Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Panggilan Darurat Bagi Bumi: Era Pendidihan Global dan Krisis Iklim di Masa Depan

19 Oktober 2023   13:21 Diperbarui: 19 Oktober 2023   18:16 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

Di tengah sorotan dunia atas perubahan iklim yang semakin cepat dan mengerikan, Juli 2023 meninggalkan jejak-jejak yang tak bisa diabaikan.

Dilansir dari situs resmi WMO (World Meteorological Organization), ketua PBB, Antnio Guterres, menggemparkan dunia ketika ia menyebut suhu bumi yang tercatat pada Juli 2023 sebagai pertanda bahwa planet kita telah memasuki "era pendidihan global."

Panggilan darurat pun bergema, menyerukan para pemimpin dunia untuk berkomitmen pada netralitas karbon dan segera mengambil tindakan konkrit demi mencegah bencana akibat perubahan iklim yang semakin parah.

Baca juga: Optimisme Kemarau

Suhu pada bulan Juli 2023 lalu tercatat sebagai rekor tertinggi dalam sejarah pengamatan iklim. Tutupan es laut global mencapai titik terendah. Lalu, untuk bulan keempat berturut-turut, suhu permukaan laut global mencapai rekor tertinggi.

Laporan pemantauan iklim bulanan yang disusun oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa, Administrasi Oseanografi dan Atmosfer Nasional AS (NOAA), dan NASA tidak meninggalkan ruang untuk keraguan: perubahan iklim semakin mengganas sebagai akibat dari peningkatan gas rumah kaca yang memperangkap panas di atmosfer.

Berdasarkan informasi dari WMO, Antnio Guterres memberikan peringatan serius: "Era pemanasan global telah berakhir," katanya, "dan kini telah memasuki era pendidihan global."

Baca juga: Logika Pancasila

Bulan Juli diperkirakan memiliki suhu sekitar 1,5C lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pra-industri tahun 1850-1900. Angka ini berdasarkan data Layanan Perubahan Iklim Copernicus yang dioperasikan oleh Pusat Eropa untuk Peramalan Cuaca Menengah. Juli 2023 mencatatkan suhu 0,33C lebih tinggi daripada bulan Juli 2019, yang sebelumnya menjadi bulan terpanas.

Asia, Afrika, dan Amerika Selatan masing-masing mengalami Juli terpanas dalam sejarah mereka. Amerika Selatan bahkan mencatatkan anomali suhu bulanan tertinggi yang pernah tercatat.

Suhu permukaan laut rata-rata global terus meningkat, setelah mengalami periode suhu yang tinggi sejak April 2023. Bulan Juli 2023 mencapai level suhu permukaan laut global sekitar 0,51C di atas rata-rata tahun 1991-2020.

Di Atlantik Utara, suhu permukaan laut bahkan mencapai 1,05C di atas rata-rata pada bulan Juli. Gelombang panas laut pun muncul di selatan Greenland, Laut Labrador, cekungan Karibia, dan seluruh Laut Tengah.

Pencapaian rekor suhu laut ini terjadi di awal peristiwa El Nio yang diharapkan akan menyebabkan kenaikan suhu yang lebih tinggi, lebih banyak gelombang panas laut, dan pemutihan terumbu karang. Diperkirakan dampak suhu El Nio yang paling signifikan akan dirasakan pada tahun 2024.

Samantha Burgess, Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S), mengungkapkan, "Kita baru saja menyaksikan suhu udara global dan suhu permukaan laut global mencetak rekor tertinggi baru pada bulan Juli. Rekor ini memiliki konsekuensi serius bagi manusia dan planet yang semakin sering terpapar oleh peristiwa ekstrem yang semakin sering dan intens."

Chris Hewitt, Direktur Layanan Iklim WMO, menambahkan, "Berita tentang bulan terpanas dalam sejarah mungkin tidak seharusnya mengejutkan. Tahun 2015 hingga 2022 merupakan delapan tahun terpanas dalam catatan sejarah, dan ini terjadi setelah dekade pemanasan yang jelas terlihat dari waktu ke waktu. Saat kita terus melihat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, pemanasan jangka panjang ini akan terus berlanjut dan rekor suhu akan terus terpecahkan."

Tutupan Es Laut Semakin Berkurang

Juli 2023 mencatat rekor luas tutupan es laut global terendah untuk bulan Juli sepanjang sejarah. Secara global, luas es laut pada Juli 2023 sekitar 1,2 juta kilometer persegi lebih sedikit dari rekor terendah sebelumnya pada Juli 2019, menurut Pusat Data Salju dan Es Nasional AS.

Tutupan es laut Antartika mencapai rekor terendah untuk bulan ketiga berturut-turut, lebih rendah sekitar 1 juta mil persegi (2,59 juta km2) dari rata-rata tahun 1991--2020. Hal ini 580.000 mil persegi (1,5 juta km2) lebih rendah dari rekor terendah sebelumnya pada Juli 2022.

Walt Meier, seorang ilmuwan es laut di NSIDC (National Snow and Ice Data Center), mengatakan, "Apa yang kita saksikan tahun ini adalah wilayah tak terjamah dalam catatan satelit." Ini adalah kelanjutan dari tren menurunnya tutupan es laut Antartika yang dimulai setelah mencapai rekor tertinggi pada tahun 2014. Sebelum tahun 2014, tutupan es di sekitar benua ini sedikit meningkat dalam jangka panjang (sekitar 1 persen per dekade).

Namun, sejak saat itu, tutupan es telah mengalami penurunan tajam, mencapai rekor terendah pada tahun 2017, 2022, dan sekarang 2023. Penyebab perubahan ini belum jelas bagi para ilmuwan.

Tutupan es laut Arktik untuk Juli 2023 menempati peringkat ke-12 terkecil dalam catatan satelit.

Panggilan Tindakan Darurat

Perubahan iklim yang semakin meresahkan ini harus menjadi panggilan tindakan mendesak bagi semua pihak. Kita harus bersatu untuk mengatasi perubahan iklim ini dan mencegah Bumi kita terperangkap dalam pusaran panas yang semakin mengancam. Era pemanasan global telah usai, dan sekarang kita memasuki era pendidihan global, di mana tindakan kolektif adalah kunci untuk melindungi masa depan planet ini.

Dalam beberapa dekade terakhir, planet kita telah menjadi saksi pertumbuhan suhu yang mengkhawatirkan. Dari peningkatan suhu rata-rata global hingga mencairnya es di kutub, tanda-tanda perubahan iklim semakin nyata. Tidak hanya itu, kita juga menyaksikan penurunan signifikan dalam tutupan es laut, terutama di Antartika. Rekor-rekor yang terus terpecahkan, seperti bulan Juli 2023 yang menjadi bulan terpanas sepanjang sejarah pengamatan iklim, menggambarkan urgensi dari tantangan ini.

Kejadian Juli lalu tak bisa dianggap enteng. Suhu bumi 1,5C lebih tinggi dibandingkan dengan periode pra-industri. Ini adalah peringatan keras bahwa kita telah melebihi ambang batas yang dulu kita anggap aman. Rekor suhu laut dan luas tutupan es laut yang semakin rendah juga menjadi cerminan dari kerusakan ekosistem Bumi yang semakin parah.

Namun, semakin panasnya bumi tidak hanya berdampak pada suhu yang meningkat. Ini juga mengarah pada perubahan iklim yang lebih ekstrem. Gelombang panas laut, badai, banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya semakin sering terjadi dan semakin merusak kehidupan kita. Menurut data dari Badan Meteorologi Dunia (WMO), Atlantik Utara bahkan mencapai suhu 1,05C di atas rata-rata pada Juli. Gelombang panas laut terjadi di berbagai wilayah, dan ini hanya awal dari peristiwa El Nio yang diperkirakan akan berdampak lebih besar pada tahun 2024.

Bukan hanya soal suhu dan es laut, tetapi juga tentang distribusi curah hujan yang semakin tidak terduga. Juli 2023 membawa hujan lebih banyak dari biasanya ke sebagian besar Eropa utara, sementara mediterania dan wilayah Italia mengalami kekeringan yang luar biasa. Amerika Utara timur laut dan wilayah-wilayah tertentu di Asia dan Australia juga mengalami cuaca yang lebih basah dari rata-rata, sementara beberapa wilayah di Meksiko, Amerika Serikat, dan Brasil menghadapi kekeringan.

Bahkan, ketidakpastian cuaca ini mempengaruhi sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, dan persediaan air, yang menjadi nyawa bagi sebagian besar penduduk dunia. Dengan perubahan iklim yang lebih ekstrem, tantangan ini hanya akan semakin nyata dan berdampak besar bagi kehidupan sehari-hari kita.

Selama beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan laju perubahan iklim yang semakin cepat. Suhu rata-rata dunia meningkat, dan rekaman-rekaman baru terus terpecahkan. Bahkan laju pencairan es di Antartika, yang dulu terlihat stabil, kini mengkhawatirkan. Rekor luas tutupan es laut yang terus menurun tidak hanya berarti kerugian bagi ekosistem laut, tetapi juga meningkatkan potensi kenaikan permukaan laut yang mengancam banyak wilayah pesisir di seluruh dunia.

