Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang di berada di antara 2 samudera dan 2 benua, menurut Ahmad dalam detik.com pada tahun 2019, namun mengapa dengan potensi besar tersebut Indonesia seakan-akan tidak mendapat manfaat sedikitpun?, bahkan dapat diakatakan menambah masalah dan beban bagi negara itu sendiri. (Sumber : detik.com , diakses pada 11 Maret 2019, 14:47 WIB)
Indonesia tidak mendapat begitu banyak keuntungan dari hasil maritime mungkin penyebabnya, akibat kurang nya "Soft Power" dari Indonesia? Â Seperti yang dikatakan oleh Jospeh Nye :
- Â The soft power of a country rests primarily on three resources: its culture (in places where it is attractive to others), its political values (when it lives up to them at home and abroad), and its foreign policies (when they are seen as legitimate and having moral authority )- JOSEPH NYE
- Â
- Namun melihat Indonesia yang memiliki kebijakan politik asing Indoneisa bebas-aktif, dan kontribusi Indonesia di lingkup regional kawasan ASEAN sesuai konsep Soft Power Nye, dengan mencetuskan pilar Ketiga ASEAN yaitu Security Cooperation dan pembentukan ARF (ASEAN Regional Forum) merupakan saran untuk mendukung keamanan kawasan mealalui kerjasama antar negara di dalam komplek Asia Tenggara seperti yang di kemukakan selaras dengan konsep dari Mochtar Kusumatmadja mengenai kerjasama internasional :
"hubungan dan kerjasama antar negara timbul dikarenakan adanya kekayaan alam dan kemajuan industri yang tidak berimbang, sehingga memaksa negara untuk membentuk sebuah kerjasama yang bersifat  internasional di berbagai sektor tersebut"(1992).
 Soft Power, sepertinya tidak dapat dijadikan sebagai sumber utama masalah dari masih maraknya isu Illegal Fisihing yang terjadi di Indonesia dan sejumlah aktivitas kejahatan transnasional di wilayah perbatasan Indonesia
Bagaimana selanjutnya apabila kita beralih pada konsep dan keadaan  "Hard Power" lawan kata dari Soft Power, atau dengan kata lain ialah kekuatan militer Indonesia sendiri, Indonesia yang memiliki garis panjang pantai  sekitar  54.000 km memiliki sekitar 171 kapal, justru tidak memiliki fasilitas keamanan laut yang mencukupi, padahal  Singapura yang garis pantai nya hanya 193 km memiliki 40 bauh kapal, ini disebabkan disebabkan minimnya anggaran pertahann yang dialokasikan hanya 0,9% GDP (U$D 8,3 milyar) sedangkan minimum essential power negara seharusnya 2% GDP (Ali : 2015)
Solusi untuk kedepanya dalam mengurangi ruang gerak tindak kejahatan lintas batas negara ialah
Pemaksimalan potensi hard power untuk mempertahankan wilayah kedaulatan negara Indonesia, dengan cara mengalokasikan pengeluaran negara ke sektor pertahanan negara, lagipula tidak begitu merugikan daripada Indonesia harus kehilangan potensi laut yang tiap tahun belum lagi masuknya peredaran barang illegal melalui jalur laut yang juga merugikan negara, sudah saatnya pemerintah lebih memberi perhatian khusus pada wilayah perbatasan (maritime). Di perkuat juga soft diplomasi Indonesia dengan terus mendorong kerjasama kawasan dalam menjaga keamanan regional Asia Tenggara dan sekitarnya.
Sumber :
- Â Nye, Joseph S. "Soft power." Foreign policy 80 (1990): 153-171.
- Kusumaatmadja, Mochtar. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut: dilihat dari sudut hukum internasional, regional, dan nasional. Sinar Grafika dan Pusat Studi Wawasan Nusantara, 1992.
- Maksum, Ali, Â dalam "Poros Maritim dan Politik Luar Negeri Jokowi" (Journal Of International Studies : Universitas Andalas) Hal.21-22, Tahun : 2015 http://ajis.fisip.unand.ac.id/index.php/ajis/article/view/35 diakses pada 11 Maret 2019 18:29 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H