Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Yogyakarta, Keistimewaan dan Keunikannya

2 September 2023   10:48 Diperbarui: 2 September 2023   10:56 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Pengesahan UU Istimewa Yogyakarta: Memperingati Keistimewaan yang Berharga

Setiap tanggal 31 Agustus, kota istimewa ini merayakan Hari Pengesahan UU Istimewa Yogyakarta. Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga penanda keberlangsungan keistimewaan daerah ini, yang diatur dalam UU RI No. 13 Tahun 2012. Undang-undang ini menegaskan kembali status istimewa DIY sebagai provinsi yang memiliki otonomi khusus dalam penyelenggaraan pemerintahannya. DIY memiliki Gubernur yang juga merupakan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Adipati Pakualaman. Hal ini menciptakan struktur pemerintahan yang unik di Indonesia dan mencerminkan komitmen negara terhadap pelestarian budaya dan tradisi Jawa.

Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY adalah satu-satunya provinsi otonom di Indonesia yang masih memiliki seorang Sultan yang memimpin. Pada awalnya, Yogyakarta adalah bagian dari Kesultanan Mataram, yang kemudian terbagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Keduanya diakui oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri.

Saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII memutuskan untuk menyatakan Yogyakarta dan Pakualaman sebagai bagian wilayah Republik Indonesia, membentuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada saat itu, Yogyakarta bahkan pernah menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Namun, keberanian ini juga mempertaruhkan kelangsungan Republik Indonesia dalam masa-masa sulit perjuangan kemerdekaan.

Polemik Sabda Raja Yogyakarta Pada 2015

Polemik mengguncang Yogyakarta pada tahun 2015 ketika Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja yang mengumumkan niatnya untuk mengganti nama dan gelar yang melekat padanya. Ini adalah pernyataan yang menciptakan perdebatan di dalam dan luar lingkungan Keraton. Sultan berargumentasi bahwa perubahan ini didasarkan pada petunjuk Tuhan dan leluhur.

Namun, banyak yang menentang perubahan ini, khususnya penghapusan gelar "Khalifatullah," yang memiliki konotasi religius kuat. Muhammadiyah dan NU juga ikut campur dalam perdebatan ini, mengemukakan pandangan mereka tentang gelar tersebut. Polemik ini juga memicu pertanyaan tentang bagaimana perubahan ini akan memengaruhi keistimewaan DIY dan struktur politiknya.

Apakah keistimewaan Yogyakarta akan berubah dengan adanya peristiwa ini? Tentu amat disayangkan jika perubahan nama dan gelar Sultan Yogyakarta yang dilakukan oleh Sultan HB X kemarin lalu hanya untuk melancarkan jalan bagi keturunannya yang notabene bukanlah seorang laki-laki agar dapat menggantikan posisi Sultan pada waktunya nanti.

Baca juga: Esensi Merdeka

Kehidupan Unik Yogyakarta: Budaya, Pendidikan, dan Keramahan

Yogyakarta adalah kota yang memancarkan keunikan dalam banyak aspek. Selain keistimewaan politiknya, kota ini juga kaya dengan budaya dan seni. Keraton Yogyakarta adalah pusat dari kehidupan budaya dan tradisional Jawa. Seni wayang kulit, tari Jawa, dan musik gamelan adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari di Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun