Mohon tunggu...
Laurensius Rendy
Laurensius Rendy Mohon Tunggu... profesional -

I'm a Mentalist and Tarot Reader. Ready to help people with tarot reading or entertain people with mentalism show.\r\n\r\nFor my info visit my web http://rendyfudoh.com\r\nor sms/call 081808034145\r\n\r\noh, and my newest blog about short stories inspired by tarot card:\r\nhttp://tarotss.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

THE FOOL - Part 1

24 Juni 2013   23:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:29 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2012 …

“SAUDARA – SAUDARA SEKALIAN, DENGAN INI, MAKA PRODUK ACES SMARTPHONE, RESMI DILUNCURKAN!”

Seketika itu juga seisi ruangan bertepuk tangan dengan meriahnya, diiringi dengan dentingan piano elektronik, petikan gitar, serta alunan vokal seorang penyanyi wanita yang menyanyikan jingle untuk produk telepon genggam tersebut.

Searching the perfect one

While everyone still trying to attain

But in your hand lies and Aces One

Smartphone with perfection, AGAIN!

Begitulah lirik jingle yang dinyanyikan seiring dengan diguntingnya pita merah tanda produk Aces One resmi diluncurkan. Seungging senyum dengan mata sedikit berkaca – kaca terlihat diwajah orang yang memotong pita tersebut. Dengan setelah jas abu – abu bertekstur linen, dan kemeja hitam, berikut aksesoris burung merak emas yang terpasang disaku kirinya, dia mengembalikan gunting pemotong tersebut ke panitia acara. Berjalan dengan tenang kembali ke kursi paling depan tempat para orang penting perusahaan tersebut duduk bersama.

Pria yang sudah berusia 40 tahun tersebut duduk dengan rileks sambil menghela nafas panjang sambil tetap mempertahankan senyum bahagianya. Tidak sampai 5 detik setelah dia menghela nafas, seorang rekan kerja di sisi kirinya langsung menoleh kearahnya.

“Peluncuran yang berhasil, Pak Ricardo. Saya yakin produk kita akan diterima oleh pasar.”, katanya.

“Saya memang berharap demikian, Pak Robert. Dan sebentar lagi, waktunya untuk makan siang!”, balas Ricardo.

“Ah….bapak ini memang, pikirannya sudah kearah makan siang saja. Nikmati dulu lah tepuk tangannya, pak.”

“Ahahahaha, saya masih akan menerima banyak tepuk tangan lagi diwaktu kedepan. Karena saya tahu, produk ini pasti berhasil.”

“Seperti biasa yah, Pak Ricardo.”

“Benar, Pak Robert, dan tugasmu saat ini adalah ganti handphone anda, dan pakai handphone perusahaan kita. Manajer produk kok tidak bangga ama produk perusahaan sendiri?”

“Segera, pak.”, tutup Robert sambil menggeleng – geleng kepalanya, entah sudah berapa kali dia diminta untuk mengganti handphonenya seiring disetiap peluncuran produk baru diperusahaan tersebut.

Ricardo adalah sosok pria yang menjabat sebagai CEO dari perusahaan yang meluncurkan produk Aces One sebagai telepon genggam terlaris di Indonesia. Sekilas memang bagi orang yang baru pertama kali menemuinya, akan terasa sedikit sombong bahkan ada yang menilai dia sebagai pribadi yang mengarah ke angkuh. Namun publik memang tidak terlalu berani mempertanyakan kesombongan dan keangkuhannya karena memang apa yang dia ucapkan selama ini, berikut berbagai target dan komitmen perusahaan yang sudah diumumkannya, lebih dari 80% selalu tercapai. Sisanya? Sisa 20% dari komitmen dan target melebihi target yang sudah ditentukan sebelumnya. Harga diri yang cukup tinggi digabungkan dengan pembuktian kinerja yang nyata, serta dibumbui sedikit sifat sensitif akan nostalgia merupakan kombinasi yang membawa seorang Ricardo menduduki sebagai posisi CEO saat ini.

Setelag gemuruh tepuk tangan selesai dan MC mempersilahkan para hadirin untuk menyantap makanan yang ada, Ricardo langsung beranjak dari kursinya, dan dengan antusias dan langkah ringan seperti anak kecil, mendatangi meja makan yang bundar dan berisi banyak macam hidangan yang disiapkan khusus untuk jajaran orang – orang penting.

Tanpa basa – basi dan bilang permisi, Ricardo langsung mengambil piring kosong, sepasang sendok garpu, dan mengambil semua jenis makanan utama yang ada dimeja dalam jumlah yang sedikit – sedikit. 2 sushi salmon dengan setitik wasabi diatasnya, 1 paha ayam goreng bumbu Bali, 1 sendok potongan kentang dan irisan bawang yang ditumis, dan 1 potongan kecil daging renang yang sudah penuh bumbu. Kombinasi yang aneh memang dan Ricardo tidak peduli akan yang namanya kombinasi yang serasi.

Ricardo memandangi piringnya yang berisi empat macam makanan dan mencobanya satu per satu mulai dari sushi salmon sampai dia menghabiskan daging rendang. Setiap makanan yang dimakannya selalu disertai dengan komentar yang keluar sambil mengunyah makanan.

“Daging salmonnya lembut, sayang nasinya kurang menempel”

“Ayam gorengnya sangat enak, agak pedas namun wangi sekali!”

“Kentang dan bawang nya kurang wangi, jadi lebih terasa minyaknya.”

“Bumbu rendangnya terlalu kering, tapi pedasnya pas!”

Perilaku makan Ricardo tersebut menjadi tontonan unik tersendiri bagi rekan – rekan kerjanya, termasuk Robert yang selalu tertawa kecil saat menyaksikan adegan Ricardo menyantap ala juri kompetisi makanan tersebut. Sekilas memang sikap tersebut layaknya sikap anak – anak, namun siapa yang berani mempertanyakan sikap unik seorang CEO?

Setelah Ricardo menghabiskan makanan dipiringnya, dia berjalan kembali ke meja makanan, dan hendak mencoba satu – satunya hidangan yang belum dia sentuh, xiao long bao, makanan ringan dari China yang berbentuk bagaikan bakpao kecil namun dengan kulit yang tipis dan halus serta berisi daging ayam cincang dengan kuah kaldu sayuran yang sangat bergizi. Cara makannya pun tidak semua orang tahu kalau pertama – tama, bao tersebut diletakkan diatas sendok sup, lubangi kulitnya dengan sumpit hingga kuah kaldunya keluar, hirup kuah kaldu yang tertampung di sendok, kemudian barulah bao dimakan sekaligus.

Hanya saja ketika Ricardo baru saja selesai menyantap satu bao, bahu kanannya ditepuk dari belakang oleh asisten pribadinya.

“Pak, ada orang dari media Investo yang sudah buat janji untuk menginterview bapak setelah peluncuran produk.”

“Oh…., sudah jam dua siang yah? Baiklah, 1 Bao lagi, bu Sofie.”, kata Ricardo sambil buru – buru mengambil xiao long bao kedua (dan terakhir)nya.

-----

Ricardo berjalan bersama dengan asisten Sofie dan wartawan dari tabloid Investo menuju ruang kerjanya. Sesampai disana, Ricardo segera duduk kembali di sofa dalam ruang kerja tersebut sambil membuka kancing jasnya yang mulai agak ketat karena perutnya yang membuncit setelah makan tadi.

Setelah ia duduk, Ricardo mempersilahkan wartawan tersebut untuk juga duduk di sofa didepannya. Wartawan tersebut duduk dengan sopan sambil menyiapkan telepon genggamnya untuk merekam percakapan berikut catatan dan alat tulisnya untuk mencatat point – point pertanyaan. Berbeda dengan peserta launching produk pada umumnya yang selalu beradu pakaian rapi dengan celana bahan, kemeja, dan jas yang sekaligus menunjukkan status sosial dan pencapaiannya, wartawan Investo ini hanyalah berkemeja lengan pendek dan celana jins dengan membawa catatan dan alat tulis, kamera saku, telepon genggam, serta yang tidak kalah pentingnya, kartu identitas wartawan yang dikalungkannya dan selalu menjadi senjata maut ketika ada polisi yang hendak menilang wartawan dalam perjalanan.

“Anda baru pertama kali mewawancarai seorang CEO, Pak Bondan?”, tanya Ricardo.

“Benar, pak. Dari mana bapak tahu?”, balas Bondan dengan ekspresi wajah yang berubah menjadi suatu kekaguman.

“Ah….., jam terbang saja pak. Jadi, apa yang ingin anda tanyakan untuk anda masukkan ke tabloid anda?”

“Sebenarnya saya tidak hanya ingin memasukkan berita soal peluncuran produk baru ke tabloid Investo saja, pak.”

“Lalu…. ?”

“Saya ada semacam proyek pribadi. Dimana saya ingin mengumpulkan kisah keberhasilan berbagai CEO dari dia masih sangat muda hingga mencapai posisinya yang sekarang. Kalau bapak tidak keberatan, saya juga ingin meminta kesediaan waktu bapak untuk bercerita dan bersedia dimasukkan ke buku saya.”

Serta – merta, raut muka Sofie langsung menunjukkan ekspresi yang tidak suka akan sikap Pak Bondan. Sofie sebagai asisten pribadi Ricardo, tahu akan bernilainya waktu atasannya, dan dia berminat untuk meminta Bondan agar hanya membahas topik peluncuran produk Aces One saja sesuai kesepakatan awal.

“Bu Sofie, jadwal janji saya berikutnya jam berapa?”

“Jam 15.30 pak. Ada meeting dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia. Waktu dari kantor hingga ketempat tujuan sekitar 1 jam, pak. Jadi saya sarankan secepatnya saja kita mengadakan wawancara ini.”, terang Bu Sofie seraya mata tetap memandang Pak Bondan yang dia anggap mencoba merusak jadwal Bapak Ricardo tersebut.

“Ah….., orang – orang itu karena ingin menunjukkan mereka sibuk, mereka sengaja menelatkan diri sampai satu jam. Lagipula, setelah meeting tersebut, tidak ada jadwal lagi hari ini bukan?”

“Benar, pak. Jadwal berikutnya adalah esok hari jam 12.00. Bapak ada keperluan untuk……”

“Yang besok biarlah untuk besok, bu. Kalau begitu, kita ada waktu sekitar 1 jam untuk interview ini dan target kita sampai ditempat meeting jam 16.00 saja.”, potong Ricardo dengan raut muka yang semakin senang.

“Baiklah.”

Ricardo kembali mengarahkan pandangan ke wajah Bondan yang sedikit menampakkan senyumnya. Tampak dia berusaha menyembunyikan kebahagiaannya karena dia bisa mendapatkan waktu ekstra dengan CEO pertamanya yang dia wawancarai. Lepas dari berbagai wejangan dan isu yang dikatakan oleh teman – teman Ricardo di kantor, dia merasa Ricardo merupakan sosok CEO yang berbeda dibandingkan dengan CEO lain yang sebagian besar diisukan sangat kekanak – kanakan dan memotong seenaknya waktu janjian.

“Saya rasa, untuk berita peluncuran produk ini, informasi mendetailnya bisa anda tanyakan ke asisten saya nantinya sehingga anda cukup menanyakan opini saya mengenai produk baru ini bukan?”

“Benar pak.”

“Kalau begitu, mari kita manfaatkan waktu selama satu jam ini untuk proyek pribadi anda.”

“SERIUS PAK!?!?”, saat itu juga nada percakapan Ricardo sudah tidak ada pagar formalitas lagi.

“Ahahaha, seperti itu lebih bagus pak. Kita tidak perlu terlalu formal lah. Baik, apa yang ingin dirimu tanyakan?”

“Lebih ke bagaimana anda bisa masuk ke perusahaan ini dan berjuang hingga bisa mencapai posisi CEO seperti sekarang ini, pak.”

“Ah…., itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Namun ada 1 bagian dari hidup saya yang menjadi titik balik itu semua. Akar dari mengapa saya bisa masuk perusahaan ini. Saya rasa bagian titik balik itu menjadi lebih  menarik untuk anda masukkan ke buku anda.”

“Siap pak!”

“Tapi, ini menyangkut kehidupan pribadi saya, dan mungkin akan terdengar sangat tidak biasa apabila anda mendengar cerita saya. Jadi saya meminta agar anda membuat cerita kisah titik balik saya dengan tetap memasukkan detail – detail yang nanti saya ceritakan. Bagaimana?”

“Kalau itu maunya bapak, saya rasa cerita bapak akan menjadi cerita yang menarik.”

“Dan tentu saja, kirimkan satu buku ke saya apabila project anda sudah selesai dan minta nomor kontak saya ke asisten saya setelah ini.”

“Siap pak!”

“Baik….mari kita mulai. …. Kalau saya ingat – ingat, semuanya berawal dari sepuluh tahun yang lalu…”

----

notes: saya membuat cerita ini terinspirasi dari kartu tarot saya dan sebagian juga dari kisah nyata yang saya alami maupun yang klien - klien saya alami. Namun sekali lagi saya tekankan, ini termasuk cerita fiksi sehingga ada yang memang 'fiksi' di cerita tersebut dan ada bagian - bagian tertentu yang inspirasinya dari kisah nyata. Untuk update terbarunya, selain di fiksiana, saya juga mengpost cerita ini di blog saya pribadi di tarotss.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun