Selama beberapa dekade terakhir, Timur Tengah telah menjadi pusat perhatian dunia, dengan berbagai peristiwa dan konflik yang telah membentuk sejarah dan geopolitik wilayah ini. Salah satu aspek yang paling kontroversial dalam sejarah modern Timur Tengah adalah keberadaan negara Israel dan keterlibatan Amerika Serikat di wilayah ini. Artikel ini akan membahas alasan di balik invasi Amerika Serikat ke Timur Tengah dan pandangan tentang Israel sebagai "negara penjajah."
Beberapa pihak memandang Israel sebagai negara penjajah karena pendirian dan perkembangan negara ini telah menyebabkan pengusiran dan penderitaan penduduk asli Palestina. Kebijakan pemukiman Israel di wilayah Tepi Barat dan perang di Jalur Gaza telah menciptakan ketegangan dan kontroversi yang berlarut-larut.
Simbolisme di Uang Satu Dolar
Simbol pada uang satu dolar sudah banyak dibahas, bagian piramida sebelah kiri menggambarkan bagaimana kekuasaan itu terbangun di Amerika Serikat, terutama dari ideologi dan politiknya. Novus Ordo Seclorum yang juga berarti tatanan dunia baru mengimplikasikan sekulerisme yang bersembunyi dibalik Demokrasi.
Bagian penting yang akan dibahas yakni simbol di sebelah kanan, yakni burung elang yang mencengkeram tulisan E Pluribus Unum. Maknanya yaitu kira-kira 'dari banyak menjadi satu' dimana burung elang menggambarkan Negara Amerika itu sendiri. Yang paling menarik yaitu logo bintang berjumlah 13 di bagian atas, bintang-bintang ini jika digabungkan maka akan membentuk satu bintang besar yang sama dengan lambang bendera negara Israel. Nah, ini mengindikasikan bahwa tujuan tertinggi atau apa yang dicita-citakan dengan keberadaan Amerika adalah terbentuknya Negara Israel.
Tentu, Negara Israel yang terbentuk sekarang berbeda jauh dengan Israel yang dipimpin oleh Nabi Daud dan Sulaiman. Israel yang sekarang lebih mirip sebagai Negara Penjajah dan teroris yang sesungguhnya. Entah sudah berapa banyak rakyat sipil Palestina yang mereka bunuh sampai sekarang dengan seenak jidatnya sendiri.
Â
Berdirinya Israel dari 'Ibu' Inggris dan 'Ayah' Amerika
Rencana berdirinya Negara Israel sudah dimulai jauh-jauh hari, yakni semenjak berlangsungnya Perang Salib dari tahun 1095 -- 1291. Lalu pada tahun 1917 keluarlah Deklarasi Balfour. Deklarasi ini berisi pernyataan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1917 selama Perang Dunia I yang mengumumkan dukungannya untuk pendirian "rumah nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina.
Deklarasi tersebut terdapat dalam surat yang bertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, kepada Lord Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Inggris, yang kemudian akan diteruskan kepada Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia.
Kemudian selama 1917 hingga 1948, Inggris memegang Mandat Palestina dan berjanji untuk memberikan orang-orang Yahudi tanah di Palestina.
Selepas itu setelah 14 Mei 1948, Israel mendeklarasikan diri sebagai Negara di tanah Palestina. Presiden Harry Truman adalah pemimpin negara pertama yang mengakui Israel ketika negara tersebut didirikan pada tahun 1948.
Setelah itu Negara Israel secara 'ajaib' menjadi Negara yang besar dan bisa dibilang memiliki kekuatan 'adidaya' saat ini. Hal yang tentu menjadi diskusi panjang yang perlu mendapat perhatian khusus.
Pertama-tama, mari kita tinjau hubungan antara Israel dan Tanah Suci. Sejak berdirinya Israel pada tahun 1948, kita melihat sejumlah peristiwa yang sulit dijelaskan dengan pemahaman politik tradisional. Pembentukan negara ini, kembalinya bangsa Israel setelah 2000 tahun pengasingan, dan pertumbuhan Israel menjadi negara yang kuat telah memicu pertanyaan tentang apakah ada faktor-faktor yang lebih mendalam yang berperan di baliknya. Apakah ini semua hanya kebetulan atau apakah ada elemen spiritual atau takdir yang terlibat?
Kemudian, ada hubungan antara Amerika Serikat dan Israel yang juga menarik perhatian dunia. Sejak awal, Amerika Serikat telah menjadi salah satu sekutu terdekat Israel, memberikan dukungan politik, militer, dan ekonomi yang kuat. Namun, alasan di balik kemitraan ini juga menjadi misteri bagi banyak orang. Mengapa Amerika Serikat selalu bersikeras mendukung Israel, bahkan ketika ada kontroversi besar?
Pada abad ke-20 dan 21, peradaban Barat modern, terutama melalui peran Amerika Serikat, telah memainkan peran penting dalam pengembangan dan dukungan terhadap Israel. Amerika Serikat telah memberikan dukungan militer, transfer teknologi, dan bantuan ekonomi yang besar kepada Israel, sehingga negara ini menjadi salah satu negara superpower yang signifikan di dunia saat ini.
Amerika Serikat memberikan dukungan militer yang signifikan kepada Israel, menyediakan senjata dan teknologi militer terbaru, sehingga membantu Israel membangun angkatan bersenjata yang kuat.
Selain itu, transfer teknologi juga telah menjadi faktor penting dalam hubungan ini. Amerika Serikat telah membantu Israel dalam pengembangan teknologi tinggi, termasuk teknologi pertahanan, sains, dan teknologi informasi. Hal ini telah memperkuat kemampuan Israel dalam berbagai bidang, termasuk pertahanan nasional, penelitian medis, dan teknologi komunikasi.
Bantuan ekonomi juga merupakan komponen kunci dalam hubungan Amerika Serikat-Israel. Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat telah memberikan bantuan finansial yang besar kepada Israel, membantu negara ini mengatasi tantangan ekonomi dan mengembangkan sektor-sektor penting dalam perekonomian mereka.
Akibat dari dukungan yang kuat ini, Israel telah menjadi salah satu negara superpower di Timur Tengah. Negara ini memiliki kekuatan militer yang tangguh, teknologi tinggi yang canggih, dan perekonomian yang kuat. Ini memberikan Israel posisi yang unik dalam urusan global, dan beberapa bahkan berpendapat bahwa negara ini mungkin bersiap untuk mengambil alih peran sebagai negara yang memimpin dunia.
Bantuan militer yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Israel saat ini mencapai hampir $4 miliar dolar setiap tahun.
Perang di Timur Tengah demi Keamanan Israel
Sejak tragedi runtuhnya Menara Kembar pada 11 September 2001, invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan telah menjadi sumber perdebatan yang tak kunjung berakhir. Dalam prosesnya, berbagai kejanggalan dan pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban memunculkan teori-teori konspirasi yang berpendapat bahwa peristiwa 9/11 mungkin adalah hasil dari operasi bendera palsu yang disusun dengan tujuan tertentu. Operasi tersebut disinyalir dimaksudkan untuk melegitimasi campur tangan politik Amerika Serikat di Timur Tengah, dengan dalih membawa demokrasi dan melancarkan perang melawan terorisme.
Sejak saat itu, media Amerika telah memperbesar kata "terorisme" dan mengaitkannya dengan Islam. Tindakan radikalisme yang dilakukan oleh sejumlah kecil individu yang mengatasnamakan Islam menjadi pemicu ketegangan dan stereotip negatif yang terasa membabi buta, bahkan bagi mereka yang hanya ingin menjalankan keyakinan mereka dalam agama Islam.
Perdebatan ini masih berlanjut, dan wacana mengenai peristiwa 9/11 dan tindakan Amerika Serikat di Timur Tengah tetap menjadi sorotan utama. Tentu saja, masyarakat berhak untuk mencari kebenaran dan mengajukan pertanyaan yang relevan, tetapi dalam prosesnya, kita juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam pandangan sempit atau stereotip yang dapat merugikan keragaman dan toleransi.
Lalu apa hubungannya invasi Amerika dan NATO di Timur Tengah dengan keberadaan Israel?
Jangan pernah melupakan sejarah, pada 14 mei 1948, tepat ketika Israel diproklamasikan sebagai sebuah Negara yang berdiri di atas tanah Palestina, sehari setelahnya terjadi penyerbuan oleh negara-negara yang berada di sekitarnya. Tentara dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya menyerbu Israel. Lalu munculah perang Arab Israel pertama yang dimenangkan dengan mudah oleh Israel. Setelahnya rentetan konflik Negara-negara Arab dan Israel semakin banyak, hal yang tentu didasari oleh sifat tamak manusianya yang seenak hati mengambil tanah Palestina dan berbuat semena-mena kepada negara di sekitarnya.
Dalam kancah politik internasional, negara-negara Islam juga banyak yang memusuhi Israel, meskipun lambat laun dengan dukungan politik, Israel dapat perlahan diterima. Namun, negara-negara dengan pemerintah yang masih mempertahankan akal sehat dan moral, tentu tidak semudah itu menerima keberadaan Israel di tanah Arab.
Saddam Hosein, secara kebetulan, adalah sosok yang tegas terhadap Israel. Pada Perang Teluk II tahun 1991, Israel berhadapan dengan ancaman yang serius ketika sejumlah rudal Scud diluncurkan ke wilayahnya, termasuk kota-kota besar seperti Tel Aviv dan Haifa. Ancaman ini datang dari rezim Saddam Hussein di Irak yang sedang terlibat dalam konflik dengan Amerika Serikat dan koalisi internasional. Pada perkembangannya, Perang Teluk II menjadi konflik antara Irak dan Amerika Serikat untuk mewujudkan ambisi ekonomi dan politis di kawasan Timur Tengah. Sehingga bisa ditarik benang merah dari peristiwa Perang Teluk I hingga II ke invasi Amerika pasca false flag pada 11 September 2001.
Israel, yang takut untuk melawan Irak saat itu hanya bisa mensiagakan sistem pertahanan rudal Patriot yang diberikan oleh Amerika Serikat di sekitar wilayahnya.
Padahal Israel memiliki cita-cita untuk mengembalikan kejayaan seperti dahulu kala saat Raja Daud dan Sulaiman berkuasa. Daerah kekuasaan Israel yang tertulis dalam kitab-kitab mereka jauh lebih luas dibandingkan saat ini. Masalah internal di tepi barat saja tidak selesai-selesai hingga saat ini, ketakutan mereka untuk mengeksekusi dan mengakhiri perlawanan rakyat Palestina tentu diakibatkan oleh dukungan tanpa henti Negara-negara Islam terutama yang dekat, yakni di Timur Tengah. Indonesia saja yang jauh di tenggara selalu memberikan dukungan terhadap perjuangan Palestina.
Bagaimana jika Israel menghendaki kembalinya luas wilayah seperti zaman dahulu? Tentu tidak akan mendapat sambutan yang mudah dari Negara-negara Timur Tengah. Apalagi jika masih ada Irak, Saddam Hosein tidak akan segan-segan meluncurkan kembali rudal ke sana. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian ideologi, sehingga paling tidak bisa diajak berdiskusi mengenai keberadaan Israel di sana. Tentu, jika terjadi perang pun, negara-negara di sekitarnya paling tidak bisa 'dikendalikan' dengan baik.
Itulah konsekuensi logis dari lamanya invasi Amerika dan NATO ke Timur Tengah, penyesuaian ideologi dibalik indahnya istilah 'demokrasi'. Pemerintah-pemerintah boneka dibentuk diberbagai negara, kerjasama digalang demi masa depan yang terukur dan terkendali. Terakhir, putra mahkota Arab Saudi, MBS, yang dekat sekali dengan barat. Penting untuk menggenggam Arab, karena memang secara politik pastilah sangat menentang keberadaan Israel di Palestina.
Untungnya, Afganistan masih bisa melawan dan merdeka di bawah Pemerintahan Taliban. Kata Taliban berarti 'para mahasiswa', mereka yang terpelajar dan melakukan perlawanan di sana.
Keberadaan Israel tak bisa lepas dari peradaban barat, khususnya Inggris dan Amerika. Cara mereka dalam menjajah Palestina menjadi persoalan utama yang menjadi perhatian seluruh dunia, khususnya dunia Islam, yang sebagian besarnya berada di Timur Tengah.
Sumber: berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H