Mohon tunggu...
Laurensius Rendy
Laurensius Rendy Mohon Tunggu... profesional -

I'm a Mentalist and Tarot Reader. Ready to help people with tarot reading or entertain people with mentalism show.\r\n\r\nFor my info visit my web http://rendyfudoh.com\r\nor sms/call 081808034145\r\n\r\noh, and my newest blog about short stories inspired by tarot card:\r\nhttp://tarotss.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Magician - Part 1

27 Juni 2013   18:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Denny; seorang wartawan dan fotografer lepas yang biasa meliput berbagai kejadian – kejadian seputar politik dan hiburan. Banyak yang menyarankan diriku sebagai wartawan, dengan instingku dalam mencari berita dan selalu berada di tempat sumber berita tepat sebelum kejadian tersebut terjadi, untuk bergabung sebagai wartawan tetap disuatu media. Namun kehidupan yang sangat terjadwal dan berada dibawah komando struktural merupakan hal yang tabu untukku. Lagipula, mengapa harus memaksakan diri menjadi karyawan tetap apabila pendapat yang saya terima jauh lebih besar dengan gaya bekerja saya yang seperti ini?

Diriku telah banyak melihat berbagai kejadian yang juga sekaligus menjadi bahan berita: keberhasilan seseorang, kegagalan seseorang didunia politik, skandal didunia hiburan, berbagai informasi belakang layar yang pembaca belum siap menerima kenyataan seperti kasus meninggalnya seorang tokoh panutan suatu agama, Bapak Uji, dan berbagai berita yang sengaja diminta untuk ditulis agar membentuk opini pembaca meskipun berita tersebut hanyalah rekayasa.

Namun dari semua itu, mungkin sepenggal pengalaman pribadiku ini yang mungkin diriku masih ingat hingga sekarang. Bukan seputar skandal atau pembunuhan atau hal – hal yang heboh; namun setidaknya menggelitik sisi kemanusiaan diriku sendiri.

Kejadian bermula sekitar satu tahun yang lalu. Disaat aku berada di kota Malang, diriku memiliki kebiasaan disaat periode istirahat, untuk nongkrong sendirian di Café Lu Min Tu di suatu daerah di kota tersebut. Nuansanya yang kuno dan penuh perhiasan barang antik, namun dengan harga makanan dan minuman yang unik namun terjangkau, membuat café ini memiliki banyak pengunjung rutin dan bahkan di hari kerja pun juga cukup ramai. Aku pernah bertemu dengan pemilik café itu sendiri, yang ternyata adalah sosok seorang wanita cantik berkulit putih dan bertubuh mungil. Dia menjelaskan kalau nama Lu Min Tu diambil dari bahasa Jawa yang memiliki makna sekaligus harapan agar café ini dapat mendatangkan rejeki meskipun sedikit demi sedikit, namun mengalir terus – menerus. Dan mungkin memang filosofi dibalik nama juga bisa menentukan keberhasilan suatu bisnis.

Seperti biasanya, aku hendak nongkrong sendirian di café tersebut mulai dari jam tujuh malam, hendak menikmati segelas jahe hangat dan nugget sayur yang hanya tersedia di café tersebut untuk kota Malang. Namun tidak seperti hari – hari biasanya, ketika aku berjalan masuk ke café itu, ada sebuah papan iklan kayu yang berdiri kokoh menyambut diriku. Aku sendiri tidak membaca secara mendetail, namun aku cukup menangkap intinya bahwa di malam ini ada seorang pesulap yang akan menghibur para pengunjung café dengan sulap dari meja ke meja atau bahasa kerennya, table hoping magic.

Ahh…, diriku hanya berminat untuk menikmati jahe dan nugget saja sehingga acara hiburan tersebut tidak menarik untukku. Pikirku, asalkan memang hiburannya tidak mengganggu privasiku, toh sah – sah saja dia hendak menghibur pengunjung di café ini. Di kota Malang yang kecil ini, orang tidak ada yang tahu siapa diriku ketimbang kota Jakarta, dan aku berharap hal ini akan terus berlanjut.

Segera aku mencari tempat duduk di pojok ruangan dimana aku bisa melihat semua dinamika seisi café yang bernuansa coklat hijau kuno ini, dan memesan minuman jahe dengan nugget sayur favoritku. Setelah memesan, aku langsung merebahkan tubuhku untuk menikmati kenyamanan sofa café ini sambil memeriksa berbagai berita di internet. Pas ketika membuka halaman portal berita dari perangkat tablet, aku melihat berita yang intinya sama namun ditulis berkali – kali dengan perbedaan satu dua pokok informasi saja. Berita yang sedang hangat saat itu adalah kematian seorang pemimpin agama yang cukup tersohor, yaitu Bapak Uji.

Setiap portal berita minimal memiliki tiga artikel yang membahas Bapak Uji ini setiap harinya yang tentu saja itu semua hanyalah pengulangan. Diriku tersenyum kecut akan berbagai media yang menunjukkan sisi bagus Bapak Uji ini. Tapi yah…, biarlah hanya nama baik Bapak Uji yang melekat dikenangan masyarakat, bukan sisi ‘gelap’ yang diketahui oleh para wartawan seperti saya dan orang – orang infotainer lainnya.

Aku terus mengamati judul berita satu per satu dengan harapan ada berita lain yang lebih menarik ketimbang berita Bapak Uji itu dan menemukan berita Bapak Ricardo Bapana ditunjuk menjadi CEO PT. Informatika Selular Aces. Aku mengenal dia ketika dia masih menjadi juragan toko bordir pakaian, kemudian berkembang menjadi toko snack, lalu merambah ke bisnis IT untuk software house dan sempat bergabung dengan perusahaan pembuat smartphone tersebut sebagai konsultan khusus CEO terdahulu. Melihat rekam jejak Bapak Ricardo ini, mungkin masyarakat akan berpikir kalau takdir itu memang unik. Meskipun saya tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang disebut takdir, namun saya setuju kalau jalur hidup setiap orang memang benar – benar unik dan menarik.

Seorang pelayan wanita yang langsing layaknya model berjalan menghampiriku sambil membawa dua menu pesananku di nampannya. Segelas jahe hangat dan satu piring penuh nugget sayur. Pelayan itu meletakkan kedua menu tersebut dimejaku dengan tersenyum.

“Selamat menikmati.”, ucap pelayan tersebut sambil tetap mempertahankan postur keceriaannya.

Aku mulai mencicipi jahe hangat yang terpampang didepanku dan menikmati nugget sayur kegemaranku. Namun baru saja satu gigitan, sebuah musik akustik mulai dimainkan di perangkat audio café tersebut. Dan selang satu menit kemudian, muncul suara pria yang cukup lantang dari tengah – tengah ruangan café.

“Selamat malam bapak ibu sekalian, nama saya adalah…….”

Seketika itu juga diriku langsung tidak memperhatikan kata – kata yang keluar dari mulut seorang pria tersebut dan memainkan musik yang ada di gadgetku saya. Saya tidak mau privasiku terganggu, dan saat ini. Seorang pesulap yang hendak mencoba menghibur orang – orang di café dengan suara lantang dan permainan sulapnya saja sudah merupakan gangguan bagiku.

----

notes: saya membuat cerita ini terinspirasi dari kartu tarot saya dan sebagian juga dari kisah nyata yang saya alami maupun yang klien - klien saya alami. Namun sekali lagi saya tekankan, ini termasuk cerita fiksi sehingga ada yang memang ‘fiksi’ di cerita tersebut dan ada bagian - bagian tertentu yang inspirasinya dari kisah nyata. Untuk update terbarunya, selain di fiksiana, saya juga mengpost cerita ini di web saya pribadi di tarotss.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun