Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Membahas Mengenai Tatanan Dunia Baru - New World Order

30 Juli 2023   07:15 Diperbarui: 30 Juli 2023   08:24 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sini lah intinya, pengambil alihan seluruh kekuasaan dunia di bawah satu pemerintahan baru, yang tidak lagi berlandaskan kepada Tuhan yang sebenarnya, namun Tuhan yang disimbolkan dengan mata satu. Dari sudut pandang agama, simbol mata itu berarti kebutaan, hanya bisa melihat luarnya saja namun tidak bisa melihat ke dalam, melalui mata hati. Butuh pembahasan lain mengenai hal ini, kita lanjutkan dulu.

Untuk mempertahankan tatanan dunia baru ini selalu diperlukan permainan yang terus menerus untuk menjaganya tetap lestari. Mengapa demikian? Karena sebenarnya tatanan itu palsu, segera akan musnah begitu kita memilih untuk tidak mempercayainya, apalagi melawan bersama-sama. Susahnya yang diserang adalah alam bawah sadar, masing-masing dari kita tidak sadar jika dijadikan budak oleh sesuatu yang salah. Termasuk para penduduk Amerika pun sebenarnya sama, banyak diantara mereka yang tidak tahu dan tidak mempedulikan hal ini. Yang tahu dan melawan mungkin akan bernasib sama dengan Presiden John F. Kennedy.

Dahulu perang dunia dijadikan sebuah permainan untuk mengawali, lalu komunisme dan demokrasi menjadi alat supaya ideologi itu menyebar. Uang yang awalnya adalah emas, dimonopoli ke dalam bentuk kertas, yang secara perahan berhasil menggantikannya dan membuat tatanan perbudakan baru, kini uang digital yang lebih ringkih merajalela.

Lalu dua abad ini terorisme menjadi isu yang utama untuk menyebarkan 'cara hidup' itu melalui apa yang disebut sebagai 'demokrasi'. Padahal isinya adalah kebebasan yang kebablasan, orang-orang mabuk, dan pornografi.

Hmm, membahas demokrasi ada baiknya kita kaitkan dengan pancasila sila ke-4. Bukankah musyawarah mufakat lebih utama dibandingakn dengan suara terbanyak? Pertanyaan saya adalah bagaimana kalau yg mendominasi itu suara iblis dan setan? Kita harus ikut saja, begitu? Tentu tidak, musyawarah mufakat didasarkan sepenuhnya oleh sila sebelumnya, Ketuhanana Yang Maha Esa dan Kemanusiaaan Yang Adil dan Beradab akan menghasilkan keputusan yang membawa Persatuan. Yaya, seperti di sekolahan saja ya kita membahasnya, hehe.

Lalu apa yang akan terjadi di masa depan? Bisa jadi setelah perang dunia ketiga adalah serangan alien dari luar angkasa, yang jelas seluruhnya ditujukan untuk membutakan mata hati sehingga kita semua masuk ke dalam perangkapnya. (Baca tulisan saya tentang UFO dan Haunebu).

Masih ingat kan di depan tadi kita membahas mata di atas piramida? Mata itu belum turun untuk melengkapi sang piramida, ia akan muncul nanti dengan kemarahannya dalam wujud manusia, setelah melewati sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan, dan sehari seperti seminggu seperti apa yang telah diperingatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dajjal sang Mesiah palsu akan memimpin sendiri perang sebelum kedatangan kedua kalinya Nabi Isa alaihissalam ke bumi ini untuk mengalahkannya.

Catatan: seluruh tulisan adalah dari sudut pandang penulis pribadi, tidak mewakili pihak manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun