Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Konferensi Meja Bundar (KMB): Jejak Sejarah dan Pengaruhnya

24 Agustus 2023   09:16 Diperbarui: 24 Agustus 2023   09:18 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam deru waktu yang berkelana, terkadang titik balik sejarah tercipta di balik layar kehidupan manusia. Hari yang dicatat dalam lembaran sejarah, 23 Agustus, mengingatkan kita pada suatu momen yang telah mengubah arah perjalanan bangsa Indonesia. Konferensi Meja Bundar, peristiwa monumental yang memperoleh tempat istimewa dalam sejarah tanah air, telah mengukir tinta emas yang tak akan pudar.

Berangkat dari niat baik untuk mengakhiri kepahitan konflik dan membuka lembaran baru, Konferensi Meja Bundar berlangsung sejak 23 Agustus hingga 31 Oktober, bertempat di kota sejarah Den Haag, Belanda. Panggung diplomasi yang mempertemukan delegasi Indonesia, dipimpin oleh sosok ulung Drs. Mohammad Hatta, dan perwakilan Belanda, berubah menjadi medan keputusan yang membawa harapan.

Momentum ini menjadi sinar keberanian bagi Indonesia, karena melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda akhirnya mengucapkan pengakuan atas keberadaan Republik Indonesia Serikat. Kala itu, semangat diplomasi dan kompromi mengilhami para delegasi untuk menyepakati berbagai keputusan yang memayungi jalan perdamaian. Bagai aliran sungai yang menemukan muaranya, Belanda akhirnya merangkul Indonesia sebagai sebuah negara federal, di mana Republik Indonesia dan entitas federal bentukan Belanda saling beriringan.

Namun, dalam gemuruh kesepakatan, riak perundingan masih terasa di wilayah barat, yang kini dikenal sebagai Irian Barat. Nasib wilayah ini masih menggantung, menunggu saat dimana kesepakatan akhir dapat mengukuhkan kedaulatan. Namun, Konferensi Meja Bundar telah mengukir fondasi kuat untuk dialog dan penyelesaian yang adil.

Tidak hanya sebatas lembaran kesepakatan, tanggal 15 Desember 1949 ditandai dengan langkah bersejarah: ratifikasi hasil Konferensi Meja Bundar oleh KNIP. Hari berikutnya, langit Indonesia menyaksikan sosok Soekarno naik ke tangga kepresidenan Indonesia Serikat, sementara Mr. Assaat, Ketua KNIP, melangkah sebagai Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia. Sebuah perubahan landasan yang diberkahi oleh waktu.

Dilalui dengan perjuangan diplomasi yang panjang, akhirnya tanggal 27 Desember 1949 menjadi puncak pengakuan. Ratu Juliana, dengan segala kehormatan yang terpancar, secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia kepada Perdana Mentri Mohammad Hatta. Den Haag, sebagai saksi bisu, menjadi saksi terwujudnya mimpi kemerdekaan.

Baca juga: Esensi Merdeka

Dampak Konferensi Meja Bundar

Dampak KMB tidak hanya terbatas pada pengakuan internasional, tetapi juga membentuk fondasi bagi Indonesia modern yang kita kenal hari ini.

1. Pengakuan Kedaulatan Indonesia:

Dampak paling signifikan dari KMB adalah pengakuan internasional terhadap Republik Indonesia Serikat. Melalui perundingan yang kompleks, Belanda secara resmi mengakui hak Indonesia atas kedaulatan dan keberadaannya sebagai negara merdeka. Ini merupakan pukulan penting bagi perlawanan yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia selama bertahun-tahun. Pengakuan ini menjadi dasar hukum untuk eksistensi Republik Indonesia dalam tatanan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun