Melihat layanan prakiraan cuaca di Indonesia tentu bisa dibilang sudah cukup 'lumayan' maju jika dilihat dari kemudahan aksesnya. Tak hanya cuaca, layanan prakiraan musim kini bisa dengan mudah diakses melalui handphone masing-masing. Namun demikian layanan yang diberikan terkesan masih sama dan tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Hanya menginformasikan prakiraan hari-hari ke depan cuaca mendung, cerah, atau hujan dilengkapi dengan prakiraan tingkat kelembapan, arah angin, serta suhu rata-rata yang 'kemungkinan' akan terjadi di hari itu, tentunya dengan proses yang 'scientific' oleh lembaga yang memiliki wewenang dalam hal ini (BMKG).
Namun demikian kesan monoton itu terasa tidak pernah berubah, hanya itu melulu yang diinformasikan. Tingkat kepopuleran prakiraan cuaca pun juga terkesan tak pernah naik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, kecuali layanan informasi gempa bumi yang memang sudah naik daun karena banyaknya gempa yang terjadi di Indonesia. Peringatan dini tsunami juga menjadi layanan yang cukup populer semenjak bencana yang menimpa Aceh. Bentuk negara kepulauan membuat posisi Indonesia hampir sama seperti Jepang, membuatnya rentan akan kedua jenis bencana ini.
Padahal kalau dilihat dari data bencana yang dikeluarkan oleh BNPB, bencana hidrometeorologis, yakni bencana yang dikaitkan dengan keberadaan 'hidro' atau air sudah sangat mendominasi kejadian bencana di tanah air. Bencana hidrometeorologis kebanyakan berkaitan dengan banjir, tanah longsor, puting beliung, hingga kekeringan yang menjadi peringkat pertama kejadian bencana di Indonesia. Kesemuanya sangat bergantung terhadap kondisi cuaca dan iklim yang terjadi.
Nah, jika dilihat dari hal tersebut sudah seharusnya layanan prakiraan cuaca naik daun, namun demikian pada kenyataannya hanya layanan cuaca ekstrem yang layanannya diperlukan oleh masyarakat. Sementara prakiraan cuaca biasa tetap sama, monoton sepanjang tahun dan terasa membosankan. Belum lagi jika ditambah kritikan tentang seberapa jauh persentase tingkat keakuratan prediksi yang diberikan. Kadang kala prakiraan cuaca menyebutkan hujan ternyata hanya mendung, cerah ternyata malah hujan, mendung ternyata malah terik dan panas. Duh, hal yang akan semakin menenggelamkan layanan prakiraan cuaca ke depannya.
Inovasi Persentase Kemungkinan dalam Prakiraan Cuaca  Â
Ada inovasi yang penting selain kemudahan akses dan bentuk visual layanan prakiraan cuaca yang bagus dan enak dipandang. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat akurasi dari prakiraan cuaca itu sendiri, yang sudah seharusnya menjadi hal utama untuk dibenahi. Selama ini masyarakat tidak tahu seberapa besar tingkat keakuratan layanan cuaca yang dikeluarkan oleh pemerintah (BMKG). Beberapa bahkan menilai keakuratan layanannya cukup rendah sehingga mereka cenderung tidak menghiraukan.
Misal dalam sebuah prakiraan cuaca diberikan besaran persentase tingkat kemungkinan terjadinya kondisi cuaca tersebut. Kota Bandung, prakiraan cuaca esok hari hujan, tingkat persentase akurasi 82%, kelembaban, suhu, bla bla bla bisa ditambahkan berbagai hal yang ingin diinformasikan. Namun demikian hal yang paling ditonjolkan yakni persentase dari kemungkinan terjadinya kejadian cuaca tersebut. Dalam contoh di atas disebutkan bahwa Kota Bandung di keesokan hari akan mengalami hujan, nah perhitungan kemungkinan secara scientific-nya juga harus disertakan, dalam hal ini tingkat kemungkinan terjadinya adalah di atas 80% yakni 82%.
Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih objektif tentang bagaimana informasi prakiraan cuaca yang transparan. Hal yang juga bisa menjelaskan apabila ada kemungkinan lain yang terjadi, semisal di tengah Kota Bandung hujan namun dibagian barat atau pinggirannya hanya mendung saja karena masih ada sisa 18% kemungkinan terjadi kejadian cuaca yang lain, entah itu mendung atau cerah.
Hal yang tentu sangat berbeda jika di Kota Yogyakarta misal diprakirakan cuaca cerah dengan tingkat akurasi 'hanya' 74%. Hal yang menyisakan 26% lainnya untuk terjadi mendung atau hujan. Ini penting baik bagi masyarakat maupun layanan pemberi informasi cuaca itu sendiri. Masyarakat menjadi lebih mudah dalam mencerna informasi yang ada dan pemerintah (BMKG) juga bisa lebih transparan dalam memberikan informasi serta penjelasan apabila tidak terjadi seperti yang diprakirakan. Masyarakat juga bisa bersama-sama ikut menelaah kejadian cuaca yang terjadi, karena semakin massifnya literasi cuaca, iklim, dan perubahan iklim di era satu dekade ini.
Layanan yang Massif namun 'Ringan'
Nah, jika sudah seperti itu, layanan pemerintah (BMKG) yang berkaitan dengan cuaca dan iklim tinggal dibuat lebih massif dan 'ringan'. Dalam hal ini layanan prakiraan cuaca bisa dengan bentuk yang simpel ada di mana-mana. Misal di pojok sebelah kanan atas dari advertising berbentuk multimedia elektronik yang terpasang di berbagai tempat atau di KRL misalnya. Bisa saja dimunculkan selama lima detik di TV iklan yang terpasang di gerbong KRL, di sudut kanan atau kiri atas, hanya berupa tulisan dan simbol, seperti halnya accuweather. Lebih jauh lagi bisa ditampilkan di stasiun-stasiun, terminal, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya. Sekali lagi bentuknya harus simpel, sehingga bisa dijadikan sebagai informasi yang bersifat massif.
Prakiraan cuacanya tentu disesuaikan dengan wilayah tempat informasi itu diberikan. Persentase kemungkinan terjadinya akan memberikan efek yang berbeda kepada masyarakat yang ada di sana. Bisa jadi mereka sekedar bersiap mencari tempat berteduh, menyiapkan payung, atau malah membuat janji makan siang bareng ketika cuaca memiliki kemungkinan cenderung lebih cerah. Layanan yang ada tidak perlu lama, hanya sekilas saja, namun bisa diulang-ulang karena bentuknya yang simpel dan praktis.
Masih jauh mungkin integrasi antara layanan prakiraan cuaca secara otomatis layaknya accuweather dan beberapa layanan lain yang serupa, yang langsung muncul ketika misalnya kita membeli laptop baru. Kecuali OS seperti android dan windows bekerjasama langsung dengan pemerintah (BMKG), maka hal ini menjadi sesuatu yang bisa dibilang akan menjadi wacana saja.
Oleh karena itu hal termudah yang bisa dilakukan adalah bekerjasama dengan Badan atau Perusahaan di dalam negeri sendiri saja dengan mempersiapkan inovasi layanan yang simpel untuk kemashlahatan masyarakat yang lebih luas. Inovasi tingkat kemungkinan kejadian cuaca dalam prakiraan menjadikan layanan ini lebih transparan dan lebih mudah dicerna serta dievaluasi bersama. Hal yang juga akan menguntungkan pemerintah karena masyarakat akan merasa ikut bersama-sama memantau kondisi cuaca dan iklim di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI