A. PENDAHULUAN
Meningkatnya pertumbuhan penududuk serta kurangnya lahan pemukiman menyebabkan banyaknya daerah-daerah kumuh akibat kepadatan dan penumpukan lahan yang diperoleh. Pemukiman kumuh sendiri adalah keadaan lingkungan hunian dengan kualitas yang sangat tidak layak huni, dengan ciri-ciri antara lain kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayaninya sarana dan prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan kehidupan dan penghidupan penghuninya. Permasalahan permukiman menjadi fenomena yang sangat diberi perhatian di kehidupan perkotaan saat ini. Pertambahan penduduk yang tidak terkendali, urbanisasi serta kekurangan ketersediaan lahan menjadi alasan masalah ini muncul.
Peran pemerintah atau elite politik sangat dibutuhkan demi membangun perkotaan yang lebih baik. Dimana peran pemerintah sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk didalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan system pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Dengan adanya sistem desentralisasi yang diterapkan di Indonesia saat ini untuk memberikan ruang kebebasan dan kreativitas yang diharapkan mampu melahirkan kebijakan-kebijakan solutif dan inovatif oleh setiap pemerintah daerah untuk menyelesaikan urusan dalam pemerintahan daerah mereka, salah satunya dalam urusan penyelesaian masalah, setiap kepala daerah diberi keleluasaan untuk menyelesaikan permasalahan ini di kota mereka masing-masing.
B. PEMBAHASAN
Telah kita ketahui Bersama terkait sebuah kebijakan publik yang merupakan segala hal yang memang harus diputuskan oleh pemerintah dan harus mendapatkan persetujuan pemerintah sebagai sebuah Lembaga eksekutif yang memiliki wewenang yang besar terhadap proses pemenuhan perizinan dan juga berkaitan dengan sah atau tidaknya suatu tindakan dilakukan. Jelas kebijakan yang berlaku ini menunjukkan tentang bagaimana sebuah pemerintah memiliki sebuah otoritas untuk dapat membuat kebijakan tersebut. Akan tetapi sebuah pembuatan kebijakan yang ideal merupakan bentuk dari sebuah dialog antara masyarakat dengan pemerintah yang menjadikan sebuah arah kebijakan tidak bersifat satu arah dan fokus.
Adanya undang-undang yang mengatur tentang perumahan dan pemukiman seharusnya dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat perkotaan. Pemukiman kumuh adalah salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Namun, ada beberapa faktor yang timbul dan menimbulkan hambatan dalam penyelesaian permasalahan ini. seperti, Adanya monopoli tanah oleh swasta yang seharusnya dijadikan sebagai pemukiman warga, justru disewakan kepada capital/swasta demi meraih keuntungan.
Sebelumnya pada Masa Jokowi dan Ahok menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Pemukiman di daerah Bukit Duri dan Kampung Pulo sudah menerima simpati dari gubernur jakarta tersebut, pada 2012. Pada 6 Oktober 2012 Jokowi mendengarkan paparan yang di lakukan sandyawan yang membahas mengenai rencana pembangunan Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri. Setelah itu Jokowi juga menjanjikan dukungannya untuk melaksanakan rancangan pembangunan itu. sekitar Sungai Ciliwung di daerah Bukit Duri dan Kampung Pulo berhasil di gusur dengan janji politik akan memberikan Tempat Hunian baru yang jauh lebih layak dibandingkan yang saat ini mereka huni. Namun sampai 2019 lalu belum ada realisasinya. Pemerintah malah membuat RUSNAWA (Rumah Susun Sewa) dimana hal tersebut bukanlah janji mereka ada saat penggusuran atas normalisasi sungai Ciliwung.
Pada masa kepemimpinan Anies Baswedan, pun sama, proyek Rumah susun untuk warga Bukit Duri dan Kampung Pulo belum juga terealisasi, pada 2017 lalu pemerintah baru membuat pemetaan lokasi pembangunan dan pendataan warga yang terkena penggusuran pada beberapa tahun lalu. Terhambatnya pembangunan Rumah Susun Bukit Duri dikarenakan kurangnya dana namun tetap digunakannya pendekatan Relokasi secara bertahap untuk bukit duri dan kampung pulo ini. Untuk masyarakat yang terkena Relokasi dapat mendaftarkan diri melalui Formulir yang dapat dibeli seharga Rp.150.000-350.000, dan untuk warga relokasi akan dipindahkan ke Runawa di Rawa Bebek Cakung.
Para waraga berharap mereka dapat menjadikan Rusunawa tersebut untuk tempat mencari Uang.Pemerintah sendiri ingin menerapkan sistem Eco City kedalam Relokasi Bukir Duri dan Kampung Pulo namun Jika kita lihat dengan seksama dalam kasus penggusuran ini, terjadi peran elit disini yang bermain sehingga membuat kebijakan-kebijakan Normalisasi Sungai Ciliwung yang berdampak pada Relokasi Daerah bukit Duri dan Kampung Pulo, dan mereka pun di khianati oleh para pemerintah dimana di awal penggusuran tidak adanya wacana digantikan dengan Tempat yang harus disewa, maka dari itu  Sampai saat ini pun warga masih menolak adanya penggusuran lanjutan karena proses hukum nya masih berjalan Pengadilan Negri Tata Usaha Negara.
Pemerintah bisa dengan mudahnya menggusur dan merelokasi warga di daerah Bukit Duri dan Kampung Pulo dengan mengganti tempat tinggal dan usaha mereka dengan Rusun yang baru akan tetapi dengan Konsep Sewa, sementara Aset-aset negara yang ada di daerah Ancol, Sudirman, mangga Dua, PIK dan Sekitarnya malah disewakan kepada pihak-pihak swasta dan di jadikan perkantoran dan Cluster tempat tinggal dengan Harga yang fantastis, sementara masih banyak yang seperti Warga Bukit Duri dan Kampung Pulo.