Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penurunan Populasi Jepang: Menelusuri Akar Masalah dan Solusinya

12 Juli 2023   13:03 Diperbarui: 12 Juli 2023   13:06 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
angka kelahiran yang menurun di Jepang setiap tahun. ilustrasi: freepik.com

Pembatasan Akses ke Alat Pemuas Seks: Membatasi akses dan promosi terhadap alat-alat pemuas seks di luar pernikahan dapat menjadi langkah untuk mengembalikan makna seksualitas dalam konteks komitmen yang lebih dalam. Dengan memprioritaskan hubungan pernikahan, pasangan mungkin lebih cenderung mempertimbangkan untuk memiliki anak.

Relevansi Agama: Mengembalikan pemahaman dan praktik agama di masyarakat Jepang dapat membantu membangun fondasi moral dan nilai-nilai yang kuat terkait pernikahan dan keluarga. Penting untuk memahami bahwa Agama bukanlah sebuah permainan yang bisa dimainkan seenaknya. Melalui penelitian dan pemahaman yang mendalam terhadap agama, individu-individu dapat menemukan panduan yang berharga dalam mengambil keputusan tentang memiliki anak.

Keseimbangan Kerja dan Kehidupan: Meningkatkan fleksibilitas di tempat kerja dan mendorong keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah solusi penting untuk memperkuat keinginan pasangan untuk memiliki anak. Inisiatif seperti cuti keluarga yang lebih panjang, dukungan pengasuhan anak, dan fleksibilitas dalam jam kerja dapat memberikan ruang bagi pasangan untuk memprioritaskan kehidupan keluarga mereka.

Dalam menghadapi tantangan penurunan populasi, solusi yang holistik dan berkelanjutan harus dipertimbangkan. Mengubah pandangan seksual dan menekan industri pornografi adalah langkah yang berpotensi memengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat. Pembatasan akses ke alat-alat pemuas seks di luar pernikahan juga dapat mempengaruhi keputusan pasangan dalam membangun keluarga. Namun, penting untuk diingat bahwa perubahan budaya membutuhkan waktu dan kesadaran kolektif.

Selain itu, penguatan nilai-nilai agama dan mempromosikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pasangan untuk mempertimbangkan memiliki anak. Solusi ini harus didukung oleh kebijakan pro-keluarga, pengembangan infrastruktur pendukung keluarga, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membangun keluarga yang kuat.

Mengatasi penurunan populasi Jepang bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan langkah-langkah yang tepat, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta kesadaran akan pentingnya keluarga dalam membangun masa depan yang berkelanjutan, Jepang memiliki peluang untuk membalikkan tren yang ada. Mendorong perubahan budaya yang positif dan mengambil langkah-langkah konkret adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi Jepang yang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi generasi yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun