Petugas pemeriksa barang segera mencatat identitas pedagang lengkap beserta jumlah dan jenis barang dagangan yang mereka bawa.
      "Hmm.. jadi kayu gaharu sejumlah tiga ratus buah, kayu cendana dua ratus buah, minyak adas manis lima puluh liter, kayu laka dua ratus empat puluh buah, dan.. bibit cempaka wangi sebanyak enam ratus butir. Sepertinya dari Samudera ya kalian? Sudah semuanyakah?" tanya petugas pemeriksa kembali.
      Pedagang tersebut segera mengiyakan, ia kemudian diberikan nomor tempat di dalam pasar. Petugas pemeriksa kemudian mendata harga barang-barang dan membandingkan kualitasnya dengan standar yang ada.
      "Ada permintaan bibit cempaka wangi dari pedagang cina. Di dalam nanti carilah toko keempat paling timur" ucap petugas itu tiba-tiba kepada si pedagang yang nampak sangat senang mendengarnya.
      "Pedagang yang berjualan di Pasar Wolio dilindungi haknya secara penuh oleh Kesultanan Buton, bagi siapa saja yang melakukan tindak pencurian maka akan segera ditindaklanjuti secara cepat oleh petugas keamanan dengan risiko hukum hudud potong tangan bagi para pelaku dan pengembalian barang curian kepada pemiliknya," ujar petugas pemeriksa barang membacakan peraturan yang ditulis di atas beberapa lembar perkamen, sementara itu Abdi dan Dalem bergidik mengingat kembali tangan yang lupa belum dikubur.
      "Sebaliknya para pedagang juga harus memenuhi kewajiban mereka terutama dalam memenuhi takaran dan timbangan karena kecurangan penakaran dan timbangan adalah sebagian dari pencurian," petugas pemeriksa melanjutkan sembari melihat sesekali ke arah pedagang.
      "Uang yang dipakai dalam perdagangan adalah koin emas dan perak yang telah disepakati untuk digunakan di wilayah Nusantara, seluruh uang kertas sudah tidak belaku lagi semenjak..."
      Abdi dan Dalem segera memeriksa kantong uang mereka, beberapa koin emas dan perak cukup untuk belanja di sini sebetulnya, namun mereka ingat masih ada perjalanan yang membutuhkan bekal.
      Akhirnya petugas pemeriksa selesai membacakan aturan dagang dan mempersilahkan mereka masuk ke pasar. Di dalam pasar Abdi dan Dalem melihat sudah ada para pedagang parahiyangan yang berada di sana. Mereka rupanya langsung memasukkan barang dagangan sesaat setelah berlabuh kemarin dan memilih meninggalkan barang dagangan di pasar karena keamanannya cukup terjamin, apalagi dengan banyaknya petugas keamanan yang menjaga seluruh wilayah pasar.
      Pasar Wolio berbentuk seperti pundan berundak, luasnya seluas lapangan bola dan dibagi menjadi lima bagian. Yang pertama di tengah adalah hak pedagang lokal dan pedagang khusus yang mendapat izin untuk berjualan di area paling strategis dan relatif lebih datar. Di samping kanan dan kirinya barulah pedagang dari penjuru nusantara yang bercampur baur. Sedangkan dua tempat di atas diperuntukkan khusus untuk pakaian dan makanan yang sangat bervariasi dan beraneka ragam.
      Abdi dan Dalem sudah berpisah dari rombongan dagang dan bermaksud berkeliling sebentar di bagian yang menjual makanan sembari mengisi bekal. Mereka berjalan dari pintu utama ke arah tangga di sebelah kiri. Pedagang dari seluruh Nusantara benar-benar seperti berada di sini semuanya. Hal ini bisa dilihat selain dari jenis barang dagangan juga dari variasi jenis kerajinan yang diperjualbelikan. Abdi sempat berdiri lama di depan kerajinan tangan khas timur nusantara, bumerang. Dalem segera mengeluarkan sepuluh keping uang perak untuk membeli dua, masing-masing satu untuk mereka bawa. Setelah sekitar lima belas menit berjalan lurus ke depan sembari melihat-lihat barang dagangan akhirnya sampai juga mereka di bagian pakaian. Hampir seluruh jenis pakaian di nusantara ada di sini, ada juga peci dan sarung dari negeri Sarawak yang sangat menarik perhatian Abdi, namun ia mengurungkan niatnya untuk membeli dan terus berjalan ke bagian makanan.