Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Yang Muda yang Jadi Ca(wa)pres, Simbol Keinginan Rakyat untuk Perubahan

25 Oktober 2023   07:34 Diperbarui: 25 Oktober 2023   10:56 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh paling nyata adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim yang secara cepat, hanya dalam jangka waktu kurang lebih setahun setelah pelantikannya mengganti seluruh kurikulum pembelajaran menjadi Kurikulum Merdeka yang semula mengacu kepada kurikulum 2013. 

Meskipun menimbulkan pro dan kontra pada masa-masa awal saat kurikulum ini berlaku, percepatan perubahan itu tidak bisa dibantah. Mereka-mereka yang berusia muda yang biasanya sanggup memikul beban revolusi, yang menuntut percepatan dalam perubahan, ketika genderang itu berbunyi.

Namun, apakah prestasi Gibran selama menjabat sebagai Walikota Solo layak untuk menjadikannya sebagai Calon Wakil Presiden? 

Tentu pembaca sekalian yang berhak memutuskan dengan melihat rekam jejaknya selama menjabat di Solo. Hal yang perlu juga untuk dicermati adalah alasan Prabowo memilih Gibran, apakah karena faktor Jokowi atau faktor lain yang memang menjadi bahan pertimbangan utama. Dalam dunia politik, bahasanya sendiri yang indah di depan kadang menipu, meski tak jarang juga terbukti dengan aksi nyata.  

Lalu apa yang diharapkan masyarakat?

Sudah jelas, yang pertama tentu adalah ekonomi. Naiknya harga-harga barang sudah bisa dirasakan dari tahun ke tahun semakin mencekik. Mereka yang rajin menabung dari dulu tentu bisa merasakannya. 

Dahulu mungkin uang dua ratus ribu bisa untuk belanja seminggu, namun lama kelamaan jumlahnya terus bertambah hingga tiga kali lipat lebih banyak untuk jumlah hari dan orang yang sama. Ketergantungan akan minyak yang menjadi backingan utama mata uang Dollar memperparah hal ini, apalagi Indonesia masih mengesampingkan emas sebagai salah satu cadangan devisa utama. 

Belum lagi banyaknya dana yang digelontorkan demi proyek-proyek unicorn yang tentu lebih besar dan sayangnya diperlakukan lebih manis ketimbang yang bergerak di tatanan ekonomi kerakyatan. Beredarnya uang-uang digital yang lebih rapuh tentu akan menambah potensi inflasi di masa yang akan datang.

Namun demikian, pada kenyataannya perubahan itu harus menyeluruh untuk mengubah keadaan Bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya adalah budaya dan pemikiran. 

Bahkan penulis beranggapan bahwa cara kita berbicara sehari-hari pun perlu diubah karena berkaitan erat dengan perilaku manusia itu sendiri seutuhnya. \\

Kata-kata cacian dan makian yang sudah dianggap wajar di kehidupan keseharian masyarakat kita pun sebenarnya mencerminkan bahwa apa yang keluar dari mulut kita adalah diri kita apa adanya. Wajar bila bangsa ini selalu dipandang sebelah mata oleh orang-orang di luar sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun