Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 35, Negeri Raja-Raja) - Berkumpul

24 Mei 2024   08:00 Diperbarui: 24 Mei 2024   08:02 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

            Keesokan harinya kapal-kapal perang Ternate kembali ke Morotai, kali ini bersama dengan kapal-kapal dari Tidore, Bacan, dan Jailolo. Semua energi akan segera sibuk untuk menyiapkan upacara peresmian Kesultanan Mamluk, hasil konsolidasi kerajaan-kerajaan yang berada di kepulauan ini. Tiga hari lagi, tapi tampaknya kesibukan sudah mulai terasa sejak pagi ini.

            "Pagi tadi, padahal baru sampai..."

            "Mau bagaimana lagi, ini permintaan dari Pangeran Diponegoro…"

            Abdi dan Dalem melihat ke arah suara dari belakang sebuah ruangan yang cukup untuk menampung sekitar seratus orang.

            "Sudah beredar kabar itu tampaknya eh, Abdi, Dalem?" ucap Sudirman.

            "Iya kapten, cepet sekali ya padahal beliau sudah meminta dengan sopan," timpal Abdi.

            "Hmm.. mungkin mereka jadi harus terburu-buru menyiapkan makanan dan sebagainya karena permintaan rapat dadakan ini," Sudirman ikut melihat ke belakang.

            "Iya, sih kapten.. enak-enak sepertinya..." keduanya tertawa melihat Dalem yang langsung menatap hidangan yang sudah tersaji di depan.

            "Mungkin lima menit lagi mereka masuk ruangan, kurasa tidak ada salahnya kok Lem nyicip sedikit," Sudirman mengambil kue sagu sambil melihat sekeliling.

            Abdi, Dalem, dan Sudirman duduk di kursi bersebelahan di barisan terdepan, tempat yang juga sudah diisi oleh orang-orang penting. Di ujung depan ada meja berbentuk bundar dengan kursi-kursi masih kosong. Para petinggi yang seharusnya berada di kursi-kursi itu belum nampak. Baru saja Dalem mengambil kue sagu ketiganya, terdengar derap langkah-langkah kaki dari arah pintu masuk.

            Paling depan terlihat Diponegoro masuk didampingi oleh dua orang yang memakai tutup kepala khas, satu sudah sangat tua dan satunya lagi seperti berusia empat puluhan. Diikuti di belakang oleh dua orang yang berpakaian nyaris serupa namun memakai corak baju berbeda.

            "Dua orang paling depan adalah Raja Ternate dan Tidore, di belakangnya kalau tidak salah Raja Bacan dan Jailolo," ucap Sudirman lirih.

            "Wah, untungnya mereka tidak terlihat mengantuk atau lelah," komentar Abdi.

            "Raden Eru kelihatan serius sekali..." Dalem ikut berkomentar sambil menghabiskan snacknya.

            Di barisan paling belakang berdampingan masuk Malamo dan Imam Hassan yang terlihat mengobrol ringan.

            "Total ada tujuh orang..."

            "Hmm, sama dengan jumlah yang berdiskusi di mercusuar semalam dong..."

            "iya tapi kali ini benar-benar orang penting semua Lem, tidak ada kita soalnya."

            Sudirman hanya tertawa kecil mendengarnya.

            "Kurasa Ario Damar menunggu..." ucapnya sesaat kemudian, melihat tak ada lagi yang masuk ke dalam ruangan.

            "Eh, menunggu, menunggu apa kapte..."

            "Sssh, sudah mau dimulai Di!" Dalem mengingatkan Abdi sambil melihat ke depan. Seluruh kursi telah terisi dan tampaknya tak perlu menunggu lama untuk memulai, Diponegoro dan kedua orang yang bersamanya tadi masih berdiri dan melihat sekeliling ruangan. Ketiganya bertatapan selama beberapa saat sebelum akhirnya Diponegoro dan orang yang terlihat paling tua duduk.

            "Terima kasih atas pengertiannya pangeran..." ucap orang itu yang dibalas anggukan singkat Diponegoro,

"dan tuanku Mandarsyah..." kali ini dengan mengangguk.

            "Sekarang tanggung jawabmu nak..."

            "Baiklah.. Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahiwabara-katuh. Yang dimuliakan para Kolano, Pangeran Diponegoro, Komandan Hassan, Kapten Malamo, dan menteri-menteri serta pejabat kesultanan Mamluk yang kemarin baru saja menerima amanahnya di Moti."

            Terdengar jawaban salam dari seluruh ruangan.

            "Pertemuan yang memang mendadak, lihat saja ketiganya bertatapan sebelum Sultan Mamluk yang akhirnya memulai..." bisik Sudirman ke Abdi dan Dalem.

            "Hoo..."

            "Eh..berarti yang tua itu..."

            "Raja Ternate, dulunya.. yah kalian tahu, tidak lagi semenjak dari Moti," lanjut Sudirman sambil membenarkan posisi duduknya, ia tampak tertarik mendengarkan apa yang akan disampaikan Sultan Mamluk.

            "Saudara-saudaraku dari Ternate, Bacan, Jailolo, dan tentunya juga dari tanah kelahiranku Tidore," Sultan Mamluk memulai rapat.

            "Sekarang sudah tidak ada lagi kerajaan Ternate, kerajaan Loloda, kerajaan Moro, kerajaan Bacan, kerajaan Jailolo, maupun Kerajaan Tidore. Semua sudah bergabung menjadi satu Kesultanan besar yang kita namakan bersama dengan Mamluk," tepukan dan teriakan takbir terdengar dari penjuru ruangan.

            "Alhamdulillah, berkat rahmat Allah kepulauan ini akhirnya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan,"

"dahulu kita selalu ribut dan bertengkar soal batas wilayah dan pembagian daerah perairan,"

            "Sekarang camkanlah baik-baik..."

"Jika Bacan dan Jailolo kesulitan maka itu menjadi kesulitan kita bersama!"

"Jika Ternate dan Tidore kekurangan maka itu menjadi kekurangan kita bersama!"

"Jika Loloda dan Moro diserang maka haruslah kita bela bersama!"

            Hening seketika, beberapa menghubungkan kalimat terakhir dengan kejadian kemarin malam.

            "Jika ada yang bertamu maka ia akan menjadi tamu Kesultanan Mamluk, bukan hanya tamu Moro atau Ternate semata."

            "Kita sudah menjadi kokoh karena Islam, kita menjadi bersatu karena agama yang disampaikan Rasulullah SAW, janganlah setelah ini kita terpecah belah."

            Sejenak Sultan Mamluk terdiam, ia melihat pria muda yang rusak sebelah wajahnya di deretan terdepan bersama dua orang yang berpakaian seperti pelayan kraton biasa, mungkin terlihat agak aneh ada dua orang pelayan yang ikut rapat penting seperti ini.

            "Kita kedatangan tamu di Morotai, pulau yang telah kita pilih bersama untuk mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Mamluk. Mereka datang dari segenap penjuru Nusantara," matanya melihat ke arah Imam Hassan.

            "Dari Samudera, pendahulu kita semua.." Imam Hassan mengangguk pelan,

"serta dari Palembang Darussalam,"

"kemudian dari Mataram wakil dari Jawa," Diponegoro mengikuti Imam Hassan dengan mengangguk pelan.

            "Sayang sekali beberapa tidak bisa hadir."

            Sudirman membisikkan kembali kepada Abdi dan Dalem "Satu dari Buton karena kesibukan mereka mengurus keamanan yang agak berkurang akhir-akhir ini di sana, kemudian kerajaan Nusa karena sekarang musim panen raya sehingga seluruh anggota kerajaan tidak bisa kemana-mana, dua lagi karena perang dan alasan keamanan, terakhir tentu saja.. Malaka..."

            Abdi dan Dalem hanya mengangguk singkat dengan pandangan tetap ke depan, takut terlihat lagi oleh Sultan Mamluk yang tadi memandang mereka cukup lama.

            "Mereka datang sebagai saksi atas berdirinya Mamluk. Negeri, yang jika kita berbicara dengan cakupan yang lebih luas, bagian dari Kesultanan Islam Nusantara..."

            "Kita amat bersyukur kepada Allah karena kehadiran mereka membuat Kesultanan Mamluk kuat dan berwibawa..."

            "Itu artinya mereka menghargai dan menghormati keberadaan kita," terdengar kembali tepuk tangan di sana-sini.

            "Semalam telah terjadi sesuatu yang cukup mengejutkan," seisi ruangan kembali mendengarkan.

            "Tamu-tamu kita yang berasal dari Samudera dan Palembang Darussalam diserang musuh," semua kuping seakan menajam.

            "Dengan tipu dayanya musuh berhasil membakar lima dari sembilan kapal yang akan berlabuh di Morotai,"

"sehingga mengakibatkan kerugian besar termasuk di dalamnya korban jiwa yang untungnya berhasil diminimalisir,"

"berkat kerjasama yang bagus antara Komandan Hassan dan Kapten Malamo."

            Seluruh mata menuju keduanya,

"saudara-saudaraku tamu adalah hal pertama yang harus kita jaga dan lindungi, apalagi kita yang mengundang mereka kemari!"

            "Maka dari itu, jika setelah ini para tamu kita ingin menuntut balas, kita harus ikut! Kita harus dukung! Dan kita harus bersama mereka membalaskan apa yang terjadi," Sultan Mamluk berhenti. Suasana yang hening benar-benar terasa.

            "Pusat Kesultanan sementara akan berada di Morotai dan seluruh kegiatan akan berjalan dengan komando dari sini."

            Ia pun duduk dan melihat ke arah Diponegoro, yang dengan instingnya segera melihat kembali ke arah Kolano Mandarsyah yang paling tua.

            "Tidak, sudah disampaikan semua oleh anakku Nuku, giliranmu nak," ucap Mandarsyah dengan seluruh kebijaksanaan yang dimilikinya.

            Diponegoro berdiri, melihat sekeliling dan mengucapkan salam yang segera dibalas oleh seluruh yang hadir.

            "Terima kasih atas kesempatan yang diberikan,"

"saya mohon maaf sebelumnya karena meminta rapat dengan segera sesampainya Sultan Mamluk dan jajarannya sampai di sini pagi ini,"

"saya sudah sampaikan juga urgensinya untuk segera melakukan tindakan atas apa yang terjadi beberapa waktu ini," jeda sejenak, seluruh telinga seakan siap menangkap apa yang akan dikatakannya.

            "Sekitar dua bulan yang lalu terjadi penyerangan terhadap kapal dagang Mataram-Parahiyangan yang berlayar dari Buton menuju ke Demak,"

"tiga kapal musuh merampok kapal dagang kami, yang untungnya, seluruh barang bawaan beserta penumpangnya berhasil selamat,"

"kapal dagang Mataram-Parahiyangan sendiri pun rusak berat tapi demikian pula ketiga kapal musuh yang menyerang,"

"mereka tertahan di lautan tak jauh dari kapal dagang kami yang telah hancur dan berhasil kami amankan beserta semua awak kapalnya."

            "Kapten Sudirman adalah yang diamanahi untuk memimpin ekspedisi kala itu," Diponegoro membuka telapak tangannya dan mengarahkan pandangan ke Sudirman yang segera dengan mudah dikenali oleh seluruh isi ruangan. Terdengar beberapa bisikan di sana-sini.

            "Setelah menahan dan melakukan penyelidikan terhadap para awak kapalnya ternyata mereka hanyalah perompak biasa,"

"seperti biasa kami lakukan hukum hudud dan banyak diantaranya dijadikan budak. Beberapa mampu membayar syarat kebebasan dan meminta dipulangkan ke kampung halaman,"

"yang ternyata berada di timur. Kami pun melakukan penyelidikan lebih lanjut dan membuahkan hasil,"

"beberapa diantara mereka adalah anggota Nusantara Timur Raya."

            Bisikan-bisikan kembali terdengar, tapi semua yang duduk di meja bundar tetap diam mendengarkan.

            "Kami berhasil menggali lebih jauh untuk mendapatkan beberapa informasi penting, terutama mengenai upaya penggagalan berdirinya Kesultanan Mamluk," hening seketika.

            "Dimulai dari Buton, yang mengalami serangan pada malam hari terhadap kapal-kapal dagang yang datang dari sebelah utara. Kemudian Moro yang juga mengalami penyerangan beberapa kali sehingga membuat posisi mereka benar-benar terdesak, dari daratan di utara maupun dari timur..."

            "Belum lagi wilayah selatan Mamluk yang kadang kedatangan perompak secara tiba-tiba..."

            Sultan Mamluk melirik sekilas ke Malamo yang mengangguk.

            "Mereka ternyata berusaha mencegah bersatunya kembali negeri raja-raja ini di bawah satu panji Islam!"

            "Hanya Sumatera dan Jawa yang aman saat sekarang ini," ia melihat ke arah Imam Hassan.

            "Seperti saudara-saudara saksikan, Samudera, Palembang Darussalam, dan Mataram datang kemari sebagai wakil dari Jawa dan Sumatera untuk bersama-sama menjadi saksi dan sekutu bersatunya kembali Mamluk..."

            Takbir, dari seluruh ruangan terdengar beberapa kali menggema.

"Juga Malaka..."

            Malamo dan Imam Hassan otomatis saling berpandangan, Sultan Mamluk segera membetulkan posisi duduknya.

            "Mereka mendapat serangan kejutan secara tiba-tiba dengan usaha penculikan terhadap Laksamana Hang Tuah."

            Abdi dan Dalem bergerak tak nyaman di kursinya.

            "Pasukan Malaka tidak hanya disegani di lautan cina selatan, pengaruh kesultanannya juga memiliki arti penting dalam membendung ideologi NTR di Sarawak," jeda sejenak, orang-orang di kursi belakang terlihat menajamkan telinga.

            "Mereka diintimidasi untuk tidak hadir di tempat ini,"

"tapi saya yakinkan kembali, mereka sudah hadir, bahkan yang pertama kali membela dan mempertahankan berdirinya Kesultanan Mamluk."

            Seluruh ruangan tampak berkonsentrasi dengan ucapan Diponegoro begitu pun di meja bundar.

            "Mereka tetap datang, kami yang manjadi saksi. Kapal-kapal yang tadi pagi terus menuju ke timur adalah kapal-kapal Malaka."

            Sedikit kehebohan terdengar, tapi kecil, di meja bundar Malamo berbisik ke Imam Hassan dan Sultan Mandarsyah menaruh telapak tangannya di atas tangan kanan Sultan Mamluk sambil berucap lirih.

            "Malu kita kalau mereka duluan..."

            Diponegoro terlihat membiarkan hal ini terjadi beberapa saat, sebelum keheningan kembali dan semua mata menatapnya.

            "Oleh karena itu Saudaraku bersyukurlah..."

"bersyukurlah kepada Allah karena kita hidup ditengah-tengah umat yang kuat silaturahminya, kuat persatuannya dalam landasan akidah, dan diberi kasih sayang oleh Allah di lingkup seluas nusantara ini."

            "Jika seorang muslim disakiti maka muslim yang lain akan ikut merasakannya, kita adalah satu tubuh,"

"Mataram, Parahiyangan, Samudera, Palembang Darussalam, Pagaruyung, Nusa, Buton, Gowa Tallo, Malaka, dan yang lainnya adalah satu kesatuan yang utuh,"

"Kami membentuk Perisai Nusantara,"

"Saya sendiri pemrakarsanya dan itu dibentuk agar kita kuat, tak mudah bercerai berai!"

"dan tidak sendirian dalam melawan musuh yang menyerang!"

            "Benar kata Sultan Nuku tadi, segera setelah ini kami akan menyusul Malaka, menuju ke Timur dan memberikan musuh-musuh kami serangan balasan atas apa yang telah mereka lakukan dengan menginfiltrasi para perompak untuk beroperasi di perairan nusantara."

            Suara-suara terdengar di sana-sini, beberapa segera mendukung Diponegoro dan lainnya kaget atas informasi yang mereka terima.

            "Mohon maaf jika hanya sedikit yang tinggal untuk mengikuti upacara nanti, serta untuk menjaga keamanan selama kami pergi ke timur..."

            "tapi YAKINLAH!" hening seketika,

"JIWA-JIWA MATARAM AKAN SELALU BERSAMA KALIAN! JIWA-JIWA SAMUDERA DAN PALEMBANG DARUSSALAM! SERTA MALAKA YANG TELAH LEBIH DAHULU MEMBELA KALIAN!"

"KAMI ADALAH SAUDARA-SAUDARA KALIAN! TERUSKANLAH PERJUANGAN KESULTANAN MAMLUK UNTUK DAPAT BERDIRI TEGAK!"

"MENJULANG TINGGI DI NUSANTARA RAYA INI ATAS IZIN ALLAH!"

            Teriakan takbir sudah tak terbendung lagi, dari belakang sangat keras terdengar, di tengah apalagi, dan di depan hampir semuanya berdiri, termasuk Sudirman, Abdi, dan Dalem. Tangan kanan mereka teracung ke atas, rasa yang sama ketika mereka mendengar setiap kali Diponegoro berpidato. Seluruh ruangan seperti bersatu, energi yang besar berkumpul di sana.

            Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan pintu dan langkah-langkah kaki, Ario Damar pun masuk bersama beberapa orang prajurit.

            "Mereka telah tiba, tiga puluh kapal perang tambahan dari Parahiyangan, Tiga puluh lima kapal perang Nusa, Dua puluh tujuh kapal perang Gowa-Tallo dan satu kapal Samudera."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun