Tahun 1919, setelah berakhirnya Perang Dunia I, merupakan waktu yang penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan India. Saat itu, terjadi kekhawatiran di kalangan umat Muslim India tentang nasib Khalifah Utsmaniyah di Turki setelah jatuhnya Kekaisaran Utsmaniyah. Dalam suasana ketidakpastian ini, Mahatma Gandhi, seorang pemimpin yang dihormati dan dikenal karena prinsip non-kekerasannya, bersama dengan para pemimpin Muslim seperti Maulana Mohammad Ali dan Maulana Shaukat Ali, bersatu dalam mendukung Gerakan Khilafat.
Gerakan Khilafat: Solidaritas Agama dalam Perjuangan Bersama
Gerakan Khilafat, yang diprakarsai oleh pemimpin Muslim India, bertujuan untuk memperjuangkan hak dan nasib Khalifah sebagai pemimpin spiritual umat Islam. Gandhi, seorang Hindu, bergabung dalam solidaritas dengan umat Islam untuk mendukung Khalifah. Tentu, dalam dukungannya, Gandhi juga menginginkan agar umat Hindu nantinya dapat menerapkan ajaran agamanya sendiri tanpa harus mengikuti aturan buatan penjajah yang sekuler, sama seperti umat muslim.
Mereka mengorganisir aksi boikot dan protes terhadap pemerintah Inggris sebagai bentuk dukungan mereka. Ini adalah contoh konkret bagaimana perjuangan untuk kemerdekaan India tidak hanya melibatkan satu komunitas agama, tetapi menjadi perjuangan bersama yang memadukan umat Muslim dan Hindu dalam semangat persatuan.
Gerakan Khilafat tidak hanya tentang mempertahankan otoritas agama, tetapi juga menjadi wujud ketidakpuasan terhadap penjajahan Inggris. Pada saat yang sama, Gandhi juga memandang Gerakan Khilafat sebagai kesempatan untuk mempersatukan berbagai komunitas agama di India dalam satu tujuan bersama: kemerdekaan dari penjajahan.
Ketika dua pemimpin Muslim yang berpengaruh, Maulana Mohammad Ali dan Maulana Shaukat Ali, mengunjungi Gandhi di Sabarmati Ashram-nya di Ahmedabad, kolaborasi mereka membuka jalan bagi perubahan besar dalam perjuangan kemerdekaan India. Mereka membahas strategi bersama dan menegaskan pentingnya non-kekerasan dalam perjuangan mereka.
Ideologi Non-Sekuler Gandhi: Mengutamakan Keadilan Agama
Sementara Gandhi aktif mendukung Gerakan Khilafat, ia juga mengembangkan dan mempromosikan ideologi non-sekuler yang kuat dalam konteks perjuangan kemerdekaan India. Ia adalah seorang pemimpin yang mendukung gagasan bahwa keadilan agama harus menjadi dasar bagi negara India yang merdeka.
Dalam pandangan Gandhi, menjaga hak-hak minoritas agama adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan inklusif. Ia memahami pentingnya memberikan kebebasan beragama untuk semua warga India, tanpa memandang agama atau kepercayaan mereka. Baginya, perdamaian dan harmoni antaragama adalah elemen kunci dalam membangun bangsa yang bersatu.
Gandhi memimpin berbagai aksi protes untuk melindungi hak-hak minoritas, termasuk hak-hak umat Muslim. Salah satu momen bersejarah dalam perjuangan ini adalah Kampanye Pemboikotan Garam pada tahun 1930. Melalui protes damai ini, ia menunjukkan keabsurdan pajak garam yang dikenakan oleh pemerintah Inggris dan mengajak rakyat India, termasuk umat Muslim, untuk membuat garam mereka sendiri sebagai tindakan perlawanan terhadap penjajahan.