Namun mereka tak perduli, mereka meraung memandangi aksara yang berserakan di dekat kaki..
Dan yang kutakutkan pun terjadi, kini..
Sejak perisitiwa itu, mereka selalu menundukkan kepala.. Memandangi aksara.. Dimanapun mereka berada.. Tak perduli, saat bersama sahabat, kekasih dan keluarga.. Yang mereka lakukan hanya mengurusi aksara seolah dunia tak nyata..
Begitu pula denganku, sedari tadi.. Aku menundukkan kepalaku.. Menorehkan aksaraku kepadamu.. Untuk kemudian, memindahkan pandanganku pada semua yang ada disekitarku.. Menatap mereka satu persatu..
Yang masih terus merunduk tak jemu..tak cukup peduli untuk menyadari keberadaanku, seolah terpisah ruang dan waktu, tiba-tiba disaat itu.. aku merasa semu..
Rendy aditya
25.09.10
(diperjalanan pulang, tansportasi publik kota bunga 200 tahun usianya.. terinspirasi dua belas manusia merunduk kepalanya ,kiri tujuh kanan lima)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H