Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Dari Mahabaratha hingga Hiroshima, lalu Oppenheimer dan Baghavad Gita

6 Agustus 2023   19:40 Diperbarui: 6 Agustus 2023   19:52 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bom atom yang digunakan oleh Amerika Serikat diberi nama 'Little Boy,' yang memang ironis karena dampaknya begitu besar dan mengerikan. Tragedi berikutnya terjadi tiga hari kemudian, pada 9 Agustus, saat kota Nagasaki juga menjadi target pengeboman atom dengan menggunakan bom 'Fatman.' Dalam hitungan detik, ribuan nyawa berlalu begitu saja, dan luka-luka fisik dan psikologis membayangi para korban selamat.

Lebih dari 140.000 jiwa menjadi korban tewas dalam dua pengeboman tersebut. Angka ini seakan tak mampu mencerminkan betapa dahsyatnya ledakan dan betapa mengerikannya penyiksaan yang dialami oleh warga Hiroshima dan Nagasaki. Mereka yang selamat dari bencana ini dikenal sebagai 'hibakusha,' sebutan bagi para saksi hidup yang harus menghadapi setiap harinya dengan trauma dan kenangan yang tidak pernah hilang.

Hibakusha telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri neraka dunia. Mereka harus berjuang melawan penderitaan fisik akibat radiasi, sementara luka-luka emosional mereka sembuh perlahan. Selama bertahun-tahun, mereka hidup dalam kecemasan akan dampak jangka panjang yang diakibatkan oleh paparan radiasi. Kisah hidup mereka adalah bukti nyata akan keserakahan manusia yang tak kenal batas, serta ingatan mengenai bahaya senjata pemusnah massal.

Pertanyaan moral yang seringkali ditimbulkan adalah apakah pengeboman atom tersebut benar-benar diperlukan untuk mengakhiri perang. Banyak ahli sejarah dan pakar strategi militer yang masih berselisih pandangan hingga saat ini. Namun, satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa tragedi Hiroshima dan Nagasaki telah meninggalkan bekas yang mendalam dalam sejarah peradaban manusia.

Mengenang peristiwa tersebut adalah pengingat bagi kita semua untuk selalu berusaha mencegah perang dan konflik bersenjata. Kita harus menghargai perdamaian dan saling memahami antarbangsa, agar masa lalu kelam seperti itu tidak pernah terulang kembali.

Di sisi lain, tragedi ini juga menjadi panggilan bagi manusia untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan bijaksana. Penggunaan energi nuklir seharusnya tidak dipakai untuk merusak, tetapi untuk kepentingan kemanusiaan. Kita harus berkomitmen untuk mendorong perdamaian dunia, menghormati hak asasi manusia, dan memastikan masa depan generasi mendatang tidak dipenuhi oleh ketakutan dan pengorbanan.

Terakhir, penting untuk mempelajari sejarah, terutama di zaman sebelum banjir besar, karena sejarah pasti akan berulang kembali. Konflik Russia-Ukraina bukan tidak mustahil menjadi episode pembuka Perang Dunia ketiga yang pasti menggunakan Nuklir. Dan yang terpenting, kita juga harus menghayati, untuk alasan apa dan kenapa pada akhirnya seluruh peradaban hebat yang sebelumnya ada itu akhirnya musnah tenggelam. Ingatlah jikalau Tuhan tetap mengawasi seluruh tingkah laku manusia di bumi ini karena Dialah Sang Pencipta segalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun