Tingginya insidensi kasus HIV pada ibu rumah tangga ini dapat meningkatkan penularan dari suami ke istri. Menurut Kemenkes RI kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya. Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi menularkan virus kepada anaknya, baik terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
"Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak ini dapat menyumbang sekitar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya, termasuk melalui hubungan sex, penggunaan jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman", paparnya.
Patofisiologi AIDS
Menurut Prof. Maksum, Human Immunodeficiency Virus (HIV) umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan obat-obatan terlarang terutama narkoba suntik, dan transmisi vertikal dari ibu ke bayinya, selama proses kelahiran atau melalui air susu ibu. Virus HIV merupakan retrovirus yang dapat menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang. HIV ini dapat menginfeksi dan merusak sel kekebalan seluler yaitu sel T, yang berperan penting dalam sistem imunitas tubuh.
"Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga menurunkan kemampuannya dalam melawan penyakit infeksi dan penyakit lainnya. HIV ini menyerang salah satu sel di dalam sel darah putih, yaitu sel T atau CD4. Sel CD4 ini memiliki peran penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Apabila tidak ditangani sesegera mungkin, infeksi HIV ini dapat menyebabkan kondisi tubuh sangat lemah sehingga tubuh menjadi rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit serius lainnya. Sindrom inilah yang disebut dengan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome dimana sistem kekebalan tubuh sudah tidak mampu lagi melawan mikroba yang masuk ke dalam tubuh penderita. HIV-AIDS merupakan penyakit serius yang berlangsung bertahun-tahun dan dapat berakibat fatal", urainya.
Prof. Maksum menambahkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang perlu diwaspadai dalam perjalanan infeksi HIV.
- Periode jendela atau window period.
- Pada periode ini walaupun tubuh telah terinfeksi HIV, pemeriksaan darah belum ditemukan antibodi terhadap HIV. Namun pada periode ini seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada orang lain, ditandai dengan keberadaan HIV dalam darah (viral load) HIV sangat tinggi dan kadar CD4 yang menurun tajam. Periode ini biasanya berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan sejak infeksi awal.
- Periode laten.
- Pada peride ini biasanya ditandai dengan gejala ringan atau tanpa gejala (asimtomatik). Keberadaan HIV dalam tubuh (Viral load) menurun dan relatif stabil, namun CD4 berangsur-angsur menurun. Tes darah antibodi terhadap HIV menunjukkan hasil reaktif, walaupun gejala penyakit belum timbul.
- Pada fase ini, orang dengan HIV dapat menularkan HIV kepada orang lain.
- Masa tanpa gejala ini rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun, sedangkan masa dengan gejala ringan bisa berlangsung hingga 5-8 tahun.
- Periode AIDS.
- Pada periode AIDS ini sistem kekebalan tubuh telah menurun drastis, nilai viral load semakin tinggi, dan nilai CD4 sangat rendah sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik, antara lain tuberkulosis (TBC), herpes zoster (HZV), kandidiasis oral, pneumonia, infeksi cytomegalovirus, Mycobacterium avium complex (MAC), Toksoplasmosis, dan beberapa jenis kanker.
- Perkembangan dari infeksi HIV menjadi AIDS ditentukan oleh jenis, virulensi virus, dan faktor hospes (daya tahan tubuh). Ada tiga jenis infeksi HIV, yaitu: rapid progressor, berlangsung 2-5 tahun; average progressor, berlangsung 7-15 tahun; dan slow progressor, lebih dari 15 tahun setelah infeksi.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan
Menurut Prof. Maksum, WHO masih menganggap bahwa epidemi HIV ini merupakan  masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Meskipun saat ini belum ada obat yang betul-betul mujarab untuk infeksi HIV, namun kemudahan akses untuk diagnosis, upaya pencegahan, serta akses pengobatan dan perawatan dapat membantu pengidap HIV untuk menjaga kesehatan mereka guna menjalani hidup lebih lama.
Sayangnya hingga saat ini, sejak pertama kali HIV ini diisolasi pada tahun 1983, belum ditemukan vaksin HIV yang efektif. Oleh sebab itu cara pencegahannya adalah dengan memahami cara penularannya dan menghindari penularannya dengan baik. Â Penularan HIV hanya bisa terjadi karena adanya kontak dengan cairan tubuh penderita. Kontak cairan tersebut adalah melalui darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta air susu ibu (ASI). Perlu dicermati juga bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, ataupun sentuhan fisik.
Adapun beberapa cara pencegahan HIV yang dapat dilakukan antara lain adalah, tidak melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV khususnya bagi remaja sebelum menikah; setia pada satu pasangan; menghindari penggunaan narkoba, terutama narkoba suntik secara bersama; edukasi akan pentingnya pengobatan ARV (Antiretroviral), serta pentingnya kepatuhan minum obat, bagi orang yang terinfeksi HIV guna menekan keberadaan HIV dalam tubuh (viral load) nya dan mempertahankan kesehatan penderita HIV.
"Obat Antiretroviral (ARV) ini perlu diminum terus menerus, bahkan seumur hidup oleh orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Sepanjang pengidap HIV rutin mengonsumsi obat Antiretroviral (ARV), virus HIV dapat ditekan replikasinya sehingga tidak dapat ditularkan kepada orang lain. Disamping itu, viral load harus selalu dipantau secara rutin dan berkala agar tidak menjadi sumber penularan.Â