Tanggal 22 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Hutan Hujan Sedunia. Pada hari ini, kita diingatkan akan peran penting yang dimiliki hutan hujan dalam kelangsungan hidup makhluk hidup di Bumi.Â
Selain itu, Hari Hutan Hujan Sedunia juga mendorong kita untuk berperan aktif dalam melindungi dan melestarikan hutan hujan yang ada.Â
Di Indonesia, kita memiliki keberuntungan memiliki sejumlah besar hutan hujan yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Hutan hujan tropis adalah ekosistem yang sangat istimewa. Keanekaragaman hayati yang luar biasa, lingkungan yang unik, dan sumber daya alam yang melimpah menjadikan hutan hujan sebagai salah satu aset terpenting bagi planet kita.Â
Namun, kita juga dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga kelestariannya. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya hutan hujan, tantangan yang dihadapinya, dan upaya yang dapat kita lakukan untuk memastikan keberlanjutan ekosistem yang tak ternilai ini.
Hutan hujan bukan hanya sekadar kumpulan pohon-pohon besar. Ia adalah rumah bagi berbagai flora dan fauna yang saling terkait dalam jaringan kehidupan yang rumit.Â
Ribuan spesies tanaman dan binatang tinggal di hutan hujan, termasuk banyak spesies yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Keberagaman hayati yang tinggi ini memberikan manfaat yang tak terhitung jumlahnya bagi manusia.
Salah satu manfaat terbesar yang diberikan oleh hutan hujan adalah sebagai sumber air tawar. Hutan hujan berperan sebagai penyerap, penyimpan, dan penyedia air yang penting bagi ekosistem di sekitarnya.Â
Air yang mengalir dari hutan hujan memberikan pasokan air bersih kepada jutaan orang di Indonesia dan di wilayah sekitarnya. Selain itu, hutan hujan juga berfungsi sebagai penyeimbang iklim global dengan mengatur siklus air dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Namun, hutan hujan kita menghadapi ancaman yang nyata. Deforestasi, perambahan hutan, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem hutan hujan.Â
Aktivitas manusia seperti penebangan ilegal, pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan, dan pertambangan ilegal telah menghancurkan luasnya hutan hujan dengan cepat.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Penyebab utama deforestasi di Indonesia antara lain adalah penebangan ilegal, konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, pertambangan ilegal, serta kebakaran hutan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Praktik penebangan ilegal yang tidak bertanggung jawab telah merusak luasnya hutan hujan di berbagai wilayah Indonesia. Pohon-pohon berharga seperti kayu ulin, meranti, dan ramin sering menjadi sasaran ilegal logging. Selain itu, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan pulp kayu juga berkontribusi signifikan terhadap deforestasi.
Selain deforestasi, perambahan hutan juga menjadi masalah serius. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan secara ilegal untuk tujuan pertanian atau perkebunan tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan polusi udara yang parah dan kualitas udara yang buruk di beberapa wilayah.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PKTL KLHK) Indonesia berhasil melakukan penurunan deforestasi sebesar 75,03% selama periode tahun 2019-2020.Â
Luas deforestasi turun drastis menjadi 115,46 ribu hektar, dibandingkan dengan tingkat deforestasi tahun sebelumnya yang mencapai 462,46 ribu hektar pada periode 2018-2019.
Sayangnya terjadi peningkatan luas areal kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sepanjang tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020. Luas karhutla pada tahun 2021 mencapai 354.582 hektar, meningkat sebesar 19,4% dibandingkan dengan 296.942 hektar pada tahun 2020.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat sebagai provinsi yang terdampak karhutla paling besar sepanjang tahun 2021, dengan luas karhutla mencapai 137.297 hektar. Sementara itu, Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di peringkat kedua dengan luas karhutla mencapai 100.908 hektar.
Data ini mengindikasikan adanya tantangan serius dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Karhutla memiliki dampak yang merusak bagi ekosistem, kehidupan manusia, dan perubahan iklim.Â
Kebakaran hutan dan lahan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, merusak keanekaragaman hayati, dan mengancam kesehatan masyarakat.
Peningkatan karhutla bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk cuaca yang kering, praktik pembukaan lahan dengan membakar yang tidak bertanggung jawab, kegiatan pertanian yang tidak terkendali, serta pembalakan dan aktivitas manusia lainnya yang meningkatkan risiko kebakaran. Diperlukan upaya serius untuk mencegah dan menanggulangi karhutla.
Pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi karhutla, termasuk peningkatan pemantauan, penegakan hukum yang lebih ketat, dan kampanye kesadaran masyarakat.
Dalam menghadapi seluruh tantangan dan permasalahan di atas, langkah-langkah konservasi dan restorasi menjadi semakin penting. Melalui penanaman kembali pohon-pohon yang telah ditebang, rehabilitasi lahan terdegradasi, serta perlindungan terhadap spesies langka dan terancam, kita dapat memulihkan keanekaragaman hayati, menjaga fungsi ekosistem hutan, dan memberikan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Konservasi dan restorasi hutan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat, dunia usaha, organisasi non-pemerintah, dan komunitas internasional.Â
Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, kita dapat memperkuat upaya perlindungan hutan, mengurangi deforestasi, dan mewujudkan kehidupan yang seimbang antara manusia dan alam.
Kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keindahan dan keberlanjutan hutan hujan Indonesia, sebagai harta yang tak ternilai bagi negara dan dunia. Dengan memahami pentingnya hutan hujan sebagai sumber kehidupan dan keseimbangan ekosistem, mari kita bergandengan tangan dalam menjaga, melestarikan, dan menghormati warisan alam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H