Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 4, Buton) - Pulau Benteng

14 Maret 2024   08:15 Diperbarui: 14 Maret 2024   08:17 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Padahal katanya sedang ekspedisi ke timur... " celetuk Abdi.

            "Mungkin ke kawasan perang di utara atau lebih ke timur," Dalem membalas.

            "Atau sedang ke Nusa, ada rencana mengangkut kuda perang untuk dibawa ke Mataram," ujar kapten kapal.

            Prajurit yang berbaris rapi juga terlihat dekat benteng, sepertinya pulau pertama adalah markas militer bagi Buton dan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang menjadi sekutu. Tak bosan menoleh, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Pelabuhan kedua, ada tiga puluh delapan kapal dagang berjajar rapi belum lagi sekitar tujuh belas kapal pengangkut barang dan makanan serta lima belas kapal lain di sisi sebelah dalam. Pemandangan yang cukup wah bagi Abdi dan Dalem, tempat ini memang layak disandingkan dengan Pelabuhan Demak, karena jumlah kapal yang banyak.

            Terlihat dari jauh ada lima tempat kosong telah disiapkan.

            "Wah, sudah disiapkan Di, tempat kapalnya," ujar Dalem.

            "Tiga lagi untuk kapal di belakang kita. Berarti ada satu yang terlambat," kapten menambahkan.

            Rombongan segera bersiap untuk turun dan di bawah sudah menunggu beberapa petugas pelabuhan yang akan menemani. Kapten kapal memimpin terlebih dahulu ditemani Abdi dan Dalem yang sudah siap turun semenjak tadi, barulah rombongan dagang mereka mengikuti. Tak lama, seperti halnya di Samudera, mereka diantar melewati benteng cukup luas untuk memasuki kota dan menuju penginapan. Abdi dan Dalem yang mendapat jatah kamar di lantai tiga dapat melihat jauh ke arah laut di sebelah selatan, sedangkan dari jendela sebelah barat mereka berdua bisa menyaksikan luas dan ramainya Pasar Wolio, yang akan tutup satu jam setelah isya'. Kerlap kerlip cahaya dari kejauhan sangat menarik hati, namun sayang bukan di sana tujuan utama kedua sahabat ini, melainkan jauh ke tengah tempat Kesultanan Buton berada.

            Abdi dan Dalem berhasil menahan keinginannya untuk segera menuju ke Pasar Wolio malam itu. Mereka bergegas masuk kamar untuk beristirahat. Keesokan harinya, tepat setelah keduanya menunaikan sholat subuh terlihat dari kejauhan beberapa pedagang dari Parahiyangan sudah bersiap memasuki Pasar sembari membawa beberapa barang dagangan andalan, bahkan beberapa membawa barang-barang yang berasal dari Samudera. Abdi dan Dalem membantu beberapa dari mereka membawa barang dagangan ke pasar. Cukup unik juga cara para pedagang untuk antri memasuki pasar, ada semacam kupon antrian yang diberikan. Nantinya petugas jaga akan memeriksa barang dagangan yang dibawa. Kebetulan Abdi dan Dalem membantu pedagang yang mendapat nomor urut delapan belas. Pasti menunggu lama untuk mengantri, pikir keduanya. Namun prasangka mereka segera hilang ketika hampir dua puluh petugas pemeriksa datang. Sekejap kemudian, antrian pedagang segera berkurang banyak, Abdi dan Dalem hanya mendengarkan saja percakapan antara petugas pemeriksa barang dengan para pedagang.

            "Dari rombongan dagang Parahiyangan?" tanya petugas pemeriksa barang.

            "Betul Pak," jawab salah seorang pedagang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun