"Harusnya Raden Eru sudah turun dan ikut makan siang bersama di salah satu tenda kita siang ini."
      "Eh, bareng Aa Yan ya?" Abdi langsung ikut masuk ke percakapan.
      "Iya, kali ini bareng Aa Yan, beliau juga tahu banyak tentang kuda dan tentu saja taktik perang."
      "Oh, iya kalian kan ekspedisi ke timur, ke.. Ternate kalau tidak salah?" ucap Abdi sambil mengingat-ingat.
      "Benar, tapi mereka sepertinya sudah bisa mengatasi sendiri serangan dari timur, kita sendiri membantu dengan diplomasi dan membawa tujuh belas kapal perang untuk menggetarkan musuh."
      "Hanya bertemu beberapa perompak, ah iya, ada grup kapal yang bubar dan mengubah haluan ketika bertemu," senyum seorang prajurit sembari mengenang.
      "Tidak ada yang berani sembarangan berhadapan dengan kapal perang kita, Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah."
      Pinisi Mataram-Parahiyangan tidak hanya terkenal tapi juga disegani di seluruh Perairan Nusantara.
      "Mungkin itu kapal yang menyerang kalian.. hmm.. bisa juga tidak sih, karena mereka berputar arahnya ke timur, bukan selatan..."
      Dari jauh terdengar suara-suara beberapa orang yang sepertinya semakin mendekat. Ternyata tidak hanya Abdi yang merasa seperti ada sesuatu, dua orang prajurit di depannya berdiri untuk melihat ke arah asal suara.
      "ADA APA?" teriak salah seorang prajurit sambil berdiri.