Sementara beberapa mungkin menganggap berita tentang Juli 2023 sebagai hal yang tak mengherankan, ini seharusnya menjadi pukulan telak bagi kita semua. Tahun 2015 hingga 2022 adalah delapan tahun terpanas dalam sejarah, dan ini bukan hanya angka-angka di atas kertas. Ini adalah peringatan keras bahwa kita sedang mengubah dunia kita dengan cara yang tidak dapat diabaikan. Tidak hanya itu, ketidakpastian cuaca yang semakin besar dan perubahan ekstrem adalah kenyataan yang semakin meresahkan.

Perubahan iklim telah menjalar ke setiap aspek kehidupan kita. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga kesehatan, ekonomi, keamanan pangan, dan kehidupan sosial. Kita melihat dampaknya pada sektor pertanian yang semakin rentan, pada kebakaran hutan yang melanda lebih sering, pada kekeringan yang mengancam sumber air, dan pada cuaca ekstrem yang mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

Kini, kita tidak lagi berbicara tentang masa depan yang jauh di masa mendatang. Era pemanasan global telah berakhir, dan kita telah memasuki era pendidihan global. Ini adalah krisis yang mendesak, yang menuntut tindakan konkret segera. Sementara kita terus melihat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, kita juga harus meningkatkan upaya kita untuk melawan perubahan iklim ini.

Sebuah Tantangan Global

Perubahan iklim bukanlah masalah yang dapat dipecahkan oleh satu negara atau satu pemerintah saja. Ini adalah tantangan global yang memerlukan kerja sama antara negara-negara, lembaga internasional, dan sektor swasta. Kesepakatan iklim seperti Kesepakatan Paris memberikan landasan yang baik, tetapi kita perlu lebih dari itu.

Pertama-tama, netralitas karbon adalah kunci. Setiap negara dan entitas ekonomi besar harus berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon secepat mungkin. Ini berarti mengurangi emisi karbon secara drastis dan mengkompensasinya melalui tindakan seperti penanaman pohon atau teknologi penangkapan karbon.

Selain itu, kita harus memperkuat infrastruktur hijau, meningkatkan efisiensi energi, dan berinvestasi dalam energi terbarukan. Teknologi dan inovasi akan memainkan peran penting dalam mengatasi perubahan iklim ini. Kita perlu merangsang riset dan pengembangan untuk menciptakan solusi yang lebih efektif dan ramah lingkungan.

Pemerintah juga harus mendorong perubahan perilaku masyarakat dan bisnis. Ini termasuk mendorong transportasi berkelanjutan, mendukung konsumsi yang lebih berkelanjutan, dan mengurangi limbah. Pendekatan ini juga harus inklusif, mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi pada semua lapisan masyarakat.

Untuk mencapai semua ini, diperlukan dukungan finansial yang kuat. Negara-negara yang lebih makmur perlu membantu negara-negara berkembang dalam usaha mereka untuk mengatasi perubahan iklim. Dana hijau internasional harus diperkuat dan diarahkan dengan efektif untuk memastikan bahwa semua pihak dapat berpartisipasi dalam perubahan ini.

Selain itu, perusahaan dan bisnis besar juga memiliki peran penting dalam mengatasi perubahan iklim. Mereka perlu mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan berinvestasi dalam teknologi hijau. Inovasi dalam sektor swasta akan menjadi kunci dalam menggerakkan perubahan yang diperlukan.

Kita tidak boleh lagi berpangku tangan menghadapi perubahan iklim ini. Panggilan darurat telah terdengar, dan kita harus segera bertindak. Suhu yang semakin tinggi, luas tutupan es laut yang semakin sempit, dan cuaca ekstrem yang semakin sering adalah tanda-tanda yang tak terbantahkan. Era pemanasan global telah berakhir, dan kita telah memasuki era pendidihan global.

Tindakan kolektif adalah satu-satunya cara kita bisa menghadapi krisis ini. Kita perlu merangkul perubahan dalam segala aspek kehidupan kita, mulai dari cara kita menghasilkan dan menggunakan energi hingga bagaimana kita berperilaku sebagai konsumen. Kita perlu berinvestasi dalam teknologi hijau dan menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Namun, yang paling penting, kita perlu berkomitmen untuk bekerja sama sebagai warga dunia. Perubahan iklim adalah masalah global yang memerlukan kerja sama global. Negara-negara, lembaga internasional, sektor swasta, dan individu harus bekerja bersama untuk mengatasi krisis ini.

Saat kita memasuki era pendidihan global, kita juga harus memasuki era tindakan global. Tidak ada lagi waktu untuk menunggu. Saatnya bertindak sekarang sebelum terlambat. Masa depan planet ini, dan masa depan generasi mendatang, bergantung pada tindakan kita sekarang. Jangan biarkan planet kita terperangkap dalam pusaran panas yang semakin mengancam.

Sumber: WMO dan berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun