuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami dua konsep penting dalam hukum, yaitu Rechtsvinding dan Rechtvorming. Artikel ini akan mengeksplorasi peran hakim dalam dua pendekatan ini dan bagaimana mereka dapat memastikan integritas serta keadilan dalam proses hukum.

Apa itu Rechtsvinding dan Rechtvorming?

  • Rechtsvinding: Secara harfiah berarti "penemuan hukum". Ini adalah proses di mana hakim menemukan hukum yang berlaku dalam kasus tertentu. Mereka tidak hanya menerapkan hukum yang sudah ada, tetapi juga menggali lebih dalam untuk menemukan prinsip-prinsip yang relevan dan sesuai dengan konteks kasus yang dihadapi.
  • Rechtvorming: Berarti "pembentukan hukum". Ini adalah proses di mana hakim berperan dalam menciptakan atau membentuk hukum baru melalui putusan mereka. Dalam beberapa kasus, hukum yang ada mungkin tidak cukup jelas atau memadai, sehingga hakim harus berinovasi dan menciptakan preseden baru yang bisa dijadikan acuan di masa mendatang.

Secara struktural Indonesia, bahwa tindakan hakim dalam melakukan Rechtsvinding Hingga Rechtvorming dipengaruhi oleh aliran Legisme, yang menyatakan bahwa semua hukum bersumber dari pembentuk undang-undang, yaitu DPR RI (Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945). Penemuan hukum di Indonesia mencakup dua aspek:

  • Heteronom: Hakim terikat oleh Pe-UU-An yang berlaku, & harus memutus perkara sesuai dengan dalil hukum yang diajukan (menekan pada kepastian & ketertiban).
  • Otonom: Hakim memiliki kebebasan menafsirkan & menerapkan hukum sesuai dengan kondisi tertentu (menekan pada keadilan).

Penemuan hukum (rechtsvinding) merupakan proses kreatif hakim dalam menemukan dan merumuskan norma hukum baru untuk mengisi kekosongan hukum untuk menyelesaikan perkara hukum. Rechtsvinding bukan sekedar menerapkan undang-undang secara kaku, namun juga mempertimbangkan aspek nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum (sepemikiran dengan Progresifitas Hukum). Seorang hakim dalam melakukan rechtsvinding harus mempertimbangkan beberapa aspek: Kelogisan berpikir, Interpretasi untuk melakukan kreatifitas berhukum dalam menuju keadilan substansiil dan prosedural, sehingga mampu menjadi rujukan/yurisprudensi bagi hakim lainnya.

Selanjutnya rechtsvorming merujuk pada proses pembentukan atau penciptaan hukum baru. Tindakan ini biasanya adalah fungsi dari badan legislatif, yang membuat undang-undang baru. Namun, dalam sistem common law, pengadilan juga dapat terlibat dalam pembentukan hukum melalui preseden yang mengikat. Dalam konteks civil law, hakim juga bisa berkontribusi pada pembentukan hukum, terutama ketika mereka menghadapi kasus-kasus yang belum diatur dalam undang-undang.

Adapun perbedaan utama antara keduanya

  • Sumber: Rechtsvinding bekerja dengan hukum yang sudah ada, sementara rechtsvorming menciptakan hukum baru.
  • Pelaku: Rechtsvinding umumnya dilakukan oleh hakim dan praktisi hukum, sedangkan rechtsvorming terutama dilakukan oleh legislator, meskipun hakim juga bisa berperan.
  • Proses: Rechtsvinding melibatkan interpretasi dan penerapan, sementara rechtsvorming melibatkan penciptaan dan formulasi.
  • Fleksibilitas: Rechtsvinding memiliki fleksibilitas dalam menafsirkan hukum, sedangkan rechtsvorming memiliki kebebasan lebih besar untuk membentuk aturan baru.

Dalam proses ini, hakim harus memperhatikan beberapa prinsip penting:

  • Asas ius curia novit (hakim dianggap tahu hukum)
  • Larangan menolak perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas
  • Kewajiban untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat

Metode penemuan hukum hakim. Sumber gambar: slide ppt bahan ajar penulis.
Metode penemuan hukum hakim. Sumber gambar: slide ppt bahan ajar penulis.

Penemuan hukum merupakan "keniscayaan" dalam praktik peradilan, namun hal ini secara statistik hanya berapa % dari seluruh total Hakim di Indonesia yang melakukannya dengan hati dan nurani. Penting bagi hakim untuk melakukannya secara hati-hati, transparan, dan bertanggung jawab, sehingga kebutuhan akan terciptanya perlindungan hingga pemenuhan rasa keadilan di masyarakat terpenuhi (progresifitas).

Penemuan hukum hingga pembentukan hukum harus tetap berlandaskan pada nilai, moral, dan etika Pancasila & UUD NRI 1945 untuk berkeadilan & berkemanfaatan bagi masyarakat Indonesia.

Peran Hakim dalam Menemukan Kebenaran (Rechtsvinding)

Pada kasus kematian Afif Maulana, peran hakim sangat penting dalam proses Rechtsvinding. Hakim harus:

  1. Menganalisis Fakta: Mengumpulkan dan menganalisis semua fakta terkait kasus ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kejadian yang sebenarnya.
  2. Menginterpretasikan Hukum: Menafsirkan undang-undang yang relevan dengan mempertimbangkan konteks dan keunikan kasus.
  3. Menggunakan Prinsip-prinsip Keadilan: Memastikan bahwa interpretasi hukum yang dilakukan tidak hanya berpegang pada teks undang-undang, tetapi juga pada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan.

Lebih lengkapnya sebagai berikut:

Identifikasi masalah. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Identifikasi masalah. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Penelusuran sumber hukum. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Penelusuran sumber hukum. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Interpretasi hukum.  Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Interpretasi hukum.  Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Konstruksi hukum. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Konstruksi hukum. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Penerapan hukum pada kasus. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Penerapan hukum pada kasus. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Pertimbangan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Pertimbangan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Pengambilan keputusan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Pengambilan keputusan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Formulasi putusan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.
Formulasi putusan. Sumber gambar:  slide ppt bahan ajar penulis.

Peran Hakim dalam Membentuk Hukum Baru (Rechtvorming)

Dalam beberapa situasi, hakim mungkin menemukan bahwa hukum yang ada tidak cukup memadai untuk menyelesaikan kasus dengan adil. Dalam konteks ini, hakim harus:

  1. Menciptakan Preseden Baru: Membuat putusan yang dapat menjadi acuan bagi kasus serupa di masa mendatang.
  2. Menerapkan Inovasi Hukum: Mengembangkan interpretasi baru dari hukum yang ada atau menciptakan norma hukum baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
  3. Melibatkan Prinsip Moral dan Etika: Memastikan bahwa hukum baru yang dibentuk didasarkan pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat.

Masyarakat dan Keadilan

Untuk memastikan bahwa sistem peradilan dapat berfungsi dengan baik, dukungan dan pemahaman dari masyarakat sangatlah penting. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  • Edukasi Hukum: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban hukum mereka.
  • Transparansi Proses Hukum: Memastikan bahwa proses hukum berlangsung secara terbuka dan transparan.
  • Partisipasi Masyarakat: Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses peradilan, misalnya melalui saksi atau advokasi.

Kesimpulan

Hakim memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan keadilan dan integritas hukum melalui Rechtsvinding dan Rechtvorming. Dalam kasus kematian Afif Maulana, peran ini menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa kebenaran terungkap dan keadilan ditegakkan. Dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat juga diperlukan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan transparan. Dengan memahami dan mendukung proses ini, kita semua bisa berkontribusi pada penegakan hukum yang lebih baik dan adil.

Meskipun dalam kasus ini adanya "impunitas" atau kekebalan hukum seharusnya tidak berlaku dalam sistem hukum yang adil. Meskipun ada anggapan bahwa penegak hukum seperti polisi memiliki "kebal hukum", pada prinsipnya mereka tetap dapat diproses secara prosedur pidana jika melakukan tindak pidana karena tidak dilingkungan militer. Beberapa poin penting terkait hal ini:

  1. Prinsip kesetaraan di hadapan hukum: Semua warga negara, termasuk penegak hukum, harus diperlakukan sama di mata hukum.
  2. Mekanisme pengawasan internal: Institusi kepolisian biasanya memiliki divisi urusan internal yang bertugas menyelidiki pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
  3. Proses hukum: Jika seorang polisi diduga melakukan tindak pidana, mereka dapat diinvestigasi, dituntut, dan diadili melalui sistem peradilan pidana.
  4. Tantangan praktis: Meskipun secara teori polisi dapat diproses, dalam praktiknya mungkin ada tantangan seperti solidaritas sesama anggota atau hambatan birokrasi.
  5. Peran pengawasan eksternal: Lembaga seperti Komisi Kepolisian Nasional atau Ombudsman dapat berperan dalam memastikan akuntabilitas polisi.

Hal ini menjadi diskursus untuk dicatat bahwa proses hukum terhadap penegak hukum harus dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan terhadap mereka yang bertugas menegakkan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun