Mohon tunggu...
Rendy Wirawan
Rendy Wirawan Mohon Tunggu... -

fakir ilmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Pentingnya Ikutan #WeLoveBalikpapan"

15 Mei 2018   08:33 Diperbarui: 19 Mei 2018   20:45 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini penulis buat untuk merespon argumen dari Kak Inne dalam kolom kompasiana beberapa waktu lalu. Berikut tautannya "Ngapain Sih Ikutan #WeLoveBalikpapan?"

Percakapan antara Udin dan Adul berlanjut (percakapan sebelumnya lihat tautan) seusai mereka menyantap salome.

Si Udin bertanya,

"Mantap sudah ini, kenyang kah sob?"

Adul merespon,

"Beugh apa lagi kenyang, salome 10 ribu aja mana kenang bosku. Kuy lah gado-gado"

Mereka berdua pun menyantap gado-gado. 

Cerita kemudian dijeda.....

Berlanjut lagi....

"Nah, kalo ini baru kenyang. Kenyang gini aku jadi berasa pintar nah, Din", saut Adul.

"Lantas?", celetuk Udin.

"Anu nah, itu yang tadi #WeLoveBalikpapan. Jadi gini, kan kamu tadi nyinggu masalah Top of Mind, Din. Nah, aku kepo deh, daripada buat-buat hestek ala-ala yang unfaedah gitu, kenapa ga kita secara nyata buat prestasi yang dampaknya jelas. Contoh, Adipura yang tiap tahun kita pertahankan sepertinya bisa membuat Balikpapan jadi 'trending' kok. Banyak orang yang kenal sama Balikpapan. Atau juga kita bisa adain festival-festival yang bisa buat Balikpapan dikenal dan bahkan nambah duit kita, lho!"

Udin membenarkan kaca mata lebarnya, kemudian menjelaskan

"Lah, masih ga paham kau, Dul? Gini, si #WeLoveBalikpapan ini kan mencuat di dunia maya.  Twitter dan Instagram. Disitulah kita membuat captive market untuk Balikpapan. Kalau yang kamu bilang tadi kan itu di dunia nyata. Orang kenal Balikpapan karena Adipura dan festival, tapi kita gak bisa menjangkau kaum milenial atau netijen yang belum pernah denger tentang Balikpapan"

"Oiya ya, bener, Din. Tapi.... Kebayang gak Balikpapan jadi kota yang paling dicintai mengalahkan Paris? Pake akal logika sih rada aneh dan memaksakan. Terlebih proses nya juga ga rigid. Modal voting via medsos apa ya? atau website? Ya gitulah pokoknya. Waaa jelas sih kalau gitu kita menang"

"Terus si, aku pernah baca tujuan WWF ini kan untuk mewujudkan sustainable city ya. memperbaiki trasportasi, tata ruang dan lingkungan. Terus Balikpapan? Ada kemajuan?"

Adul masih bercerita...

"Miris sih, secara logika harusnya Paris menang. Ini menunjukkan satu benang merah, Din. Masyarakat kita, terutama kaum milenialnya, bisa jadi bukan generasi produktif dimana mereka masih sempet ngurusin hal rente begini. Masih bisa voting juga. Paris kalah bukan karena gak dicintai sih, tapi karena warga nya mungkin udah gak perduli, masih banyak hal yang lebih faedah dan produktif untuk dilakukan."

Masih menyambung...

"Nah, selain itu juga kalau kamu bilang ini biar Balikpapan dikenal, terus apa? Udah sekedar tau? Habis menang toh sektor pariwisata juga gak kedongkrak. Bener gak?"

Si Udin membalas...

"Udah? Panjang amat ceramahnya pak.  Kalau pariwisata kurang paham ya. Tapi iya sih ga terasa naik."

"Ya, tho?! Emang unfaedah. Ada ding faedah nya, biar kekinian wkw. Din, kira-kira berapa ya pendanaan yang dihabiskan untuk kampanye gini?", tanya Adul.

"Hemm.... Setauku sih Rp. 0. Karena kampanyenya modal hestek doang dan menggaet komunitas dan sekolah-sekolah.", sahut Udin.

"Mosok, Din? Lah, ngundang pihak-pihak itu kan sewa tempet. Beli wade-wade.", sambut Adul.

"Yaudin lah ga percaya. Susah ah Dul ngomong sama kamu mah bawaannya skeptis mulu", seloroh Udin.

"Wkwkwkw, bukan gitu, Din. Baguslah kalau ga pake pendanaan", balas Adul.

Pada akhirnya, Adul menutup percakapan itu.

"Yaudah lah ya, kalau kamu mau kampanye #WeLoveBalikpapan silahkan aja si. Cuma aku pribadi sih ga mau. Aku cinta Balikpapan, dan menurutku kecintaanku ga perlu aku utarakan dengan hestek gituan. Aktivitas yang menurutku unfaedah itu, Din. Dan akupun gak bangga kalau Balikpapan menang. Wong sejagad raya tetep paham kalau Paris is more loveable."

"Ho'oh, silahkan kalau ga setuju. silahkan juga nyinyir di medsos.  Itu hak mu bos. Yang penting kamu tetep anterin aku pulang", Udin membalas.

"Balik kah? Ayodah.", Adul mengakhiri.

Adul dan Udin memiliki pandangan berbeda. Diskusi santai mereka sangat tajam. Tapi, Adul dan Udin tetap bersahabat. Mereka sadar perbedaan itu biasa dan wajar. Malah terasa hambar kalau semua seragam. Jadi, yang baca kalau punya pendapat beda sama si Adul, bawa sante aja ces. Jangan ngeGas. Jangan juga si Adul dimusuhin abis kamu baca ini.

Teruntuk Udin. Seorang kakak, teman berfikir dan tempat numpang makan.

*Penulis adalah warga Balikpapan yang kecintaannya pada kota ini tidak perlu di ekspresikan dengan #WeLoveBalikpapan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun