Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 3) - Catatan Perjalanan Satu

13 Maret 2024   08:40 Diperbarui: 13 Maret 2024   14:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: editan penulis sendiri

            Bisa saja Nyak Dien meminta bantuan suku dalam, namun sayang mereka tidak mengambil Islam sebagai agama sehingga hanya terpikir olehnya Kerajaan Samudera dan Sultan Perkasa Alam. Untuk perjalanan melapor ke pusat kerajaan hari itu, ia harus mengutang terlebih dahulu karena tak ada sepeser pun uang perak apalagi emas yang dipegangnya. Untung di Pusat kota ia langsung diantarkan oleh petugas kerajaan yang mendengar ceritanya ke Kantor Pusat Keamanan. Sekitar sebulan pun berlalu semenjak mereka memberikan laporan dan keluarga Nyak Dien menjalani hidupnya seperti biasa meskipun dengan semangat yang agak mengendur. Tiba-tiba mereka mendapat kabar bahwa gerombolan pencuri dan perampok yang mengambil harta mereka sebulan yang lalu berhasil ditangkap. Ternyata banyak korbannya, mereka hanyalah salah satunya saja. Yang menarik, mereka juga mendapat undangan untuk mengadiri eksekusi potong tangan dan dua undangan lain dari Madrasah! Untuk si sulung dan adiknya! Pada akhirnya mereka memilih untuk mendatangi undangan dari Madrasah, karena jarak yang cukup jauh dan waktu yang hampir bersamaan. Ternyata laporannya kepada Kerajaan Samudera ditanggapi semua, tidak hanya masalah pencuriannya saja, namun juga kenyataan bahwa ia adalah janda beranak tiga yang butuh perhatian dari Sultan Perkasa Alam.

            Imam Hassan sempat bercanda, jika kami ingin berpoligami maka perempuan seperti Nyak Dien duluanlah yang harusnya mendapat prioritas, yang, langsung kujawab satu saja belum dapat apalagi dua. Aku dan Dalem tertawa tapi mimik muka Imam Hassan tetap serius meskipun dia tersenyum. Membuat kesan seolah-olah Nyak Dien hidup di waktu yang sama dan eksekusi hukuman hudud kemarin itu adalah eksekusi bagi para pencuri yang mengambil hasil usaha keras mereka. Ah, mungkin hanya perasaanku saja, tapi ketika Imam Hassan berceramah di masjid saat pelaksanaan hukuman hudud itu berlangsung ia seperti menunggu seseorang, mungkinkah?

            Hmm, satu lagi, sebenarnya tidak perlu kita takut terhadap hukuman potong tangan. Ya, buat apa takut! Yang harusnya takut adalah mereka yang mencuri dan merampok serta mencari rezeki dengan jalan yang haram!

            Oh, iya Gajah adalah transportasi paling mewah di Samudera dan jumlahnya cukup banyak, tapi kami memilih menumpang naik pedati yang dimiliki orang Desa Lubuk untuk menghemat uang saku.

 

            NB: cari tahu tentang KITAB KUTARA MANAWA nanti setelah di Mataram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun