Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Permainan dan Pertempuran di Wilayah Sosial Budaya

22 Januari 2024   12:14 Diperbarui: 26 Januari 2024   09:30 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

Teknologi, yang berada di tataran yang tampak, tanpa disadari juga menjadi medium untuk menularkan dan mengubah kondisi sosial budaya suatu wilayah. Sayangnya, 'bagian dari setan' tidak bisa dilihat oleh mereka yang tidak berpegang pada apapun, alias hanya ikut-ikutan saja. 

Hilangnya rasa malu, anak-anak yang tak tahu sopan santun, hingga sifat-sifat kekerasan yang menjadi keseharian menjadi satu diantara tontonan pornografi di HP-HP yang pasti dimiliki oleh orang-orang masa kini. 

Mereka yang bisa melihat, pasti segera 'membatasi' dan 'memagari' sehingga jika teknologi itu dipakai dalam jangka waktu yang lama tidak begitu akan mempengaruhi karakter dan moral yang sudah baik dan terpatri.

Nah, manusia-manusia Nuzantara zaman dahulu selalu menjaga cara-cara hidup, hubungan sosialnya agar dekat kepada Tuhan dan tak pernah jauh dari alam. Budaya yang mereka hasilkan pun selaras dan tak pernah merusak kondisi lingkungan. Kini, asap mengebul di mana pun berada, membawa racun dari hasil pembakaran fosil yang sudah mendunia. Negeri ini pun ikut-ikutan terkena dampaknya. 

Mereka yang hidup dekat dengan Tuhan, sekali lagi, bisa melihat, rusaknya alam, banyaknya kejadian bencana, musim yang tak menentu, udara yang kotor dan semakin panas ada kaitannya erat dengan manusianya yang tak lagi menggunakan akal, pikiran, dan hatinya dengan baik sehingga jiwanya yang rusak ikut memberikan sumbangsih terhadap rusaknya alam.

Runtuhnya moral, yang dibarengi dengan rusaknya alam, sekali lagi hanya bisa dilihat lebih dahulu terutama oleh mereka yang dekat dengan Tuhan, menjadi sebuah pertanda bahwa 'setan telah menang'. 

Banyaknya kasus kekerasan dan perkosaan terhadap anak kecil dan perempuan-perempuan yang tak berdaya, pembunuhan di dalam keluarga sendiri, hingga kasus-kasus tak masuk akal kini sudah menjadi biasa sekali. Korupsi yang dibiarkan bukan berita baru lagi, malah ada yang mungkin di alam pikiran bawah sadarnya sekarang ini menganggap wajar, kekuasaan pasti berbanding lurus dengan kejadian korupsi. Bahkan bisa jadi 'orang baik' itu sekarang adalah pemimpin yang 'korupsinya hanya sedikit'.

Nusantara sedari dulu selalu mengutamakan bangunan yang tak nampak, bangunan yang tidak bisa dinilai sederhana secara fisik, bangunan yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dimana coba letak peninggalan istana megah Majapahit? Singosari? Sriwijaya? Tuhan telah memberkahi manusia-manusia Nusantara dengan ilmu dan ilham serta kebijaksanaan. 

Hubungan manusia nusantara itu bukan dengan teknologi modern, bukan dengan budaya tak tahu malu, bukan dengan mengumbar nafsu seenaknya saja. 

Manusia-manusia Nusantara adalah manusia-manusia yang hanya tunduk kepada Raja yang juga bersujud pada-Nya. Raja-raja inilah yang selalu menjadi pemimpin di Nusantara, sehingga yang dibangun pertama kali tentu tak jauh dari ibadah.

Istana megah yang dipandang gagah bukan yang utama, tetapi norma-norma hidup yang sempurna, bersama alam hidup bersama. Istana yang dibangun raja-raja Nusantara dahulu adalah istana berbentuk tak kasat mata, yang bisa dilihat lewat karakter utama manusia nusantara yang selalu dekat dengann Tuhannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun