Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 4, Buton) - Pulau Benteng

14 Maret 2024   08:15 Diperbarui: 14 Maret 2024   08:17 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Perjalanan awal yang menyenangkan, apa yang ada di pikiran Abdi dan Dalem sekarang hanyalah gambaran asrinya Desa Lubuk dengan kebun beserta kolam di mana-mana, Masjid Darussalam, serta percakapan mereka dengan Imam Ibrahim Hassan tentang hikmah kehidupan dan agama. Kapal mereka melalui laut jawa dan laut banda, perairan dalam wilayah Nusantara. Tiga hari berlalu dan posisi kapal sudah berada dekat dengan laut flores, sebentar lagi mereka akan sampai ke tempat tujuan. Tidak banyak yang bisa didiskusikan selama menuju ke Buton, kecuali dari kabar burung dan cerita-cerita para pedagang dan prajurit Mataram yang pernah ke sana.

            Termasuk salah satu kerajaan penting, bahkan menjadi salah satu markas bagi kerajaan-kerajaan Islam dalam mempertahankan keutuhan wilayah Nusantara. Sangat menarik untuk didiskusikan, Abdi dan Dalem banyak mengobrol dengan para pedagang yang barang bawaannya kini sedikit lebih ringan. Kapten kapal beberapa hari ini memperhatikan mereka, apalagi keduanya sering terlihat membuat catatan tambahan sambil mendiskusikan kunjungan mereka ke Lubuk.

            Sore di keesokan harinya Abdi dan Dalem bercakap-cakap dengan kapten kapal. Mereka bertiga mengobrol di dek depan. Sebentar lagi Pinisi Mataram akan sampai ke tempat tujuan kedua mereka. Menjelang tiba, terlihat banyak kapal-kapal lain di sekitar, yang kebanyakan adalah kapal dagang.

            "Tak terlihatkah oleh kalian, Abdi, Dalem, pulau di depan adalah salah satu pulau Kesultanan Buton," mata kapten kapal menyipit dan keduanya ikut memandang lurus ke depan.

            "Oooh yang sebelah kanan itu ya kapten? Tapi di tengah juga ada pulau..." sahut Dalem.

            "Dan di sebelah kiri juga tapi agak jauh.. ah, hampir tak terlihat," tambah Abdi

            "Nah.. Tujuan kita pulau di tengah, tempat Kesultanan Buton berdiri dan tempat Pasar Wolio, pasar terbesar di tengah Nusantara berada."

            Terlihat kapal-kapal di sebelah mereka, tiga di kanan dan satu di kiri mendekat satu sama lain. Kapten kapal bergegas ke ruang atas untuk bersiap melakukan komunikasi dengan pelabuhan dan empat kapal lain yang akan masuk ke sana. Satu kapal di ujung kanan ternyata adalah kapal perang dan diberikan prioritas untuk memasuki pelabuhan terlebih dahulu. Sementara itu Pinisi Mataram menjadi kapal dagang pertama yang diperbolehkan masuk diantara keempat kapal sisa. Abdi dan Dalem melihat ke belakang, sepertinya dua kapal itu berasal dari kerajaan Nusa tapi satu lagi mereka lupa nama asal daerahnya. Berniat menanyakan hal itu ke kapten kapal yang turun kembali ke dek, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan pemandangan di depan.

            Di pulau sebelah kanan berjejer sekitar empat puluh satu buah kapal, dua puluh delapan diantaranya adalah kapal perang sedang sisanya kapal pengangkut barang dan makanan. Tiga belas berbendera sama, bendera kesultanan Buton, sedangkan lima belas lainnya memiliki bendera yang berbeda-beda. Kapal Pinisi Mataram mendekat untuk melintas sembari memberi kode dua kali tiupan terompah besar ke arah pelabuhan di pulau pertama, yang langsung dibalas kode 'silahkan melintas' dengan cara serupa. Nampak dari sisi luar pelabuhan, tepatnya di bagian atas benteng yang mengitari pulau pertama, meriam-meriam berukuran besar berjejer rapi, mungkin sebesar badan Dalem. Meriam-meriam ini mampu menenggelamkan kapal-kapal perang bahkan apabila kondisi mereka terkepung sekalipun.

            Terlihat beberapa penjaganya menyipitkan mata melihat ke arah bendera kapal yang melintas. Kapal-kapal perang pun berlalu satu demi satu dan akhirnya meninggalkan mereka di belakang, namun sayang tidak satu pun kapal perang Mataram terlihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun