Banyak sekali tenda didirikan di sekitar pelabuhan, yang ternyata sebagian besarnya adalah milik Mataram-Parahiyangan. Mereka mendirikan tenda sendiri dan tidak menggunakan penginapan di kota atas. Hampir semua prajurit Mataram-Parahiyangan memenuhi pelabuhan Kota Bima, namun suasana tetap tertib dan segala sesuatunya berjalan normal. Soal makanan, para prajurit ini acap kali terlihat memancing dan mencari makanan laut seperti kepiting dan udang di dekat karang. Hanya untuk menambah persediaan makanan, selain yang telah mereka bawa sendiri sebelum berangkat dan yang mereka tangkap selama perjalanan di laut. Di beberapa grup tenda ada tempat memasak makanan bersama, sehingga menghemat tempat. Kebanyakan para prajurit mengisi waktu luang dengan latih tanding dan bersantai, menikmati suasana Bima yang sangat indah. Namun demikian perlu izin khusus untuk ke kota atas, apalagi ke wilayah Istana Atas Angin, nama istana kerajaan Nusa yang berada di atas bukit. Abdi, Dalem, beberapa pedagang, dan tiga orang prajurit Mataram bergabung ke salah satu grup tenda sebelah timur dekat karang. Terlihat beberapa kapal dagang yang berlabuh di sini, salah satunya tampak megah dan bercorak kekuningan, mengingatkan mereka akan sebuah kerajaan di utara Samudera.
      "Seperti bukan dari sekitar sini?" tanya Abdi menunjuk ke arah dua kapal yang berlabuh tepat di depan karang.
      "Dari Malaka dan Pattani, wilayah sebelah utaranya," ujar salah seorang pedagang, yang tampaknya hafal betul jenis dan bentuk kapal-kapal dagang, mungkin karena saking seringnya menjelajahi nusantara.
      "Aahh, yang Malaka pasti yang sebelah kiri ya," tanya Abdi lagi.
      "Iya, kabarnya mereka membebaskan wilayah Pattani dari negeri di utara. Kapal Malaka memang mudah dikenali karena corak melayunya sangat kuat. Seluruh layarnya berwana kuning, lambang yang digunakan sama dengan milik Kerajaan Samudera."
      "Waah, akhirnya lihat juga Kapal Malaka, Alhamdulillah. Sudah lama mendengar Malaka tapi belum pernah melihat langsung..." ujar Abdi.
      "Wah, pada ngobrol apa ini? Ayo sambil makan sate domba, ini khusus disediakan bagi para penumpang sekoci yang selamat, hehe," ucap salah seorang prajurit Parahiyangan yang bersama beberapa lainnya membawa lima bakul besar nasi beserta sate domba. Abdi yang melihat makanan disediakan di depannya menelan air liur, tiba-tiba ia teringat Dalem.
      "Oh, iya kalian lihat seseorang dari sekoci sembilan tidak? Yang paling gemuk ? ke mana sih tadi?"
      "Ooh, yang duduk di belakang sendiri waktu kita menyelamatkan diri kan? Tadi aku lihat di mushola, tiduran sepertinya," jawab pedagang yang tadi.
      Abdi langsung izin bergegas ke mushola untuk membangunkan teman seperjalanannya. Mushola sendiri terletak dekat dengan kamar mandi. Sebenarnya Abdi tadi sholat berjamaah dengan Dalem, namun mereka tidak berjalan bersama untuk kembali ke tenda seusai sholat. Tidak terlalu susah menemukan Dalem, suara dengkurannya terdengar dari pojokan sebelah dalam mushola.