Sekali lagi data dari Kedutaan Besar Amerika Serikat menunjukkan bahwa kondisi kualitas udara di puncak musim kemarau tahun 2023 merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini tentu perlu untuk mendapat perhatian lebih dari sektor-sektor terkait, terutama sektor kesehatan, terutama karena dampaknya yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Data Dari Satelit
Tak berhenti sampai di situ, penulis pun mencari data dukung tambahan, kali ini didapat dari pengukuran Nitrogen dioksida (NO2) secara Near-Real Time oleh satelit Sentinel-5 Precursor yang disajikan dalam bentuk spasial melalui Google Earth Engine.
NO2 sendiri adalah gas penting di atmosfer Bumi yang terdapat di troposfer dan stratosfer. Mereka memasuki atmosfer sebagai hasil dari aktivitas antropogenik (terutama pembakaran bahan bakar fosil dan pembakaran biomassa) dan proses alam (kebakaran hutan, kilat, dan proses mikrobiologis di tanah).
Data peta spasial rata-rata Bulan Agustus pada tahun 2023 menunjukkan konsentrasi NO2 cukup tinggi di Jakarta dan sekitarnya. Bahkan terlihat pula tingginya konsentrasi NO2 ini di tahun-tahun sebelumnya, yakni di 2022, 2021, 2019, dan 2018. Hanya di tahun 2020 saja, yakni saat La Nina Moderate terjadi, yang juga bertepatan dengan tahun PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), konsentrasi rata-rata NO2 tampak berada di bawah 0,0002 mol/m2 di Jakarta dan sekitarnya.Â
Bagian utara Banten juga menunjukkan konsentrasi rata-rata NO2 yang cukup tinggi. Hanya di tahun 2021 saja tidak nampak konsentrasi di atas 0,0002 mol/m2 dan di 2020 dimana terdapat lebih sedikit konsentrasi rata-rata rata-rata NO2 di atas 0,0002 mol/m2.
Secara umum, di puncak musim kemarau, yakni di Bulan Agustus dapat dilihat rata-rata konsentrasi NO2 yang tinggi di wilayah Jakarta. Hanya di tahun 2020 saja konsentrasi NO2 lebih sedikit nilainya di atas Jakarta dibandingkan tahun-tahun lainnya.Â
Banyaknya konsentrasi gas buang dari sektor transportasi disinyalir menjadi penyebab utama tingginya konsentrasi NO2 di Jakarta dan sekitarnya. Selain tentunya dari sektor industri Pembangkit Listrik yang banyak memanfaatkan batu bara.
Duh, setelah melihat sendiri data dan fakta di atas, kini penulis lebih yakin lagi akan dampak buruk yang dihasilkan oleh kotornya udara. Banyaknya anak-anak sekolah yang sakit batuk-pilek bahkan terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) akhir-akhir ini, khususnya di wilayah ibukota dan sekitarnya, sangat mungkin disebabkan oleh parahnya kondisi kualitas udara.